Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Penyebab Stunting Tinggi, Pernikahan Dini dan Kurang Edukasi Kesehatan Reproduksi

Annisa Karnesyia   |   HaiBunda

Selasa, 08 Nov 2022 20:10 WIB

Ilustrasi stunting di Indonesia
Ilustasi tingginya stunting di Indonesia karena pernikahan dini/ Foto: iStockphoto

Kasus stunting masih menjadi PR besar untuk masyarakat Indonesia nih, Bunda. Mengutip data dari Sehatnegeriku.kemenkes.go.id, pada Oktober 2022 angka stunting di Indonesia masih di angka 24 persen.

Dirjen Kesehatan Masyarakat dr. Maria Endang Sumiwi, MPH mengatakan bahwa stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada Balita karena kurangnya asupan gizi atau asupan gizi yang tidak adekuat. Selain itu, penyebab lainya juga karena ada infeksi berulang atau karena kurangnya stimulasi asupan gizi.

"Kuncinya adalah mengelola implementasi di lapangan sehingga upaya kita aksi bergizi ini adalah upaya kita untuk memperbaiki atau membuat gerakan implementasi di lapangan. Sehingga untuk mencapai 14 persen dibutuhkan dukungan dan kerja sama semua pihak yang bentuknya itu adalah bentuk gerakan," kata Endang beberapa waktu lalu, di Jakarta.

Stunting terjadi di berbagai wilayah, termasuk di Jawa Tengah. Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), khusus untuk kasus stunting di Wonosobo pada tahun 2020 ada di angka 38,57 persen. Sementara di tahun 2021, turun menjadi 28,1 persen.

"Dari tahun 2020 ke 2021 alhamdulillah sudah mengalami penurunan signifikan di angka 10 persen. Tapi kami masih terus berusaha menurunkan sesuai arahan presiden, target tahun 2024 menjadi 14 persen," kata Kepala Dinas PPKBPPPA Wonosobo dan Bunda PAUD Wonosobo, Dyah Retno Afif Nurhidayat S.STP, dalam acara Perjalanan Aksi Bersama Cegah Stunting bersama Danone Indonesia di Wonosobo, Jawa Tengah, Kamis (8/11/22).

Kasus stunting di Wonosobo ternyata bukan disebabkan karena tidak tersedianya makanan sehat lho, Bunda. Ada beberapa faktor yang menyebabkan stunting di daerah ini, salah satunya adalah pola asuh, pola makan, dan pola hidup yang tidak tepat.

Selain itu, penyebab lainnya karena pencegahan stunting sejak usia remaja masih belum maksimal. Contohnya adalah pernikahan di bawah umur dan masih kurangnya edukasi kesehatan reproduksi.

"Stunting di Wonosobo bukan karena tidak bisa makan tapi karena pemahaman masyarakat terhadap pola hidup baik, sehat, dan bersih, pola makan baik untuk keluarga, dan pola asuh masih rendah. Ini adalah tantangan terbesar di Wonosobo," ujar Dyah.

"Tahun 2021, (sebanyak) 32 persen permasalahan stunting (di Wonosobo) disebabkan masalah pola asuh. Kemudian, perkawinan di bawah umur masih tinggi, kurangnya edukasi remaja tentang reproduksi sehat, dan masalah ketersediaan alat ukur dan sumber daya manusia," sambungnya.

Pemerintah Kabupaten Wonosobo sendiri telah melakukan beberapa cara untuk menangani stunting. Beberapa di antaranya adalah program Tanggap Gizi dan Kesehatan Anak Stunting (TANGKAS) dan Water Access Sanitation and Hygiene (WASH) atau fasilitas air bersih di Desa Tlogomulyo, Wonosobo. Program-program tersebut berkolaborasi dengan pihak swasta, Bunda.

Bicara soal stunting, dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi., dari Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB, mengatakan bahwa kasus stunting memang perlu dicegah dan ditangani. Sebab, stunting bisa berdampak jangka panjang pada perkembangan anak.

Bunda, yuk download aplikasi digital Allo Bank di sini. Dapatkan diskon 10 persen dan cashback 5 persen.

Simak juga mengenai cara pencegahan stunting dalam video di bawah ini:

[Gambas:Video Haibunda]



PENYEBAB DAN DAMPAK STUNTING PADA PERKEMBANGAN ANAK

Angka stunting di Indonesia masih mencapai 24,4 persen. Angka ini masih berada di atas standar yang ditetapkan oleh WHO yaitu 20 persen.

Ilustasi stunting di Indonesia/Foto: Getty Images/iStockphoto/Riza Azhari

Penyebab dan dampak stunting pada anak

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh (fisik maupun otak) pada anak akibat kekurangan gizi dalam waktu lama. Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), stunting adalah anak balita dengan nilai z-score-nya kurang dari -2.00 SD atau Standar Deviasi (stunted) dan kurang dari -3.00 SD (severely stunted).

"Stunting (pendek) terjadi karena kekurangan gizi kronis selama 1000 hari pertama kehidupan anak (1000 HPK)," kata Sri Anna.

"Kerusakan yang terjadi mengakibatkan perkembangan anak yang irreversible (tidak bisa diubah), anak tersebut tidak akan pernah mempelajari atau mendapatkan sebanyak yang dia bisa," sambungnya.

Stunting memang dapat disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya masalah ekonomi keluarga, penyakit atau infeksi yang berkali-kali, kondisi lingkungan, dan masalah non kesehatan. Bila disimpulkan, tiga penyebab stunting adalah pola asuh, pola makan, dan pola hidup (sanitasi) yang tidak baik.

Dampak jangka pendek dan panjang kekurangan gizi pada 1000 HPK

Kekurangan gizi yang menyebabkan stunting dapat menimbulkan dampak buruk untuk anak. Berikut dampak jangka pendek dan jangka panjang kekurangan gizi pada 1000 HPK:

Dampak stunting jangka pendek

  • Terganggunya perkembangan otak dan kecerdasan
  • Terganggunya pertumbuhan fisik (massa tubuh dan komposisi tubuh)
  • Terganggunya metabolisme tubuh, seperti glukosa, lipid, protein, hormon.

Dampak stunting jangka panjang

  1. Menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar anak
  2. Menurunnya kekebalan tubuh seperti anak mudah sakit, dan produktivitas kerja seperti mudah lelah saat bekerja
  3. Berisiko menyebabkan penyakit degeneratif, seperti diabetes, obesitas, penyakit jantung, dan stroke.

Ingat ya, Bunda. Dampak stunting bukan cuma memengaruhi fisik Si Kecil, tapi juga perkembangan otaknya.

"Anak yang tidak stunting itu IQ tinggi, ini (anak stunting) itu rendah (IQ)," ujar Sri Anna.


(rap/rap)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda