
parenting
Apakah Fase Phallic pada Anak Perempuan dan Laki-laki Berbahaya? Ini Jawaban Psikolog
HaiBunda
Jumat, 02 Dec 2022 22:05 WIB

Seiring dengan bertambahnya usia Si Kecil, mereka pasti akan mengalami berbagai macam perubahan dalam tumbuh kembangnya. Tak hanya itu, mereka juga mulai bereksplorasi dan mencari tahu fungsi dari setiap anggota tubuhnya.
Salah satu fase pertumbuhan yang tak bisa dilewati oleh Si Kecil adalah fase phallic. Fase ini merupakan fase di mana anak mulai penasaran dengan alat kelaminnya.
Fase ini biasanya terjadi pada anak usia 4 hingga 6 tahun, Bunda. Di fase ini, anak akan menjadikan alat kelamin sebagai objek kenikmatan atau perhatiannya.
Fase phallic pada anak perempuan dan laki-laki
Fase phallic bisa terjadi baik pada anak perempuan maupun laki-laki, Bunda. Meski begitu, Danang menjelaskan fase ini lebih terlihat dan seringnya terjadi pada anak laki-laki.
"Biasanya terjadi kebanyakan pada anak laki-laki. Jadi itu adalah hal yang normal. Jadi dia mengeksplorasi alat kelaminnya. Dia memegang-megang," katanya pada HaiBunda, belum lama ini.
Tanda anak dalam masa phallic
Fase phallic adalah fase normal yang biasa dilewati oleh anak. Ketika anak berada di fase ini, anak sering memegang atau menggesek-gesekkan alat kelaminnya baik dengan tangan maupun benda lainnya.
"Biasanya yang terjadi tanda-tandanya adalah dia sering menggesek-gesekkan alat kelaminnya dengan tangan atau dengan benda, atau dengan apapun. Tapi biasanya dia pegang-pegang, gitu," papar Danang.
Benarkah fase phallic pada anak berbahaya?
Bunda pasti merasa khawatir dengan kelakuan Si Kecil yang kerap memainkan alat kelaminnya ini, ya? Meski begitu, ini adalah hal yang wajar dan tak perlu dikhawatirkan.
Psikolog Danang menjelaskan fase phallic ini kerap terjadi dan akan dilewati oleh anak-anak. Namun, Bunda dan Ayah harus mencegah agar kondisi ini tidak menjadi kebiasaannya hingga dewasa.
"Jadi sebenarnya enggak perlu khawatir. Tapi juga perlu untuk dicegah untuk tidak terus-terusan begitu (memainkan alat kelaminnya). Takutnya nanti bisa terkontaminasi kuman, jadi infeksi atau dia enggak sehat ketika dia habis pegang-pegang, kemudian dia makan," imbuh psikolog yang berpraktik di RSJ Menur Surabaya ini.
Lantas bagaimana tips menghentikan anak yang sering memainkan alat kelaminnya? Simak selengkapnya di laman berikutnya, ya.
Bunda, yuk download aplikasi digital Allo Bank di sini. Dapatkan diskon 10 persen dan cashback 5 persen.
Jangan lupa intip juga video dampak psikologi anak laki-laki dan perempuan yang dekat dengan Ayah berikut ini:
INGATKAN ANAK HINGGA PERIKSA PROGRES ANAK
Ilustrasi Anak Alami Fase Phallic/Foto: Getty Images/iStockphoto/kieferpix
Tips mengatasi anak memainkan alat kelamin
Ada beberapa tips yang bisa Bunda coba lakukan ketika anak memasuki fase phallic ini, Bunda. Misalnya saja sebagai berikut:
- Tenang dan jangan reaktif. Bunda perlu sadari bahwa hal ini adalah wajar pada anak usia 4-6 tahun.
- Bertanya dan cari tahu alasan anak memegang alat kelaminnya.
- Berikan nasihat.
- Setelah dinasihati, cegah anak memegang alat kelamin dengan cara mengingatkannya.
- Periksa progres anak.
Kapan sebaiknya anak dibawa ke psikolog?
Ketika kelima tips di atas telah Bunda lakukan, tetapi anak tetap tidak memperlihatkan perubahan, itu tandanya Bunda bisa membawa mereka ke ahli atau psikolog. Dengan begitu, Bunda bisa mengetahui apa alasan mereka tetap melakukan hal ini.
"Dia mungkin intensitasnya tinggi dan sangat terobsesi untuk melakukan hal itu. Itu perlu menjadi pertanyaan kenapa dia sangat sulit untuk dilarang dan dinasihati. Ini perlu untuk dikonsultasikan ke psikolog karena nanti akan mencoba untuk diungkap dengan teknik yang dikuasai oleh psikolog," tutur Psikolog Danang.
Saat sisi psikologis tidak bisa menemukan penyebab anak terus memainkan alat kelaminnya, bisa jadi penyebabnya berasal dari sisi medis, Bunda. Untuk itu, Bunda juga perlu membawa Si Kecil untuk berkonsultasi ke dokter.
"Kalau dari psikologisnya tidak ditemukan, nih. Coba konsul ke dokter anak. Oh, ternyata ditemukan iritasi atau gatal-gatal secara fisik. Itu perlu juga untuk konsultasi ke dokter jika dari sisi psikologis tidak ditemukan," ucap Danang.
"Atau bisa kebalikan, dari dokter dulu, kalau dari dokter tidak ditemukan secara fisik, bisa ke psikolog," pungkasnya.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Parenting
5 Ciri Ayah yang Anaknya akan Tumbuh Cerdas Menurut Pakar

Parenting
Deretan Negara Termahal untuk Besarkan Anak, Salah Satunya Ada di Asia

Parenting
56 Pertanyaan Umum untuk Anak saat Ngobrol agar Lebih Dekat dengan Si Kecil

Parenting
Nilai Keluarga yang Ditanamkan Caca Tengker pada Anak, Salah Satunya Toleransi

Parenting
5 Risiko Masalah Perkembangan Anak di Masa Pandemi COVID-19, Bunda Perlu Tahu


7 Foto
Parenting
7 Potret Menggemaskan Tiga Anak Natasha Rizky dan Desta
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda