HaiBunda

PARENTING

17 Pahlawan Wanita Indonesia dan Kisah Perjuangannya, Menarik untuk Inspirasi Anak

Regitha Mandasari Putri Suryana   |   HaiBunda

Kamis, 17 Aug 2023 14:20 WIB
17 Pahlawan Wanita Indonesia dan Kisah Perjuangannya/ Foto: Cut Meutia (Dok. Kemensos Direktori Kepahlawanan)

Indonesia memiliki banyak sekali pahlawan-pahlawan wanita yang tak kalah berperan dalam perjuangan kemerdekaan negaranya. Meskipun seringkali terlupakan atau kurang dikenal, tetapi kisah-kisah perjuangan mereka begitu inspiratif dan patut diingat sebagai bagian dari sejarah bangsa Indonesia.

Berikut ini akan diperkenalkan 17 pahlawan wanita Indonesia beserta kisah perjuangan mereka yang layak untuk di kenang. Mereka adalah pahlawan wanita yang setiap hari berani berjuang melawan penjajah, menghadapi bahaya berupa penangkapan, penyiksaan, bahkan hukuman mati.

Banyak dari mereka tampil di depan sebagai wajah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah dengan dukungan pengorbanan dari keluarga dan komunitas di sekitar mereka. Di satu sisi, kisah-kisah perjuangan mereka mungkin menguras hati, namun di sisi lain juga bisa menginspirasi masyarakat Indonesia, khususnya perempuan-perempuan muda, untuk terus belajar dan berjuang menghadapi tantangan dengan tekad dan semangat juang yang besar.


Berikut 17 Pahlawan wanita Indonesia dan kisah perjuanganya!

17 Pahlawan Wanita Indonesia dan Kisah Perjuangannya

Sebanyak 17 pahlawan wanita Indonesia telah meninggalkan jejak perjuangan yang menginspirasi dalam sejarah bangsa ini. Dengan dedikasi dan keberanian, mereka telah melawan ketidakadilan, kolonialisme, dan segala rintangan untuk membela hak-hak dan martabat rakyat Indonesia.

Kisah perjuangan mereka menceritakan tentang kekuatan perempuan dalam menghadapi tantangan zaman, membuka jalan untuk kesetaraan dan kemajuan. Dari Laksamana Malahayati yang memimpin armada melawan penjajah, hingga Kartini yang berjuang untuk pendidikan dan emansipasi, Berikut perjalanan inspiratif para pahlawan wanita Indonesia dan warisan berharga yang mereka tinggalkan.

1. Pahlawan Wanita Cut Nyak Meutia dan Kisah Perjuangannya

Tjoet Nyak Meutia, lahir pada 15 Februari 1870, merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Aceh. Ia memainkan peran penting dalam perlawanan melawan penjajahan Belanda.

Awalnya, Tjoet Nyak Meutia bersama suaminya, Teuku Tjik Tunong, berjuang melawan Belanda. Namun, suaminya ditangkap dan dihukum mati oleh Belanda pada tahun 1905.

Setelah itu, Tjoet Nyak Meutia menikah dengan Pang Nanggroe dan terlibat dalam perlawanan bersenjata melawan penjajahan. Ia menjadi bagian dari pasukan Teuku Muda Gantoe dan melakukan berbagai serangan terhadap pos-pos kolonial Belanda.

Tjoet Nyak Meutia menunjukkan keteguhan dan keberanian dalam perjuangannya. Meskipun suaminya tewas, ia tidak gentar dan terus memimpin pasukan dalam melawan penjajah. Pada tanggal 24 Oktober 1910, ia gugur dalam pertempuran di Alue Kurieng.

Pengorbanan dan perjuangan Tjoet Nyak Meutia diakui oleh pemerintah Indonesia dengan dianugerahi status sebagai pahlawan nasional pada tahun 1964. Tindakan berani dan semangat juangnya menjadikan Tjoet Nyak Meutia sebagai inspirasi bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan.

2. Pahlawan Wanita Cut Nyak Dhien dan Kisah Perjuangannya

Cut Nyak Dhien, lahir pada 12 Mei 1848, merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berjuang heroik melawan penjajahan Belanda selama Perang Aceh. Berawal dari wilayah Aceh, ia menjadi simbol keteguhan dan semangat perlawanan dalam mempertahankan kemerdekaan. Setelah suaminya, Ibrahim Lamnga, gugur dalam pertempuran pada 1878, Cut Nyak Dhien terus berjuang sendirian bersama pasukan kecilnya.

Pada tahun 1880, ia menikah dengan Teuku dan melanjutkan perlawanan bersenjata bersama. Namun, Teuku menyerah kepada Belanda, yang memaksa Cut Nyak Dhien untuk berjuang sendirian. Meskipun usianya yang sudah lanjut dan kondisi kesehatan yang memburuk, Cut Nyak Dhien terus memimpin perlawanan melawan Belanda. Namun, setelah laporan dari salah satu anak buahnya, ia tertangkap oleh Belanda dan dipenjarakan.

Cut Nyak Dhien menunjukkan tekadnya dalam melawan penjajah, bahkan setelah suaminya gugur dan kondisinya yang semakin lemah. Meskipun akhirnya ditangkap dan perlawanannya berakhir, semangatnya menjadi inspirasi bagi perjuangan bangsa Indonesia.

Ia meninggal pada 6 November 1908 dan diabadikan sebagai pahlawan nasional, mewakili semangat juang dan pengorbanan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

3. Kisah Perjuangan Pahlawan Rasuna Said dari Maninjau, Agam, Sumatera Barat

Hj. Rangkayo Rasuna Said (14 September 1910 – 2 November 1965) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang dikenal sebagai pejuang kemerdekaan dan advokat hak perempuan. Lahir dari keluarga bangsawan Minang di Sumatra Barat, Rasuna Said tumbuh dalam lingkungan yang mendorongnya untuk mengenyam pendidikan dan berjuang demi kemerdekaan Indonesia.

Ia aktif dalam organisasi-organisasi perjuangan seperti Sarekat Rakyat (SR) dan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI). Rasuna Said juga terkenal sebagai wanita pertama yang didakwa dengan Speekdelict oleh Belanda karena pidatonya yang mengkritik kolonialisme.

Rasuna Said memiliki keyakinan kuat dalam persamaan hak antara pria dan wanita. Ia mengambil peran aktif dalam pendidikan perempuan, mendirikan sekolah-sekolah dan koran-koran yang berfokus pada hak-hak perempuan dan pergerakan nasional.

Meskipun ia menganut pandangan agama yang taat, Rasuna Said juga memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan terlibat dalam politik. Setelah Indonesia merdeka, ia tetap berperan dalam pembentukan kebijakan sebagai anggota Dewan Perwakilan Sumatra dan Dewan Pertimbangan Agung.

Dengan semangat perjuangan dan advokasi hak perempuannya, Rasuna Said mewakili inspirasi dan kontribusi penting dalam perjuangan bangsa Indonesia.

4. Kisah Perjuangan Pahlawan Nasional Wanita Raden Ajeng Kartini dari Jepara, Jawa Tengah

Hari Kartini, yang diperingati setiap tanggal 21 April, merupakan saat yang penting untuk mengenang perjuangan dan sumbangsih Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan emansipasi perempuan dan pendidikan. Lahir pada 21 April 1879, Kartini berasal dari keluarga priyayi di Jepara.

Meskipun menghadapi tradisi patriarki pada zamannya, Kartini berhasil menempuh pendidikan di Europesche Lagere School (ELS) dan bahkan berbicara tentang keinginan untuk emansipasi perempuan melalui surat-surat kirimannya.

Di ELS, Kartini mengalami diskriminasi dan perlakuan rendah dari siswa dan guru Belanda. Namun, hal ini justru memacu semangatnya untuk berprestasi lebih tinggi. Setelah lulus dari ELS, ia tidak diperbolehkan melanjutkan pendidikannya lebih lanjut karena tradisi pingit yang mengharuskannya mempersiapkan pernikahan.

Meskipun demikian, Kartini tetap menjaga semangat belajar dengan membaca dan mencatat pemikirannya. Ia juga berkomunikasi dengan teman-temannya melalui surat, mengeksplorasi gagasan tentang pendidikan dan emansipasi perempuan.

Pernikahannya dengan Bupati Rembang pada 8 November 1903 tidak menghalangi semangatnya. Meskipun wafat dalam usia muda, 25 tahun, Kartini telah meninggalkan warisan penting dalam upaya meningkatkan derajat kaum perempuan. Dengan surat-suratnya yang menginspirasi, Kartini memainkan peran penting dalam merintis perubahan menuju kesetaraan dan pendidikan yang lebih baik bagi perempuan Indonesia.

5. Pahlawan Wanita Indonesia Nyi Ageng Serang dari Purwodadi, Jawa Tengah

Nyi Ageng Serang, seorang pahlawan wanita Indonesia, dikenal dengan nama kecil Raden Ajeng Retno Kursiah Edi. Lahir pada tahun 1752 di Desa Serang, Jawa Tengah, Nyi Ageng Serang merupakan keturunan Sunan Kalijaga.

Setelah ayahnya wafat, ia menggantikan kedudukan ayahnya dan menjadi tokoh penting dalam perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Ia menikah dua kali dan memiliki peran besar dalam Perang Diponegoro, memimpin pasukan dan memberikan nasihat perang.

Nyi Ageng Serang aktif berjuang di beberapa daerah seperti Purwodadi, Demak, Semarang, Juwana, Kudus, dan Rembang. Ia juga berperan dalam melatih prajurit pria serta mengembangkan strategi perang, seperti penggunaan daun talas hijau untuk penyamaran.

Meskipun cenderung kurang dikenal dibandingkan pahlawan lainnya seperti R.A. Kartini atau Cut Nyak Dhien, Nyi Ageng Serang memiliki dedikasi yang kuat dalam perjuangan melawan penjajahan. Setelah wafat pada tahun 1828, ia dimakamkan di Kalibawang, Kulon Progo, meskipun beberapa meyakini makamnya berada di lokasi Waduk Kedung Ombo di daerah Grobogan.

Monumen patung Nyi Ageng Serang di Wates, Kulon Progo, menjadi pengingat penting akan jasa-jasanya sebagai pahlawan wanita yang berani dan berperan aktif dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda.

6. Pahlawan Wanita Dewi Sartika dari Jawa Barat dan Kisah Perjuangannya

Raden Dewi Sartika lahir pada 4 Desember 1884 dari keluarga Sunda yang terhormat di Cicalengka. Sejak kecil, ia memiliki hasrat untuk menjadi guru dan mengajar teman-temannya.

Setelah ayahnya meninggal, Dewi Sartika tinggal bersama pamannya dan menerima pendidikan budaya Sunda. Pada tahun 1904, dengan dukungan kakeknya yang menjabat sebagai Bupati Bandung, ia mendirikan Sekolah Isteri di Pendopo Kabupaten Bandung.

Sekolah ini kemudian berkembang dan mengajarkan wanita membaca, menulis, berhitung, serta keterampilan lainnya.

Pada tahun 1912, sudah ada sembilan sekolah serupa di Jawa Barat. Meskipun mengalami krisis saat pendudukan Jepang, sekolah ini terus berkembang dan berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi.

Namun, pada masa perang kemerdekaan dan Agresi Militer Belanda, Dewi Sartika mengungsi dan akhirnya meninggal pada 11 September 1947 di Cineam, di mana dia dimakamkan sebelum kemudian makamnya dipindahkan ke Jalan Karang Anyar, Bandung setelah situasi stabil pasca kemerdekaan. Ia diakui sebagai Pahlawan Nasional atas kontribusinya sebagai advokat perjuangan dan pelopor pendidikan bagi kaum wanita.

7. Kisah Perjuangan Pahlawan Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu, lahir pada 4 Januari 1800 di Abubu, Nusa Laut, Maluku, adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang terkenal atas peranannya dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda pada Perang Pattimura (1817).

Pada usia 17 tahun, ia bergabung dengan perlawanan melawan penjajah Belanda, mengikuti jejak ayahnya, Kapitan Paulus Tiahahu. Ia berjuang dengan berani dan gigih dalam pertempuran melawan Belanda di Pulau Saparua dan Nusalaut.

Pada Oktober 1817, setelah pertempuran sengit, Martha Christina Tiahahu bersama ayahnya dan beberapa pejuang lainnya ditangkap dan dibawa ke kapal Eversten untuk diasingkan ke Pulau Jawa.

Namun, Martha menolak pengobatan dan makanan, mengakibatkan kesehatannya semakin memburuk. Pada tanggal 2 Januari 1818, di tengah perjalanan, Martha Christina Tiahahu meninggal dunia di Laut Banda. Jenazahnya diberi penghormatan militer dan dimakamkan di laut.

Pada tahun 1969, Martha Christina Tiahahu secara resmi diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas pengabdiannya dalam perjuangan kemerdekaan. Ia dikenang sebagai sosok pejuang wanita yang gigih dan berani dalam mempertahankan tanah airnya dari penjajahan.

8. Kisah Perjuangan Pahlawan Maria Walanda Maramis

Maria Josephine Catherine Maramis, lebih dikenal sebagai Maria Walanda Maramis, lahir pada 1 Desember 1872 di Belanda Kema, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang gigih dalam memajukan kondisi perempuan pada awal abad ke-20.

Setiap tanggal 1 Desember, masyarakat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis sebagai penghormatan atas perannya dalam mengatasi norma adat, berjuang untuk kemajuan dan emansipasi perempuan dalam dunia politik dan pendidikan. Pada era tersebut, wanita Minahasa diharapkan hanya untuk menikah dan mengurus keluarga, namun Maria mendorong perubahan ini.

Setelah pindah ke Manado, Maria mulai menulis opini di surat kabar setempat, menyuarakan peran ibu dalam keluarga dan pentingnya pendidikan awal. Pada 8 Juli 1917, bersama beberapa orang lain, ia mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) untuk mendidik wanita yang tamat sekolah dasar.

Melalui kepemimpinannya di PIKAT, organisasi ini berkembang pesat dengan cabang di Minahasa dan luar Minahasa. Maria juga berjuang untuk memberikan hak pilih kepada wanita di Minahasa, berhasil memperoleh hak tersebut pada tahun 1921. Maria Walanda Maramis meninggal pada 22 April 1924 dan atas jasanya, ia dianugerahi gelar Pahlawan Pergerakan Nasional oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1969.

9. Pahlawan Wanita Indonesia Nyai Ahmad Dahlan dan Kisah Perjuangan

Nyai Ahmad Dahlan, juga dikenal sebagai Siti Walidah, lahir pada 3 Januari 1872 di Kauman, Yogyakarta. Ia adalah putri dari Kyai Haji Muhammad Fadli, seorang ulama dan bangsawan dari Kesultanan Yogyakarta.

Pada masa muda, Nyai Ahmad Dahlan telah diberikan pendidikan Islam di rumahnya, termasuk bahasa Arab dan Al-Qur'an. Ia menikah dengan Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dan mendukung suaminya dalam pengembangan organisasi tersebut.

Meskipun mereka menghadapi ancaman dari kaum konservatif atas pandangan radikal Ahmad Dahlan terhadap Islam, Nyai tetap mendampingi suaminya.

Nyai Ahmad Dahlan mendirikan Sopo Tresno pada tahun 1914, tempat di mana pasangan ini membaca Al-Qur'an dan membahas isu-isu perempuan. Ia kemudian memusatkan perhatiannya pada ayat-ayat Al-Qur'an yang membicarakan tentang perempuan.

Pada tahun 1917, bersama suaminya dan pemimpin Muhammadiyah lainnya, ia mendirikan kelompok perempuan bernama Aisyiyah, yang berfokus pada pendidikan dan emansipasi perempuan. Melalui Aisyiyah, ia mendirikan sekolah-sekolah putri, asrama, dan program pendidikan Islam untuk perempuan.

Ia juga menentang praktik kawin paksa dan mempromosikan peran perempuan sebagai mitra suami. Setelah Ahmad Dahlan meninggal pada 1923, Nyai Ahmad Dahlan tetap aktif di Muhammadiyah dan Aisyiyah. Ia memimpin Kongres Muhammadiyah ke-15 pada 1926 dan terus memimpin Aisyiyah sampai tahun 1934.

Nyai Ahmad Dahlan meninggal pada 31 Mei 1946, dan pada 10 November 1971, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Soeharto.

10. Kisah Fatmawati Menjahit Bendera Merah Putih

Hj. Fatmawati Soekarno, istri dari Presiden Indonesia pertama Soekarno, memiliki peran penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Lahir pada 5 Februari 1923, dia adalah Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga 1967 dan ibu dari presiden kelima, Megawati Soekarnoputri. Fatmawati juga dikenal karena sumbangsihnya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Dalam kondisi fisik yang rentan karena sedang hamil tua, ia menjahit bendera tersebut dengan mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan karena larangan dokter untuk menggunakan kakinya. Bendera tersebut kemudian berkibar di Pegangsaan Timur saat momen bersejarah tersebut.

Fatmawati berasal dari keluarga Suku Minangkabau, dan ia menikah dengan Soekarno pada 1 Juni 1943. Dari pernikahan mereka lahir lima putra dan putri. Ia wafat pada 14 Mei 1980 di Kuala Lumpur, Malaysia, dalam usia 57 tahun akibat serangan jantung, dan dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.

Ia meninggalkan warisan yang menginspirasi dalam upaya perjuangan dan pengorbanannya dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia, baik melalui tindakan nyata seperti menjahit bendera maupun sebagai figur penting dalam perjalanan sejarah Indonesia.

11. Kisah Perjuangan Pahlawan Wanita Siti Manggopoh dari Manggopoh, Agam, Sumatera Barat

Siti Manggopoh, lahir pada 1 Mei 1880 di Manggopoh, Lubuk Basung, Agam, adalah seorang pahlawan perempuan yang memimpin perlawanan melawan kolonialis Belanda dalam Perang Belasting. Pada tahun 1908, ia memimpin perlawanan terhadap kebijakan ekonomi Belanda yang melibatkan pajak uang yang bertentangan dengan adat Minangkabau yang menganggap tanah sebagai milik komunal.

Dalam perang yang berlangsung dan dikenal sebagai Perang Belasting, Siti Manggopoh secara cermat mengatur siasat perang dan berhasil mengalahkan pasukan Belanda dengan strategi cerdik, bahkan membunuh 53 serdadu penjaga benteng.

Meskipun Siti Manggopoh juga mengalami konflik batin antara tugas ibu dan panggilan jiwa untuk memimpin perlawanan rakyatnya, ia tetap memilih untuk berjuang demi melepaskan rakyat dari penindasan Belanda. Setelah berhasil melancarkan penyerangan, dia melanjutkan tanggung jawabnya sebagai ibu dengan membawa anaknya melarikan diri dan melindungi anaknya selama aksinya.

Meskipun ditangkap dan dipenjara, Siti Manggopoh berhasil dibebaskan karena keberanian dan perjuangannya. Suaminya dibuang ke Manado, tetapi Siti tetap teguh dalam perjuangannya melawan penjajah.

12. Kisah Safiatuddin dari Aceh

Safiatuddin, juga dikenal sebagai Paduka Sri Sultanah Tajul-’Alam Safiatuddin Syah Johan Berdaulat Zillu’llahi fi’l-’Alam, adalah seorang tokoh penting dari Kesultanan Aceh. Lahir pada tahun 1612, ia adalah anak tertua dari Sultan Iskandar Muda dan memerintah antara tahun 1641 hingga 1675.

Sebagai seorang pemimpin yang bijaksana, Safiatuddin terkenal karena kontribusinya dalam bidang sastra, pendidikan, dan perekonomian. Ia adalah penulis sajak dan cerita, serta membantu pendirian perpustakaan di negerinya. Pada masa pemerintahannya, kajian dan literatur Islam berkembang pesat, dan ekonomi serta perdagangan Aceh mengalami kemajuan signifikan.

Ia juga dikenal memiliki hubungan luar negeri yang baik dengan berbagai negara, dihormati oleh rakyatnya dan mendapatkan pengakuan dari Belanda, Portugis, Inggris, India, dan Arab.

Safiatuddin memiliki pengaruh yang kuat dalam berbagai aspek pemerintahan dan budaya. Ia memerintah dengan cerdas dan bijak, menjalankan pemerintahan dengan mengandalkan penasehat ulama seperti Nuruddin ar-Raniri dan Abdurrauf Singkil. Di bawah kepemimpinannya, sastra Islam berkembang pesat dan banyak karya sastra penting ditulis.

Nuruddin ar-Raniri dan lainnya menulis buku tentang agama, sejarah, literatur, dan hukum. Selain itu, Safiatuddin juga mendorong perkembangan perdagangan, terutama perdagangan gajah, yang menggeliat pada masa pemerintahannya.

Ia juga berhasil menjaga hubungan baik dengan negara-negara lain seperti Belanda, Portugis, Inggris, India, dan Arab. Kesultanan Aceh mengalami kemakmuran pada masa pemerintahan Safiatuddin, dan ia meninggal pada 23 Oktober 1675 setelah memimpin selama 35 tahun.

13. Pahlawan Wanita Indonesia Opu Daeng Risadju dari Sulawesi Selatan

Opu Daeng Risadju, juga dikenal dengan nama Famajjah, adalah seorang pejuang wanita yang menjadi Pahlawan Nasional Indonesia. Dilahirkan di Palopo pada tahun 1880, ia berasal dari keluarga bangsawan dan awalnya hanya belajar mengaji Al-Qur'an tanpa pendidikan formal. Setelah menikah dengan Haji Muhammad Daud dan dikenal sebagai Opu Daeng Risadju, ia bergabung dengan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) di bawah pengaruh H. Muhammad Yahya. Bersama suaminya, mereka membuka cabang PSII di Palopo pada tahun 1930.

Meskipun aktif dalam PSII, aktivitas Opu Daeng Risadju terbatas selama pendudukan Jepang yang melarang kegiatan politik. Namun, setelah masa revolusi dimulai, ia kembali berperan dalam perjuangan di Luwu. Opu Daeng Risadju mendapatkan dukungan besar dari rakyat, namun pihak Belanda mulai mengambil tindakan untuk menghentikan perjuangannya.

Opu ditahan, gelar kebangsawannya dicabut, dan ia mengalami penahanan serta pemindahan lokasi penahanan beberapa kali. Setelah 11 bulan di tahanan, ia dibebaskan tanpa diadili. Opu Daeng Risadju meninggal pada 10 Februari 1964 dan dimakamkan tanpa upacara kehormatan di Palopo. 

14. Kisah Laksamana Malahayati dari Aceh

Laksamana Malahayati, yang dikenal juga dengan nama Keumalahayati, adalah seorang pejuang perempuan dari Kesultanan Aceh yang memiliki peran penting dalam perlawanan terhadap penjajah Belanda dan Portugis. Lahir pada 1 Januari 1550, ia berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang dalam panglima angkatan laut dan mendapatkan pendidikan istana.

Setelah suaminya, Laksamana Zainal Abidin, gugur dalam pertempuran melawan Portugis, Malahayati memimpin pasukan Inong Balee yang terdiri dari janda-janda prajurit Aceh yang gugur dalam peperangan. Dia menjadi pemimpin pasukan ini dengan pangkat laksamana, menjadi perempuan Aceh pertama yang mencapai posisi tersebut.

Malahayati berhasil memimpin perlawanan melawan penjajah Belanda dan Portugis. Pada pertempuran melawan kapal Belanda pada tanggal 21 Juni 1599, ia berhasil memenangkan pertempuran dengan membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu.

Selain menjadi pemimpin di medan perang, Malahayati juga terampil dalam perundingan damai, menghasilkan pembebasan tahanan Belanda dan pembayaran ganti rugi kepada Kesultanan Aceh. Ia wafat pada tahun 1615 dan dimakamkan di Desa Lamreh, Aceh Besar. Pada tahun 2017, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia sebagai pengakuan atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan penjajah.

15. Kisah Pahlawan Ratu Nahrasiyah dari Kerajaan Samudera Pasai

Sultanah Nahrasyiyah, juga dikenal sebagai Putri Nahrisyah, adalah seorang pahlawan perempuan yang memerintah sebagai Sultanah atau Ratu di Kesultanan Samudera Pasai. Dilahirkan sebagai putri dari Sultan Zainal Abidin bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Malik Ash-Shahih, beliau memerintah dari tahun 1406 hingga 1428.

Ratu Nahrasiyah dikenal sebagai pemimpin bijaksana dengan sifat keibuan dan kasih sayang yang memerintah selama masa puncak kejayaan Kesultanan Samudera Pasai. Penyebaran agama Islam juga pesat pada masa pemerintahannya, dan jejak sejarahnya dapat dilihat melalui makamnya yang ada di Gampong Kuta Krueng, Aceh Utara.

Ratu Nahrasiyah memegang tampuk pemerintahan dengan prinsip kesetaraan gender yang mengangkat martabat perempuan. Ia memimpin Kerajaan Samudra Pasai dengan arif dan bijaksana serta berperan dalam penyebaran agama Islam di wilayah tersebut. Makam Ratu Nahrasiyah terletak di kompleks II (Kuta Karang) di Gampong Kuta Krueng, Aceh Utara, yang terbuat dari pualam impor dari Gujarat, India.

Makam ini memiliki pahatan kaligrafi Arab yang menggambarkan kehormatan dan jasa-jasa beliau. Meskipun banyak versi sejarah yang beredar, makam ini tetap menjadi bukti sejarah yang utuh dan menjadi tujuan wisata sejarah dan religi di Aceh.

16. Kisah perjualan Pahlawan Rohana Kuddus dari Padang, Sumatera Barat

Ruhana Kuddus, juga dikenal sebagai Rohana Koeddoes, adalah seorang pahlawan dari Padang, Sumatera Barat, yang berjuang untuk pendidikan dan emansipasi perempuan. Lahir pada 20 Desember 1884 di Koto Gadang, Sumatra Barat, Ruhana memulai perjuangannya dengan mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia pada 1911, tempat perempuan dapat belajar keterampilan dan membaca.

Dia juga menulis di surat kabar perempuan, Poetri Hindia, dan pada saat pemerintahan Hindia-Belanda yang ketat, ia mendirikan surat kabar perempuan Sunting Melayu. Ruhana Koeddoes juga merupakan seorang wartawati pertama Indonesia.

Meskipun tidak mendapatkan pendidikan formal, Ruhana memiliki semangat belajar yang tinggi dan rajin belajar dengan bimbingan ayahnya. Ia juga menjalin kerja sama dengan pemerintah Belanda dan membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membara semangat juang pemuda. Bahkan setelah merantau ke berbagai tempat, ia terus berjuang dan mengajar, serta menjadi redaktur surat kabar.

Ruhana Koeddoes adalah tokoh penting dalam sejarah perjuangan pendidikan dan emansipasi perempuan di Indonesia. Ia memulai dengan mendirikan sekolah dan membangun perubahan pandangan masyarakat terhadap pendidikan perempuan. Ia tidak hanya mengajar keterampilan, tetapi juga mengedukasi dalam hal agama, politik, dan budaya.

Ruhana juga memiliki peran besar dalam dunia jurnalistik, sebagai pemimpin redaksi surat kabar perempuan pertama, Sunting Melayu. Di tengah tekanan pemerintah kolonial, ia terus mempertahankan semangatnya untuk perubahan sosial dan kesetaraan gender, serta ikut aktif dalam pergerakan politik.

Meskipun tak mendapatkan pendidikan formal, Ruhana Koeddoes membuktikan bahwa dengan semangat belajar dan ketekunan, perempuan bisa berkontribusi besar dalam perubahan positif masyarakat.

17. Kisah Siti Hartinah (Ibu Tien Suharto)

Siti Hartinah, yang lebih dikenal sebagai Ibu Tien Soeharto, merupakan istri dari Presiden Indonesia kedua, Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto. Ia dilahirkan pada 23 Agustus 1923 dan menikah dengan Soeharto pada 26 Desember 1947. Ibu Tien diberikan gelar pahlawan nasional tak lama setelah meninggal pada 1996.

Siti Hartinah berasal dari keluarga yang pindah-pindah akibat tugas ayahnya sebagai pamong praja. Meskipun hanya menyelesaikan Sekolah Dasar Dua Tahun, ia tetap aktif dalam berbagai kegiatan sosial, termasuk Barisan Pemuda Putri selama pendudukan Jepang dan Laskar Putri Indonesia setelah kemerdekaan.

Sebagai istri Soeharto, Ibu Tien memiliki peran yang penting dalam mendukung karier dan keputusan suaminya. Ia berpengaruh dalam keputusan Soeharto untuk tetap menjadi tentara saat menghadapi fitnah di tahun 1950-an dan juga mendorong larangan poligami bagi pejabat di Indonesia.

Selain itu, Ibu Tien mendukung proyek-proyek nasional seperti Taman Mini Indonesia Indah, Taman Buah Mekarsari, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan RSAB Harapan Kita. Meski meninggal pada 1996, warisan dan gagasan Ibu Tien tetap memberi dampak bagi bangsa Indonesia.

Melalui kisah perjuangan 17 pahlawan wanita Indonesia yang luar biasa ini, kita dapat menyadari seberapa besar peran dan kontribusi perempuan Indonesia dalam menjaga kemerdekaan bangsa ini. Mereka telah berjuang dengan gigih dan tak kenal lelah demi melindungi dan memperjuangkan hak-hak serta kesejahteraan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita mengenang jasa-jasa dan menghargai perjuangan mereka sepanjang masa.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Simak video di bawah ini, Bun:

Ajak Si Kecil Mengenal Presiden Indonesia dari Dulu Hingga Sekarang Yuk, Bunda!

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

Tak Hanya IQ Tinggi, Ini 7 Tanda Anak & Orang Dewasa Memiliki Otak Jenius

Parenting Ajeng Pratiwi & Fauzan Julian Kurnia

5 Potret Avi Basalamah Jadi Ibu PKK, Dampingi Suami yang Jabat Wakil Bupati Cianjur

Mom's Life Annisa Karnesyia

Aaliyah Massaid Olahraga Sebelum 1 Bulan Pasca Melahirkan, Amankah?

Kehamilan Amrikh Palupi

Lama Tak Terlihat, Ini Penampilan Terbaru Mira Asmara 'Jin dan Jun' Bersama Keluarga

Mom's Life Annisa Karnesyia

Dalam Bayang-bayang Putri Diana, Kisah Perjuangan Kanker Payudara Sarah Ferguson

Menyusui Annisa Karnesyia

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

Cerita Haru Ikke Nurjanah saat Putri Semata Wayangnya Akan Menikah, Beri Pesan Ini

Aaliyah Massaid Olahraga Sebelum 1 Bulan Pasca Melahirkan, Amankah?

Tak Hanya IQ Tinggi, Ini 7 Tanda Anak & Orang Dewasa Memiliki Otak Jenius

5 Potret Avi Basalamah Jadi Ibu PKK, Dampingi Suami yang Jabat Wakil Bupati Cianjur

Ini yang Terjadi pada Otak Anak Jika Mengalami Trauma dan Stres

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK