PARENTING
9 Kisah Ramadhan Nabi Muhammad dan Para Sahabat, Penuh Teladan untuk Si Kecil
Zahara Arrahma | HaiBunda
Sabtu, 15 Mar 2025 21:20 WIBTerdapat banyak sekali kisah teladan yang terjadi selama Ramadhan, baik dari Nabi Muhammad SAW ataupun sahabatnya. Kisah teladan ini bisa Bunda ceritakan dan ajarkan pada anak.
Selain memberikan nilai-nilai ketaatan pada Allah SWT, kisah teladan Nabi Muhammad dan para sahabat juga menjadi media untuk mengenalkan sejarah singkat Islami semasa Ramadhan dahulu. Dengan begitu, harapannya Si Kecil semakin tahu apa yang istimewa dari bulan Ramadhan.
Bunda ingin membagikan kisah menariknya untuk Si Kecil? Berikut Bubun telah menyiapkan beberapa kisah teladan Nabi dan sahabat semasa Ramadhan.
Kisah Nabi Muhammad SAW saat pertama kali menjalankan puasa Ramadhan
Berpuasa merupakan suatu kewajiban umat Muslim di sepanjang Ramadhan. Tapi apakah ada yang tahu bagaimana puasa Ramadhan pertama kali dijalani? Bagaimana seorang Rasulullah menyikapi hari pertamanya berpuasa di Ramadhan?
Perintah melakukan puasa dikeluarkan pertama kali saat tahun kedua Hijriah, yakni tahun 624 Masehi. Tetapi, berpuasa bukan lain hal yang asing bagi masyarakat Arab pra-Islam. Mereka sudah sering melakukan puasa, sehingga berpuasa tidaklah dianggap hal baru yang merugikan.
Dilansir dalam TRT World, Ramadhan pertama kali terjadi pada bulan Maret, di tengah musim semi, di saat suhu di Semenanjung Arab termasuk Madinah berada kondisi yang sejuk. Perintah berpuasa ini terjadi setelah turunnya wahyu QS Al-Baqarah ayat 183-185 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Yâ ayyuhalladzîna âmanû kutiba ‘alaikumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alalladzîna ming qablikum la‘allakum tattaqûn
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah:183)
Mengutip perkataan Profesor Teologi Islam Universitas Hitit Turki, Kasif Hamdi Okur, terlepas puasa bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Arab, tetap saja mereka butuh waktu untuk menyesuaikan fisik dan mentalnya untuk menjalani puasa 30 hari penuh. Sedangkan di sisi Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, mereka sudah menjalankan puasa sejak bulan Syaban di tahun kedua Hijriyah tersebut.
Belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab adanya perintah berpuasa wajib pada Ramadhan. Tapi perlu diingat bagaimana keistimewaan bulan ini, seperti pertama kalinya Al-Qur'an turun pada 17 Ramadhan.
Oleh sebab itu, kisah Nabi Muhammad SAW dalam menjalani puasa Ramadhan pertama kali tidaklah mengejutkan baginya. Karena beliau sendiri juga sudah terbiasa puasa di waktu sebelumnya. Sehingga, dari kisah ini dapat ditiru bagaimana konsistensi menjaga keimanan yang dimiliki Rasulullah pada ibadah berpuasa, di saat puasa sebelumnya bukanlah suatu kewajiban.
Kisah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama di bulan Ramadhan
Wahyu yang pertama kali turun adalah QS. Al-Alaq ayat 1-5. Ayat ini diturunkan dan diterima oleh Rasulullah SAW saat sedang beribadah di Gua Hira, yang terletak sejauh 5 kilometer dari kota Makkah. Wahyu ini turun pada 17 Ramadhan 610 Masehi, yang kemudian disebut sebagai malam Nuzulul Quran. Dengan diturunkannya wahyu pertama ini, menandakan sebuah peristiwa yang memulai peradaban Islam.
Turunnya wahyu ini menjadikan sebuah cahaya bagi Rasulullah SAW dalam mengarahkan masyarakat Makkah pada jalan yang benar. Nabi Muhammad dikenal sebagai sosok yang suka merenungkan suatu hal dan senantiasa berdoa pada Allah SWT, meminta cahaya pertolongan terhadap kaumnya. Hal ini dikarenakan, sebelum wahyu pertama turun, kondisi moral masyarakat Makkah mengalami kemunduran yang mengkhawatirkan.
Dilansir detikcom, Aisyah Ummul Mukminin radliyallahu ‘anha berkata: “Permulaan wahyu yang diterima oleh Rasulullah adalah ar-ru’ya ash-shalihah (mimpi yang baik) dalam tidur. Biasanya mimpi yang dilihatnya itu jelas bagai cuaca pagi. Kemudian beliau jadi senang menyendiri; menyendiri di Gua Hira untuk bertahannuts (menyepi). Beliau bertahannuts, beribadah di sana beberapa malam, dan tak pulang ke rumah istrinya. Untuk itu beliau membawa bekal. Kemudian beliau pulang kepada Khadijah, dan dibawanya pula perbekalan untuk keperluan itu, sehingga datang kepada beliau Al-Haqq (kebenaran, wahyu) pada waktu beliau berada di Gua Hira. Maka datanglah kepada beliau malaikat dan berkata, "Bacalah!" Jawab beliau, "Aku tidak bisa membaca." Nabi bercerita, "Lalu malaikat itu menarikku dan memelukku erat-erat sehingga aku kesulitan."
Kemudian ia melepaskanku dan berkata lagi, "Bacalah!" dan aku menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Aku lalu ditarik dan dipeluknya kembali kuat-kuat hingga habislah tenagaku. Seraya melepaskanku, ia berkata lagi, "Bacalah!" Aku kembali menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Kemudian untuk ketiga kalinya ia menarik dan memelukku sekuat-kuatnya, lalu seraya melepaskanku ia berkata,
ا اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Sebagaimana surah Al-Alaq 1-5 berbunyi:
(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; (2) Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah; (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam (pena); (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-Alaq, 96:1-5)
Karena hal itu, Rasulullah SAW pulang ke rumah Khadijah dengan penuh ketakutan bahkan hingga tubuhnya bergetar. Beliau berkata pada Khadijah, “Selimutilah aku!”. Segeralah si Khadijah menyelimuti Rasulullah hingga hilang rasa takut itu.
Setelahnya, Rasulullah menceritakan apa saja yang dialaminya pada Khadijah, ia berkata “Sesungguhnya aku mencemaskan diriku.” Mendengarnya, Khadijah membalas, “Sama sekali tidak, Demi Allah, Allah selamanya tak akan menghina engkau. Sesungguhnya engkaulah yang selalu menyambung persaudaraan, menanggung orang yang kesusahan, mengusahakan apa yang dibutuhkan, menghormati tamu dan membantu derita orang akan kebenaran.
Lalu, Khadijah mengajak Rasulullah SAW menemui anak dari pamannya, bernama Waraqah bin Naufal bin Asad, yang merupakan seorang Nasrani. Ia ahli dalam Bahasa Ibrani bahkan menulis sejumlah kitab dan Injil dalam bahasa Ibrani, walau ia buta dan sudah tua.
Sesampainya di sana, Khadijah meminta Rasulullah bercerita pada Warawah akan kejadian di Gua Hira. Kemudian Waraqah menimpali bahwa, “Itulah Namus (Jibril) yang diutus Allah pada Musa. Mudah-mudahan aku masih hidup di saat engkau diusir kaummu!”
Rasulullah kembali bertanya, "Apakah mereka akan mengusirku?" Waraqah menjawab, "Ya, sebab setiap orang yang membawa seperti apa yang engkau bawa pasti dimusuhi orang. Jadi kelak engkau mengalami masa-masa seperti itu, dan jika aku masih hidup, aku pasti akan menolongmu sekuat tenagaku."
Tak berselang lama setelah pertemuan itu Waraqah meninggal dunia. Selanjutnya, Nabi Muhammad menerima wahyu secara berlanjut selama kurang lebih 23 tahun sebagai tanda dimulainya peradaban umat manusia, khususnya Islam.
Dari kisah satu ini, terlihat bagaimana sifat teladan Rasulullah yang dikisahkan. Bagaimana ia begitu peduli pada kondisi dan nasib para umatnya, hingganya ia selalu berdoa memohon petunjuk pada Allah SWT.
Kisah Nabi Muhammad memenangkan perang Badar, pertempuran besar di Bulan Ramadhan
Perang Badar adalah perang antara umat Muslim dan kaum Quraisy, yang dikenal sebagai perang besar pertama dalam Sejarah Islam. Perang ini mengalami perpecahan pada 17 Ramadhan di tahun kedua Hijriah.
Merujuk pada Islamic Relief, penyebab adanya perang Badar disebabkan oleh perseteruan di antara keduanya. Kaum Quraisy seringkali menghalangi jalan penyebaran ajaran Islam. Mereka menyulitkan para Muslimin yang ingin berbagi ajaran Allah SWT, seperti yang diceritakan dalam Kitab As-Sirah an-Nabawiyah oleh Abdul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi.
Saat itu, perbandingan pasukan antara Muslim dan Quraisy berbanding jauh, di mana mereka berisikan kurang lebih 1.000 prajurit, dengan 100 ekor kuda. Sedangkan umat Muslim hanya terdiri dari sekumpulan 300 laki-laki dengan dua ekor kuda. Dengan perbandingan jumlah yang sangat signifikan, dapat dikatakan bahwa umat Muslim akan dengan mudahnya dikalahkan oleh suku Quraisy.
Dalam Ar-Rahiq al-Makhtum-Sirah Nabawiyah oleh Shafiyurrahma al-Mabarakfuri, perang ini mengambil waktu saat kafilah dagang Quraisy yang sedang perjalanan pulang dari Syam menuju Makkah, dihadang oleh pasukan Madinah. Kafilah dagang Quraisy tersebut membawa kekayaan penduduk Makkah, sebanyak 1.000 ekor unta membawa harta benda bernilai 5.000 dinar.
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad SAW berkata pada para Muslim, “Ini adalah kafilah dagang Quraisy yang membawa harta benda mereka. Halangi ia, semoga Allah SWT memberikan barang rampasan itu pada kalian.”
Peperangan pun dimulai. Tak ada rasa takut tergambar di wajah Nabi Muhammad SAW selama ia dan pasukannya berjalan dari Madinah menuju medan peperangan. Dengan menyiapkan taktik serta siasat dari Nabi Muhammad SAW, pasukan Muslim sampai pada mata air Badar lebih dahulu dibandingkan kaum Quraisy. Hal ini sebagai upaya untuk mengamankan air beserta cadangannya di tengah lembah gurun Badar.
Orang yang pertama kali gugur adalah Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi, seorang kaum Quraisy yang kasar, yang berusaha merebut pasokan air dari para Muslim. Tetapi, gerakannya itu dihalangi oleh Hamzah bin Abdul Muthalib. Kemudian, ia menebas kaki Al-Aswad hingga terputus dan membuatnya tercebur dalam mata Air Badar, hingga berakhir meninggal dunia dihabisi oleh Hamzah.
Selanjutnya, perang semakin pecah dengan jatuhnya 3 penunggang kuda Quraisy yang juga komando pasukan. Hal itu membuat kaum Quraisy naik pitam dan semakin murka dalam penyerangan ke pasukan Muslim.
Sedangkan itu, Rasulullah SAW berdoa dan memohon bantuan pada Allah SWT, memohon akan kemenangan, hingga pada akhirnya dalam riwayat Muhammad bin Ishaw menyebutkan: “Rasulullah SAW bersabda, “Bergembiralah wahai Abu Bakar. Telah datang pertolongan Allah SWT kepadamu. Inilah Jibril yang datang sambil memegang tali kekang kuda yang ditungganginya di atas gulungan-gulungan debu.”
Dengan bantuan para malaikat, para Muslim pun berperang. Dalam riwayat Ibnu Sa’ad dari Ikrimah, dia berucap, “Pada saat itu ada kepala orang musyrik yang terkulai, yang tak diketahui siapa yang melakukannya. Ada juga tangan yang terputus, juga tanpa diketahui siapa yang melakukannya.”
Peperangan besar ini terjadi dalam dua jam, yang berakhir kemenangan pada pasukan Muslim. Mereka berhasil meruntuhkan pertahanan kaum Quraisy hingga mereka mundur dan menyerah. Setelah enam tahun berakhirnya Perang Badar, para Muslim berhasil menyebarkan ajaran Islam di Makkah dengan damai, tanpa adanya gangguan dari kaum Quraisy.
Perang besar Badar ini pun disebut dalam surah Ali Imran ayat 123-126
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ بِبَدْرٍ وَّاَنْتُمْ اَذِلَّةٌۚ فَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Wa laqad nashrakumullahu bibadriw wa antum adzillah, fattaqullaha la’allakum tasykurun
Artinya: “Sungguh, Allah benar-benar telah menolong kamu dalam Perang Badar, padahal kamu (pada saat itu) adalah orang-orang lemah. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah agar kamu bersyukur. (QS Ali Imran 3:123)
Perang Badar ini memiliki nilai penting dalam ajaran Islam. Ia menggambarkan bagaimana rasa tunduk dan berserah diri kepada Allah SWT dapat memberikan bantuan tiada tara kepada hambaNya.
Kisah Nabi Muhammad melakukan pembebasan kota Makkah di bulan Ramadhan
Kisah selanjutnya adalah mengenai peristiwa pembebasan Mekkah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW bersama dengan pasukan Muslim lainnya. Peristiwa ini kerap disebut dengan nama Fathu Makkah.
Fathu Makkah adalah peristiwa di mana kemenangan telak umat Islam atas kaum kafir Quraisy. Umat Islam berhasil menguasai kota Makkah, sehingga kota tersebut kembali suci dari patung berhala. Peristiwa ini terjadi semasa bulan Ramadhan, tepatnya pada hari Jumat, di tanggal 20 dan 21 Ramadan di tahun ke-8 Hijriah.
Mengutip buku Wealth Management (Manajemen Harta) Rasulullah SAW: Metode Pembelajaran dari Hal yang belum Pernah Dibahas karya Dodik Siswntoro, penyebab munculnya kejadian Fathu Makkah ini dimulai dengan adanya pelanggaran dalam Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian yang berisi bahwasanya jika ada satu pihak yang diserang, maka penyerangan tersebut harus dilakukan dengan menyeluruh.
Kala itu, pihak Rasulullah, bani Khuza’ah, diserang oleh bani Bakar yang merupakan kelompok dari Quraisy. Mengetahui kabar ini, Rasulullah SAW, yang saat itu sedang di Madinah, langsung bergegas mendatangi Makkah dengan pasukan Muslim lainnya.
Lantas dengan membagi jumlah pasukan menjadi beberapa kelompok, Rasulullah melancarkan strateginya dalam kemudahan melakukan penyerangan serta pengecohan kaum Quraisy. Seorang panglima Islam yang paling terkenal, Khalid bin Walid, pun ditunjuk Rasulullah untuk memimpin ribuan pasukan Muslim dengan senjata yang sudah lengkap itu.
Keadaan kota saat itu mendorong pasukan Rasulullah untuk berdiam di atas bukit-bukit sekitaran kota Makkah. Selanjutnya, mereka juga membangun deretan pagar betis, guna melindungi diri dari penyerangan pasukan kaum Quraisy. Tak hanya itu, masing-masing dari kelompok pasukan Muslim tersebut juga mengepung kota Makkah dari tiap-tiap arah mata angin, demi menyudutkan Quraisy.
Sehingga akhirnya, peristiwa tersebut menghasilkan kemenangan umat Islam atas kaum Quraisy. Panglima Khalid bin Walid serta pasukannya berhasil merampas dan mengamankan senjata-senjata miliki pasukan Quraisy, dan memastikan memberikan gempuran yang maksimal pada mereka. Berbagai perlawanan yang dilakukan Quraisy sama sekali tak membuat pasukan umat Islam mengambil langkah mundur.
Peristiwa Fathu Makkah disebut dalam QS Al-Fath ayat 1, yang berbunyi:
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا
Inna fatahna lakaa fat-ham mubina
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata."
Selain itu, dalam bukunya yang bertajuk Sejarah Kebudayaan Islam karya Yusak Burhanuddin dan Ahmad Fida’, kemenangan umat Islam di Fathu Makkah adalah bukti pertolongan dari Allah SWT.
"Seorang Muslim yang beriman dan bertakwa hendaknya selalu meminta pertolongan kepada Allah SWT. Hal itu karena Allah SWT merupakan satu-satunya tempat bagi manusia untuk memohon perlindungan dan pertolongan. Manusia tak akan dapat melakukan sesuatu apa pun tanpa adanya pertolongan dari Allah SWT," jelasnya.
Kisah teladan tentang Puasa dari Abu Thalhah sahabat Nabi yang jasadnya utuh karena rajin berpuasa
Ada satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang bernama Abu Thalhah. Ia merupakan sosok yang sangat rajin menunaikan ibadah puasa. Melalui riwayat Anas bin Malik, diceritakan bahwa Abu Thalhah selalu berpuasa sepeninggalan Nabi Muhammad SAW selama 40 tahun.
Dalam buku Ensiklopedia Sahabat Rasulullah yang ditulis oleh Wulan Mulya Pratiwi dkk, dijelaskan Abu Thalhah tidak menunaikan puasa hanya pada hari-hari yang diharamkan, seperti hari besar, atau saat ia sedang sakit. Selain rajin menunaikan puasa, Abu Thalha juga tak pernah meninggalkan salat malam dan selalu berjihad di jalan Allah.
Ia tak pernah lelah menegakkan ajaran Allah SWT dalam keseharian hidupnya, bahkan hingga sudah berusia lanjut yang renta. Anak-anaknya memperingatkan dengan menasihati Abu Thalhah perihal umurnya yang sudah renta, namun ia tetap bulat akan tekadnya untuk berjihad dan berlaut bersama pasukan pengembara Muslim lainnya.
Seorang anak dari Abu Thalhah berujar:
“Semoga Allah memberikanmu rahmat selalu, wahai ayah kami. Kau sekarang sudah amat tua. Sudah berjuang bersama Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar. Mengapa kau tidak rehat saja dan biarkan kami melanjutkan jihadmu?”
Segera Abu Thalhah menimpali melalui firman Allah SWT dalam QS At-Taubah ayat 41:
ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Infirụ khifāfaw wa ṡiqālaw wa jāhidụ bi`amwālikum wa anfusikum fī sabīlillāh, żālikum khairul lakum ing kuntum ta'lamụn
Artinya: "Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui,"
Sayangnya, Abu Thalhah wafat dalam perjalanan tersebut. Ia wafat dalam keadaan menjalani ibadah puasa.Di waktu itu, para pasukan Muslim tidak menemukan pulau untuk bersandar agar bisa mengebumikan jenazahnya.
Selama tujuh hari mereka mencari pulau, jenazah Abu Thalhah tetap utuh dan tidak berubah. Jasadnya terlihat seperti orang yang tertidur. Oleh karenanya, dipercayalah bahwa jasad utuhnya itu disebabkan amalan berpuasa yang rajin dilakukannya.
Kisah Qais bin Shirmah, sahabat nabi yang pingsan saat puasa Ramadhan pertama kali
Kisah teladan Qais bin Shirmah yang merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW satu ini menceritakan bagaimana Allah SWT mengerti keadaan para hambaNya.
Meskipun Qais harus bekerja keras sebagai tukang kebun di sebuah kebun kurma, ia selalu taat beribadah. Kisah Qais bin Shirmah yang terkenal adalah saat ia jatuh pingsan di tengah waktu bekerja, dikarenakan tak sempat makan dan minum saat sahur.
Kisah inilah yang menjadi asal muasal turunnya firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 187, mengenai perintah sahur dalam menjalani ibadah puasa bulan Ramadhan.
Dalam riwayat Abu Daud, pada saat zaman Rasulullah SAW, para umat Islam yang sudah menunaikan salat Isya, mereka tak diperkenankan untuk mengonsumsi makanan maupun minuman. Hadis riwayat tersebut menjelaskan bahwasanya pada waktu itu, puasa dimulai setelah Isya. Hal ini disebabkan, sehabis Isya ialah waktu orang-orang akan mulai masuk ke waktu tidurnya.
Pada awal-awal perintah berpuasa diwajibkan pada umat Islam, belum ada ketentuan yang mengatur dengan jelas mengenai batasan waktu diperbolehkannya untuk makan dan minum ketika berpuasa. Beberapa sahabat Nabi yang akan berpuasa, tertidur dan tak sempat melakukan sahur di dini hari.
Akibatnya, di esok hari, mereka berpuasa dalam keadaan perut kosong dari semalam. Salah satu sahabat Nabi yang bernama Qais bin Shirmah, mengalamai hal ini.
Qais bin Shirmah adalah seorang yang berasal dari kaum Anshar, yang bekerja sebagai tukang kebun kurma. Sifatnya yang taat akan ibadah, tak mengecualikannya dalam berpuasa meskipun memiliki pekerjaan yang cukup berat dan keras.
Walaupun berpuasa, ia tak sedikitpun mengurangi rasa giat dan semangat bekerjanya. Saat memasuki waktu berbuka puasa, ia pun kembali ke rumah dan bertanya pada istrinya tentang makanan berbuka. Akan tetapi, istrinya menjawab tidak ada sedikitpun makanan yang tersedia.
Ia berkata, “Maafkan aku suamiku. Hari ini kita tak ada makanan sedikitpun. Tunggu sebentar, akan ku carikan makanan untukmu.” Sang istri pun pergi keluar rumah, sedangkan Qais bin Shirmah yang kelelahan dari bekerja, jatuh terlelap dengan perut yang kosong.
Saat si Istri pulang membawa makanan, ia melihat suaminya yang tertidur dan enggan untuk membangunkannya. Sehingga di keesokan harinya, Qais tetap pergi bekerja walau tak sempat makan apapun sejak berpuasa kemarin. Akan tetapi, saat dirinya tengah bekerja, tiba-tiba ia jatuh dan pingsan.
Para sahabat Nabi yang lain mengetahui hal ini pun langsung mengabari Rasulullah, karenanya turunlah ayat 187 dari QS Al-Baqarah yang berbunyi:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
Uhilla lakum lailatas-shiyaamir-rofasu ilaa nisaaa-ikum, hunna libaasul lakum wa angtum libaasul lahunn, ‘alimallohu annakum kungtum takhtaanuuna angfusakum fa taaba ‘alaikum wa’afaa ‘angkum, fal-aana baasyiruuhunna wabtaghuu maa kataballohu lakum, wa kuluu wasyrobuu hattaa yatabayyana lakumul-khoithul-abyadhu minal-khotil-aswadi minal-fajr, summa atimmush-shiyaama ilal-laiil, wa laa tubaasyiruuhunna wa angtum ‘aakifuuna fil-masaajid, tilka hududullohi yubayyinullohu aayaatihii lin-naasi la’allahum yattaquun
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia agar mereka bertakwa.”
Dari kisah teladan sahabat Nabi Muhammad SAW satu ini, dapat kita ambil pelajarannya mengenai ketaatan seorang hamba Allah pada perintahNya.
Kisah ahli puasa yang wajahnya menghitam karena mengakhiri berbuka puasa
Sebagaimana anjuran Rasulullah SAW, saat kita menunaikan berpuasa, maka penting bagi kita mendahulukan berbuka puasa ketika adzan Maghrib berkumandang jelas. Akan tetapi, ternyata ada seseorang yang lebih suka menunda-nunda waktu berbuka. Hal yang sangat berbanding terbalik sekali dengan anjuran Nabi.
Ada sebuah kisah di mana ada seorang laki-laki yang dikenal sebagai ahli puasa. Ia menunaikan banyak ibadah berpuasa, tetapi ia justru suka mengakhirkan waktu berbuka puasanya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menceritakan kisah ini dalam Al-Ruh dari Al-Qairuwani yang menerima berita dari seorang syeikh begitu memiliki banyak keutamaan. Syeikh itu menerima kabar dari seorang ahli fikih. Yang di mana, ia bercerita, kala itu, mereka pernah berteman dengan seorang lelaki yang sering berpuasa, bahkan terus menerus berpuasa tanpa ada hentinya. Sayangnya, ia terbiasa mengakhirkan waktu berbuka.
Tatkala tidur, orang itu melihat ada dua orang hitam yang seolah menarik lengan atasnya dan bajunya untuk dibawa ke perapian yang menyala merah dan melemparkan ke dalamnya.
Lelaki itu bertanya, “Mengapa kalian melakukan ini?”
Kedua orang hitam itu menjawab, “Karena engkau menyalahi sunnah Rasulullah SAW. Sesungguhnya ia memerintahkan untuk selalu mendahulukan waktu berbuka, tetapi engkau justru mengakhirinya.”
Kemudian, di pagi harinya, sebangunnya ia dari tidur, ia menyadari bahwa mimpi semalam benar terjadi. Wajah dari lelaki ahli puasa tersebut menjadi hitam sebab terbakar api. Sehingganya, ia menjadi malu dan menutupi wajahnya dari hadapan orang-orang sekeliling.
Oleh karena itu, nantinya di bulan Ramadhan esok, sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW, segerakanlah untuk berbuka puasa jika sudah memasuki waktunya.
Kisah Imam Syafi'i Khatam Al-Qur'an 60 Kali Sebulan Ramadhan
Banyak amalan yang dapat Bunda lakukan di bulan Ramadhan. Salah satunya adalah membaca Al-Qur'an. Lebih baik lagi bila Bunda bisa khatam Al-Qur'an di bulan suci.
Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertadarus Al-Quran di bulan Ramadhan. Hall ini terdapat dalam hadist berikut ini:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Artinya: Dari Ibnu Abbas berkata, 'Rasulullah SAW adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika Malaikat Jibril AS menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, di mana Jibril mengajarkannya Al-Qur'an. Sungguh Rasulullah SAW orang.
Kebiasan Rasulullah SAW membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan banyak diikuti oleh para sahabat. Salah satunya adalah Iman Sya'fii.
Imam Syafi'i menjadi salah satu sahabat sahabat Rasulullah SAW, yang khatam Al-Qur'an. Dilansir detikcom, Imam Syafi'i disebutkan dapat 60 kali khataman dalam satu Ramadhan, Bunda.
Kisah Nuzulul Quran, Turunnya Al Quran pada 17 Ramadhan
Setiap tanggal 17 Ramadhan diperingati sebagai malam Nuzulul Quran. Nuzulul Quran adalah peristiwa turunnya Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW.
Menurut Ustaz Abdul Somad, Allah menurunkan Al Quran pada malam yang penuh berkah yakni Ramadhan. Ada beberapa pendapat mengenai malam turunnya Al Quran, namun berdasarkan Mahzab Imam Syafi'i turunnya Al Quran terjadi pada 17 Ramadhan.
"Pendapat yang mengatakan (Nuzulul Quran) malam 17 (yaitu) mahzab Syafii: yang Kami turunkan (Al Quran) pada hamba kami, Muhammad Rasulullah SAW, pada malam harinya ketemu dua pasukan, malam 17 Ramadhan," ujar Ustaz Abdul Somad.
Dua pasukan yang dimaksud UAS yakni berdasarkan Surat Al-Anfal ayat 41:
وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya, "Dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Menurut para ulama, yang dimaksud dengan Yaumul Furqān adalah waktu bertemunya dua pasukan, yaitu pasukan kaum muslimin dan kafir Quraisy di Badar, atau biasa kita sebut dengan perang badar. Lalu malam 'Yaumar Al-furqan adalah tanggal 17 bulan Ramadhan.
Sementara itu, Pimpinan Pesantren Syawarifiyyah Rorotan Jakarta Utara Ustaz Abul Hayyi Nur, mengatakan bahwa ada beberapa pendapat yang menceritakan turunnya Al-Quran pada 17 Ramadhan. Meski begitu, bukan berarti salah satunya benar. Poin penting yang perlu diingat adalah Al Quran diturunkan pada bulan Ramadhan.
Menurut ustaz Hayyi, turunnya Al-Quran terjadi dalam dua proses. Pertama, Al-Quran turun pada 17 Ramadhan. Saat itu, surat yang turun yakni Surat Al Alaq ayat 1-5. Sementara yang kedua, Al-Quran turun secara menyeluruh pada malam Lailatul Qodar.
"Makanya tanggal 17 Ramadhan dijadikan peringatan malam Nuzulul Quran itu tidak salah juga," ungkap Ustaz Hayyi.
Dalam berbagai pendapat, Nabi Muhammad SAW disebut menerima wahyu pertama pada 17 Ramadhan 12 SH atau pada 6 Agustus 610 Masehi di Gua Hira. Beliau menerima wahyu pertama di usia 40 tahun.
Nah, itulah tujuh kisah Ramadhan dari Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya. Kisah-kisah itu tentunya mengandung nilai teladan yang bisa Bunda semua cerita dan ajarkan pada Si Kecil, ya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!