Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Tanda Serangan Epilepsi pada Bayi yang Wajib Diketahui Para Bunda

Annisya Asri Diarta   |   HaiBunda

Minggu, 04 Aug 2024 16:32 WIB

Bayi kejang
Tanda epilesi pada anak/ Foto: Getty Images/Prostock-Studio
Daftar Isi

Kejang pada bayi menjadi pengalaman yang sangat menakutkan bagi orang tua. Ketika melihat bayi mereka mengalami kejang, orang tua sering kali merasa cemas.

Pada dasarnya, kejang adalah hasil dari aktivitas listrik yang tidak normal di otak. Pada bayi, kejang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk demam tinggi, infeksi, gangguan metabolisme, atau kondisi neurologis yang mendasarinya.

Gejala kejang pada bayi dapat bervariasi, dan tidak semua kejang tampak sama. Beberapa bayi mungkin mengalami kekakuan otot, gerakan mata yang tidak biasa, atau kehilangan kesadaran sementara.

Dalam kasus lain, kejang bisa lebih halus, seperti kedutan bibir atau gerakan tangan yang berulang. Mengidentifikasi tanda-tanda awal kejang dan merespons dengan cepat adalah kunci untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan bayi. Bahkan jika gejalanya bertambah parah, bayi dapat mengalami epilepsi.

Epilepsi merupakan gangguan neurologis yang ditandai oleh kejang berulang. Pada bayi, kejang ini terlihat berbeda dari kejang pada anak-anak yang lebih tua atau orang dewasa.

Jumlah kasus epilepsi di Indonesia terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data, rata-rata prevalensi epilepsi aktif mencapai 8,2 per 1.000 penduduk, sementara angkainsidensi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Dikutip dari laman Kemenkes, dengan populasi Indonesia sekitar 230 juta, hal ini berarti ada sekitar 1,8 juta orang yang hidup dengan epilepsi aktif.

Epilepsi dapat muncul dalam berbagai bentuk dan tingkat keparahan, dari gerakan tiba-tiba yang halus hingga kontraksi otot yang lebih dramatis. Memahami penyebab, gejala, dan langkah-langkah yang harus diambil saat menghadapi situasi ini sangat penting untuk memberikan perawatan yang tepat dan menenangkan ketakutan orang tua.

Pengertian epilepsi

Menilik Nationwide, epilepsi adalah suatu kondisi neurologis yang melibatkan otak, yang membuat penderita lebih rentan mengalami kejang berulang yang tidak beralasan. Hal ini merupakan salah satu gangguan paling umum pada sistem saraf dan tak mengenal usia, ras, dan latar belakang etnis saat akan menyerang tubuh.

Epilepsi ditandai oleh aktivitas listrik abnormal di otak yang menyebabkan kejang, sehingga bervariasi dalam bentuk dan intensitas, mulai dari kejang kecil yang hampir tidak terlihat hingga kejang besar yang melibatkan kehilangan kesadaran dan kontraksi otot yang hebat.

Apakah epilepsi bisa hilang?

Menurut survei yang dikutip dari Cleveland Clinic, lebih dari 60 persen anak-anak sembuh dari epilepsi sebelum mereka mencapai usia dewasa. Sedangkan, sebagian lainnya harus mengelola kondisi ini sepanjang hidup mereka.

Meski epilepsi dapat menjadi kondisi kronis, ada harapan bahwa anak-anak yang menderita epilepsi bisa sembuh atau mengalami perbaikan kondisi seiring bertambahnya usia. 

Jenis kejang pada bayi

Bayi mengalami beberapa jenis kejang yang dapat memicu epilepsi dikutip dari Very Well Health. Simak selengkapnya, Bunda untuk antisipasi kesehatan Si Kecil.

1. Kejang neonatal

Kejang yang terjadi pada 28 hari pertama kehidupan bayi, lebih mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan lahir yang rendah. Kondisi ini sering kali menimbulkan kekhawatiran besar bagi orang tua karena kejang neonatal dapat menunjukkan adanya masalah serius yang mendasari kesehatan bayi. Kejang neonatal berbeda dari kejang pada anak yang lebih tua atau orang dewasa karena otak bayi yang baru lahir masih dalam tahap perkembangan yang sangat awal.

Meski kejang neonatal tidak berarti bayi akan terus menderita epilepsi, kemungkinan mereka mengalami epilepsi pada suatu saat akan meningkat. Anak yang mengalami kejang neonatal harus dipantau secara ketat untuk tanda-tanda gangguan neurologis lebih lanjut.

Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mengalami kejang neonatal memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan epilepsi atau masalah lainnya di kemudian hari. 

2. Kejang bayi

Kejang infatil atau sindrom West merupakan bentuk epilepsi yang jarang tetapi serius dengan ditandai oleh spasme infantil, pola abnormal pada elektroensefalogram (EEG) yang disebut hipsaritmia, dan sering kali keterlambatan perkembangan. Biasanya dimulai antara usia 2 bulan dan 12 bulan, dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 4 hingga 8 bulan.

Sindrom West ditandai oleh kejang yang khas, biasanya terjadi dalam kelompok atau serangkaian kejang yang berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit. Kejang ini sering kali melibatkan kontraksi otot yang tiba-tiba dan kuat, terutama di leher, badan, dan kaki, sehingga membuat bayi tampak melipat ke depan atau melengkung ke belakang. Spasme ini sering terjadi saat bayi bangun dari tidur dan bisa sangat mengganggu perkembangan normal bayi. 

3. Kejang demam

Kejang demam terjadi saat bayi sakit dan mengalami demam. Masalah ini merupakan kondisi yang relatif umum, dengan sekitar satu dari 25 anak mengalami kejang demam pada suatu saat dalam hidup mereka.

Dari jumlah ini, sepertiga anak-anak akan mengalami kejang demam berulang saat mereka mengalami demam di masa mendatang. Walaupun sering kali menakutkan bagi orang tua, kejang demam biasanya tidak berbahaya dan tidak mengindikasikan adanya masalah neurologis serius.

Kejang demam biasanya terjadi pada anak-anak berusia antara 6 bulan hingga 6 tahun. Kejang ini umumnya terjadi pada tahap awal demam, sering kali ketika suhu tubuh anak meningkat dengan cepat.

Kejang demam bisa berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa menit dan dapat melibatkan seluruh tubuh atau hanya sebagian. Gejalanya bisa termasuk kehilangan kesadaran, gemetar, atau kekakuan otot. Meski kejang ini bisa sangat mengkhawatirkan, sebagian besar anak pulih sepenuhnya tanpa efek jangka panjang. 

Gejala epilepsi pada bayi

Gejala epilepsi pada bayi tergantung pada jenis kejangnya yang dikutip dari Very Well Health. Berikut deretannya:

1. Gejala kejang neonatal

Kejang neonatal dapat berlangsung hanya beberapa detik, tetapi bisa juga terjadi berulang kali dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena gejala kejang bisa sangat bervariasi dan tidak selalu terlihat jelas.

Bunda perlu waspada terhadap setiap perubahan perilaku atau gerakan bayi yang tidak biasa. Observasi terus-menerus dan pencatatan gejala dapat membantu dalam mendiagnosis kejang neonatal.

a. Kejang ringan

Kejang neonatal terutama yang ringan, sering terjadi pada bayi cukup bulan dan bisa berlangsung singkat serta tidak kentara. Tanda-tanda kejang ini sering kali sulit dibedakan dari gerakan normal bayi, namun pengenalan dini sangat penting untuk diagnosis dan penanganan yang tepat.

Berikut adalah beberapa tanda kejang ringan pada bayi cukup bulan yang perlu diperhatikan:

  • Kelopak mata berkedip atau berkibar
  • Mata memutar atau bergerak ke samping
  • Membuka mata tiba-tiba atau menatap tanpa fokus
  • Gerakan menampar atau mengunyah yang berulang
  • Menjulurkan lidah tanpa alasan jelas
  • Kedutan pada bibir atau pipi
  • Gerakan wajah seperti meringis atau menyeringai secara berulang
  • Gerakan kaki bersepeda atau mengayuh tanpa alasan yang jelas
  • Gerakan meronta-ronta atau berjuang yang tampak tidak wajar
  • Apnea, yaitu jeda napas yang lama dan tidak normal, sering kali diikuti dengan perubahan warna kulit seperti kebiruan (sianosis)

b. Kejang tonik

Kejang tonik bisa menampakkan dirinya melalui berbagai tanda yang sering kali sulit dikenali. Salah satu jenis kejang ringan yang lebih sering terjadi pada bayi cukup bulan melibatkan gerakan yang tampak normal tetapi berulang atau tidak wajar.

  • Bayi menunjukkan kekakuan mendadak pada otot-otot tertentu, bisa terlihat sebagai postur yang kaku atau tegang
  • Ketegangan otot bisa terjadi pada satu bagian tubuh atau menyebar ke beberapa bagian
  • Kepala bayi bisa tiba-tiba berputar atau tertarik ke satu sisi tanpa kontrol
  • Mata bayi bisa tampak memutar atau tertuju ke satu arah, sering kali tampak seperti bayi sedang menatap sesuatu secara intens tetapi tanpa fokus
  • Lengan atau kaki bayi bisa tiba-tiba membengkok atau meregang secara tidak wajar
  • Gerakan ini bisa bersifat berulang dan terjadi pada satu atau beberapa anggota tubuh sekaligus

c. Kejang klonik

Kejang klonik pada bayi adalah jenis kejang yang ditandai dengan gerakan menyentak berirama, yang bisa melibatkan berbagai otot di tubuh bayi. Kejang ini sering kali menakutkan bagi orang tua karena bisa tampak sangat dramatis dan tidak terkendali.

  • Gerakan menyentak berirama yang bersifat berulang dan ritmis, terjadi dalam pola yang konsisten
  • Setiap sentakan diikuti oleh jeda singkat sebelum sentakan berikutnya

Dapat terjadi di beberapa area tubuh

  • Wajah: Kejang bisa melibatkan otot-otot wajah, menyebabkan kedutan atau gerakan menyentak pada bibir, pipi, atau kelopak mata
  • Lidah: Gerakan lidah yang berirama bisa terlihat sebagai bagian dari kejang
  • Kaki dan lengan: Gerakan menyentak pada tungkai atau lengan bisa sangat jelas, sering kali melibatkan satu sisi tubuh atau kedua sisi
  • Area tubuh lainnya: Kejang klonik juga bisa mempengaruhi otot-otot lainnya, termasuk otot leher atau batang tubuh

Durasi kejang klonik pada bayi

  • Kejang klonik dapat berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa menit
  • Gerakan berirama ini bisa terjadi secara sporadis atau dalam kelompok, dengan beberapa episode kejang yang terjadi dalam waktu singkat
  • Pada bayi, kesadaran selama kejang klonik bisa sulit dinilai, tetapi mereka mungkin tampak tidak responsif selama episode tersebut
  • Setelah kejang, bayi mungkin tampak lelah atau mengantuk. 

d. Kejang mioklonik

Kejang mioklonik pada bayi adalah jenis kejang yang ditandai dengan gerakan menyentak yang cepat dan tunggal. Kejang ini bisa melibatkan satu lengan, tungkai, bahkan seluruh tubuh, dan sering kali terjadi tiba-tiba.

  • Kejang mioklonik ditandai dengan gerakan menyentak yang cepat, tiba-tiba, dan biasanya hanya satu kali
  • Gerakan ini bisa sangat singkat, berlangsung hanya beberapa milidetik hingga satu detik

Otot yang terlibat

  • Lengan atau tungkai: Kejang bisa melibatkan satu lengan atau satu tungkai, menyebabkan gerakan menyentak yang jelas terlihat
  • Seluruh tubuh: Dalam beberapa kasus, kejang mioklonik dapat melibatkan seluruh tubuh, menyebabkan bayi tampak melompat atau tersentak secara tiba-tiba

Frekuensi kejang:

  • Kejang mioklonik bisa terjadi secara sporadis, dengan satu atau beberapa sentakan yang terjadi dalam waktu singkat
  • Meski gerakannya cepat dan tunggal, kejang mioklonik dapat terjadi beberapa kali dalam sehari, terutama saat bayi sedang beristirahat atau tidur
  • Pada bayi, penilaian kesadaran selama kejang mioklonik bisa sulit, tetapi mereka mungkin tampak tidak terganggu atau tidak menyadari kejang yang terjadi
  • Setelah kejang, bayi biasanya kembali ke kondisi normal tanpa tanda-tanda kelelahan atau kebingungan yang jelas

2. Kejang neonatal jinak

Kejang neonatal jinak (benign neonatal seizures) adalah bentuk kejang yang terjadi pada bayi pada minggu pertama kehidupan mereka. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi apakah kejang neonatal dianggap sebagai jinak atau tidak, dan salah satunya adalah riwayat keluarga.

Gejala kejang neonatal jinak familial

  • Meskipun tidak selalu, kejang neonatal jinak dapat lebih sering terjadi pada anak-anak dengan riwayat keluarga kejang
  • Kejang neonatal jinak sering dimulai pada 2 sampai 8 hari pertama kehidupan, tetapi juga bisa terjadi pada usia hingga 3,5 bulan
  • Melibatkan kejang tonik atau klonik parsial atau umum, seringkali disertai apnea
  • Durasi kejang neonatal jinak umumnya singkat, biasanya berlangsung antara satu hingga dua menit
  • Dapat terjadi hingga 20 hingga 30 kali per hari
  • Biasanya sudah besar pada usia 16 bulan

Gejala kejang neonatal jinak non-familial

  • Pada keluarga tidak ada riwayat kejang
  • Biasanya dimulai pada usia 4 hingga 6 hari
  • Biasanya melibatkan kejang klonik parsial, seringkali terbatas pada satu sisi tubuh
  • Dapat menyebabkan status epileptikus (kejang yang berlangsung lebih lama dari perkiraan, biasanya lima menit atau lebih, atau kejang yang terjadi berdekatan), berlangsung antara dua jam hingga tiga hari. 

3. Spasme infatil

Kejang infatil umumnya tidak berbahaya dan biasanya tidak meninggalkan dampak jangka panjang pada otak atau perkembangan anak. Namun, penting untuk mencari pertolongan medis setelah kejang pertama kali terjadi untuk menentukan penyebab demam dan memastikan bahwa tidak ada kondisi medis yang lebih serius yang menyebabkan kejang.

Kejang infatil dapat dilihat dari gejala berikut ini:

  • Bayi atau anak tiba-tiba berhenti dalam aktivitas mereka dan mata mereka mungkin terlihat terpejam atau menatap ke samping
  • Gerakan kecil dan tidak terkontrol di area leher atau tubuh lainnya dapat terjadi selama kejang
  • Mata dan kepala bayi memutar dan berayun-ayun sampai bergerak secara tidak terkendali
  • Kepala bayi terlihat terayun-ayun atau tergeleng-geleng
  • Tubuh bayi mulai menegang dan terjadi kekakuan
  • Gerakan lengan yang tidak terkontrol dan ekstrem bisa terjadi selama kejang
  • Postur tubuh yang berubah secara tiba-tiba, seperti membungkuk di pinggang, juga bisa terjadi selama kejang
  • Gejala kekakuan atau kejang pada area kaki atau perut
  • Postur tubuh yang ekstrem seperti posisi "Jackknife" (kepala ditekuk ke depan, lengan terentang, dan lutut ditarik ke dalam tubuh) bisa terjadi selama kejang
  • Kejang yang sering atau berat dapat menyebabkan hilangnya kemampuan motorik yang sudah dicapai sebelumnya
  • Perubahan perilaku sosial atau emosional juga dapat terjadi setelah kejang

Penanganan kejang pada bayi

Bunda dapat melakukan akronim "STOP" yang diciptakan American Academy of Pediatrics ketika mengira bayi mengalami gejala kejang dikutip dari Very Well Health. Simak selengkapnya, Bunda untuk antisipasi kesehatan Si Kecil.

S : Mendeteksi dengan melihat tanda-tandanya, seperti kumpulan gerakan yang tiba-tiba, berulang-ulang, dan tidak terkendali. Kejang pada bayi bisa terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk gerakan berulang yang tidak biasa, kekakuan tubuh, atau tatapan kosong yang berlangsung beberapa detik hingga menit.

T : Bunda dapat merekam video gejala yang dialami bayi dan segera tunjukkan ke penyedia layanan kesehatan anak. Merekam kejadian kejang dapat membantu dokter dalam mengevaluasi kondisi bayi secara lebih baik. Video tersebut dapat memberikan informasi penting tentang jenis dan durasi kejang yang dialami bayi.

O : Mendapatkan diagnosis dengan Tes EEG yang merupakan salah satu alat diagnostik utama untuk menentukan apakah bayi mengalami epilepsi atau gangguan neurologis lainnya. Hal ini melibatkan pemasangan elektroda pada kulit kepala bayi untuk merekam aktivitas listrik otak.

P : Prioritas pengobatan epilepsi pada bayi sering kali melibatkan penggunaan obat anti-epilepsi untuk mengendalikan atau mengurangi frekuensi kejang. Tujuan utama pengobatan adalah untuk mencegah kejang berulang dan memastikan perkembangan bayi berjalan secara optimal.

Penanganan kejang pada bayi dapat dilakukan yang dikutip dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Simak selengkapnya.

  1. Letakkan anak di tempat yang aman, jauhkan dari benda-benda berbahaya seperti listrik dan pecah-belah
  2. Membaringkan anak dalam posisi miring agar makanan, minuman, muntahan atau benda lain yang ada dalam mulut akan keluar sehingga anak terhindar dari bahaya tersedak
  3. Cegah Si Kecil untuk memasukkan benda apapun ke dalam mulut. Memasukkan sendok, kayu, jari orang tua, atau benda lainnya ke dalam mulut, atau memberi minum anak yang sedang kejang, berisiko menyebabkan sumbatan jalan napas apabila luka
  4. Bunda tidak boleh berusaha untuk menahan gerakan anak atau menghentikan kejang dengan paksa, karena dapat menyebabkan patah tulang
  5. Amati apa yang terjadi saat anak kejang, karena catatan ini menjadi informasi bagi dokter. Lalu tunggu sampai kejang berhenti dan bawa anak ke unit gawat darurat terdekat
  6. Apabila anak sudah pernah kejang demam sebelumnya, dokter akan membekali orangtua dengan obat kejang yang dapat diberikan melalui dubur. Setelah melakukan langkah-langkah pertolongan pertama di atas, obat tersebut dapat diberikan sesuai instruksi dokter

Demikian ulasan tentang serangan epilepsi pada bayi. Semoga bermanfaat untuk antisipasi kesehatan Si Kecil, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

 

 

(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda