HaiBunda

PARENTING

7 Tanda Anak Jadi Pelaku Bullying di Sekolah yang Jarang Disadari Ortu

Nadhifa Fitrina   |   HaiBunda

Minggu, 03 Aug 2025 11:10 WIB
Ilustrasi/Foto: iStock
Jakarta -

Bunda pernah merasa perilaku anak tiba-tiba berubah tanpa alasan yang jelas? Kondisi ini bisa menjadi tanda bahwa ia tengah menghadapi masalah di sekolah yang tidak diceritakan.

Bullying kerap terjadi secara diam-diam, sehingga sulit diketahui oleh orang tua. Maka dari itu, penting bagi Bunda untuk mengenali tanda-tanda yang mungkin muncul.

Mengetahui bahwa anak terlibat dalam bullying bisa menjadi pengalaman yang mengejutkan bagi orang tua. Namun, hal ini tidak berarti Bunda gagal dalam mengasuhnya.


"Ungkapan 'orang yang terluka cenderung melukai orang lain' itu benar adanya," ujar Malka Shaw, LCSW, seorang terapis trauma berlisensi sekaligus pendiri Kesher Shalom Projects, dikutip dari laman Parents, Jumat (01/08/2025).

Tanda-tanda anak jadi pelaku bullying di sekolah

Ada beberapa tanda-tanda anak yang kemungkinan menjadi pelaku bullying di sekolah yang tidak Bunda sadari. Dilansir dari laman Parents, berikut ini deretannya:

1. Mengendalikan atau mendominasi orang lain

Salah satu tanda anak mulai mengarah pada perilaku bullying adalah saat ia berusaha mengatur atau mendominasi teman-temannya. Perilaku ini dapat terlihat ketika anak selalu ingin menentukan aturan permainan atau memaksa orang lain mengikuti kehendaknya.

Menurut psikolog sekolah bersertifikat sekaligus pendiri The Psych Lady, Tori Broems, PhD, anak yang sering mengatur cara teman-temannya bermain bisa jadi sedang melatih dinamika kekuasaan yang mengarah pada bullying. Perilaku ini dapat menjadi tanda awal adanya masalah yang perlu diperhatikan.

"Anak yang sering mencoba mengatur bagaimana teman-temannya bermain atau berinteraksi mungkin sedang melatih dinamika kekuasaan yang mengarah pada bullying," ujarnya.

Tanda lainnya terlihat ketika anak menggunakan ancaman untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Selain itu, mereka juga kerap mengalami kesulitan berkompromi dengan teman sebayanya.

2. Membuat lelucon yang menyakiti

Mengejek atau membuat lelucon yang menyudutkan teman sering kali terlihat sepele, padahal bisa menjadi tanda perundungan. Anak yang kerap melakukan "roasting" biasanya berusaha mendapat perhatian dengan cara merendahkan orang lain.

"Anak yang sering mengejek orang lain dengan cara yang kejam tapi dibungkus humor menunjukkan tanda-tanda perundungan. Biasanya mereka berkata 'Aku cuma bercanda' setelah mengucapkan komentar menyakitkan, yang menunjukkan kurangnya empati," kata Tori Broems.

3. Merasa berhak atau lebih baik dari orang lain

Tanda lainnya adalah ketika anak sering merasa dirinya lebih baik dari teman-temannya. Mereka mungkin melontarkan komentar merendahkan seperti, "Dia aneh" atau "Enggak ada yang suka sama dia" yang menandakan rasa superioritas.

Menurut Broems, rasa berhak ini bisa berasal dari rasa tidak aman atau lingkungan yang membiasakan pengucilan dan hierarki sosial. Dalam banyak kasus bullying, ketidakseimbangan kekuasaan menjadi akar masalah, di mana anak menggunakan status sosial, untuk mengontrol orang lain.

4. Bersikap rahasia

Anak yang terlibat dalam perilaku bullying cenderung memiliki kehidupan sosial yang tertutup. Mereka bisa menyembunyikan pesan, cepat menghapus chat, atau bersikap defensif saat ditanya tentang pertemanan atau aktivitas online-nya.

Menurut psikiater anak dan remaja di Kaiser Permanente, Asha Patton-Smith, MD, anak yang melakukan bullying sering kali membentuk kelompok yang mengandalkan pengucilan. Ia mengatakan, bahwa kelompok seperti ini biasanya menyimpan banyak rahasia dalam interaksi mereka.

"Anak yang melakukan bullying bisa membentuk kelompok yang bergantung pada pengucilan dan kerahasiaan," katanya.

5. Suka menyalahkan orang lain

Jika anak jarang mau mengakui kesalahan dan selalu menyalahkan orang lain, ini juga bisa menjadi tanda awal perilaku perundungan. Mereka kerap menggunakan alasan seperti, "Dia duluan" atau "Dia pantas dapat itu" untuk membenarkan perbuatannya.

"Ketika anak jarang mau bertanggung jawab, ini bisa menunjukkan kesulitan memahami dampak perbuatannya terhadap orang lain dan kecenderungan melempar kesalahan," kata Broems.

6. Kurang empati

Empati berkembang dengan kecepatan yang berbeda pada setiap anak, tetapi tanda kurangnya empati perlu diwaspadai. Anak yang tertawa saat temannya terluka atau sengaja mengucilkan teman lain bisa menunjukkan potensi perilaku bullying.

"Kurangnya empati tidak langsung menjadikannya perundung, tetapi perlu diwaspadai. Perhatikan juga jika ada kekejaman terhadap hewan, karena ini sering menjadi tanda masalah yang lebih besar," ujar Smith.

Lingkaran pertemanan Si Kecil juga perlu Bunda perhatikan. Terutama jika mereka terbiasa menggunakan humor kejam atau mengabaikan anak lain.

7. Mendapat laporan dari sekolah

Jika guru atau pihak sekolah melaporkan bahwa anak sering bersikap kasar, mengejek, atau berkonflik dengan teman, jangan abaikan tanda ini, Bunda. Meski anak mungkin bersikap baik di rumah, lingkungan sekolah bisa memunculkan sisi lain yang jarang terlihat oleh orang tua.

Menurut Asha Patton-Smith, MD, laporan seperti seringnya anak mendapat hukuman bisa menjadi tanda adanya pola bullying. Ia juga menambahkan, pemanggilan berulang dari kepala sekolah juga patut diwaspadai oleh orang tua.

"Perilaku yang terlalu kompetitif atau ingin selalu mendominasi permainan bisa menandakan keinginan untuk berkuasa," katanya.

Apa yang bisa dilakukan orang tua saat anak terlibat bullying?

Ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/fizkes

Orang tua perlu berkomitmen membangun hubungan yang sehat serta mendukung anak selama masa tumbuh kembangnya. Mengutip dari Parents, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menghentikan kecenderungan bullying.

1. Berbicara secara rutin tanpa menghakimi

Ajak Si Kecil bercerita tentang apa saja yang mereka lihat sepanjang hari. Dengarkan juga pengalaman yang mereka alami agar merasa dihargai.

Komunikasi yang tenang dan rutin membantu anak merasa aman. Mereka akan lebih percaya untuk berbagi perasaan atau kesulitan yang sedang dihadapi.

2. Gunakan pertanyaan terbuka dengan empati

Bangun percakapan yang nyaman, bukan konfrontasi yang membuat anak merasa disudutkan. Bunda bisa bertanya hal ini, "Pernah enggak kamu merasa tertekan untuk bersikap tertentu di depan teman?" atau "Pernah enggak kamu menyesal dengan sesuatu yang kamu tulis online?".

Pertanyaan terbuka membuat Si Kecil mau merenungkan tindakannya. Cara ini membantu mereka belajar berpikir sebelum bertindak, terutama dalam berinteraksi dengan teman.

3. Bantu anak memahami dampak perbuatannya

Ajak anak membayangkan perasaan teman yang mungkin tersakiti oleh ucapannya. Hal ini membantu mereka menumbuhkan empati dan memahami akibat dari perilaku yang dilakukan.

Dengan memahami dampak tindakannya, anak belajar bertanggung jawab. Mereka juga lebih mudah menemukan cara bersikap yang baik di masa depan.

4. Tetapkan aturan jelas tentang cara memperlakukan orang lain

Bunda bisa menekankan, bahwa di rumah, kebaikan dan rasa hormat adalah aturan penting yang harus selalu dijaga. Anak juga perlu memahami batasan agar tahu cara bersikap baik kepada orang lain.

Berikan pujian saat mereka bersikap baik agar kebiasaan positif terbentuk. Jika melanggar, Bunda bisa beri konsekuensi secara konsisten agar anak belajar dari kesalahannya.

5. Jadi teladan dalam nilai-nilai keluarga

Anak akan lebih mudah meniru perilaku baik yang mereka lihat. Tunjukkan nilai yang penting bagi keluargamu melalui tindakan, bukan hanya kata-kata.

Keteladanan orang tua menjadi contoh nyata bagi anak. Hal ini membentuk pola pikir dan perilaku mereka dalam berhubungan dengan orang lain.

6. Awasi aktivitas online dan penggunaan ponsel

Cyberbullying sering kali tidak disadari orang tua dan dianggap sepele oleh anak. Pengawasan yang bijak membantu mencegah anak terlibat dalam perilaku buruk di dunia maya.

Menurut profesor di UC Irvine Joe C. Wen School of Population and Public Health, Marizen Ramirez, MPH, PhD, persentase remaja usia 13-17 tahun yang pernah mengalami cyberbullying meningkat dua kali lipat dari 18,8 persen menjadi 54,6 persen pada periode 2007-2023. Data ini tentu menunjukkan pentingnya perhatian ekstra di dunia digital.

7. Cari bantuan profesional jika diperlukan

Bullying sering kali menjadi tanda adanya masalah emosional yang lebih dalam, seperti kecemasan atau trauma. Jika perlu, jangan ragu mencari bantuan profesional untuk anak.

Terapis atau konselor sekolah dapat membantu menemukan akar masalahnya. Dukungan ini membantu anak mendapat bimbingan yang tepat agar perilaku buruk tidak semakin berkembang.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/fir)

Simak video di bawah ini, Bun:

7 Tips Efektif Dilakukan untuk Meningkatkan Fokus Anak 5 Tahun, Coba Yuk Bun!

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

Chelsea Olivia & Glenn Alinskie Rayakan 18 Th Bersama, Tetap Romantis & Saling Umbar Pesan Mesra

Mom's Life Nadhifa Fitrina

Potret Kedekatan Herfiza dan Donna Harun, Disebut Menantu & Ibu Mertua Idaman

Mom's Life Amira Salsabila

10 Penyebab Suami Istri Tidak Saling Bicara dan Cara Mengatasinya

Mom's Life Amira Salsabila

5 Potret Jihan Fahira & Primus Yustisio yang Kini Sama-sama Jadi Anggota Parlemen

Mom's Life Amira Salsabila

5 Potret Aaliyah Massaid & Thariq Halilintar Bareng Baby Arash, Wajahnya Bikin Penasaran

Parenting Amira Salsabila

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

5 Potret Fashion Style Idol K-Pop Tercantik Dunia, Jisoo BLACKPINK hingga Pharita BABYMONSTER

Chelsea Olivia & Glenn Alinskie Rayakan 18 Th Bersama, Tetap Romantis & Saling Umbar Pesan Mesra

10 Penyebab Suami Istri Tidak Saling Bicara dan Cara Mengatasinya

5 Potret Aaliyah Massaid & Thariq Halilintar Bareng Baby Arash, Wajahnya Bikin Penasaran

Posisi Spooning saat Hamil, Ini Manfaat dan Aturan Aman Melakukannya

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK