PARENTING
Psikolog Stanford Ungkap Cara agar Anak Punya Kecerdasan Emosional Tinggi
Nadhifa Fitrina | HaiBunda
Kamis, 18 Sep 2025 12:50 WIBSetiap orang tua pasti pernah menghadapi momen sulit saat anak tantrum di mal atau enggan bangun untuk berangkat sekolah. Situasi seperti ini sering kali membuat emosi Bunda ikut terpancing hingga ingin langsung memarahi anak.
Seorang psikolog dan pengajar klinis tambahan di Stanford University sekaligus penulis buku, Caroline Fleck mengatakan bahwa memarahi atau memberikan nasihat panjang lebar tidak selalu jadi cara yang terbaik, Bunda.
Menurutnya, orang tua sebaiknya lebih sering mendengarkan dan mengafirmasi perasaan anak yang sedang mereka rasakan. Anak pun akan merasa dimengerti sehingga lebih mudah untuk belajar mengendalikan emosinya.
"Hal terbesar yang bisa kita lakukan sebagai orang tua adalah menjadi lebih terampil dalam memvalidasi," ujar Caroline seperti dikutip dari CNBC Make It.
Ketika anak merasa didengar tanpa dipermalukan karena emosinya, mereka akan lebih terbuka untuk memperbaiki sikapnya. Dari sinilah, proses belajar kecerdasan emosional bisa berkembang lebih alami.
Ada beberapa cara yang bisa Bunda terapkan agar anak tumbuh dengan kecerdasan emosional yang tinggi berdasarkan penjelasan psikolog Caroline Fleck.
Validasi emosi anak
Psikolog Caroline Fleck mencontohkan cara ini lewat pengalamannya bersama sang anak. Caroline lebih memilih mendengarkan alasan putrinya daripada langsung memarahinya saat menolak mengerjakan pekerjaan rumah.
Ia menambahkan putrinya sering menggambarkan situasi seolah dirinya berteriak dan melempar barang. Padahal, kenyataannya hanya meminta untuk mengosongkan mesin pencuci piring.
"Dia akan memberi saya gambaran yang sangat tidak akurat tentang apa yang terjadi. Dia menggambarkan saya berteriak padanya dan melempar barang-barang, dan sebenarnya, saya memintanya untuk mengosongkan mesin pencuci piring," ujar Caroline Fleck.
Menurut Fleck, anak sering kali mengekspresikan rasa kesalnya dengan cara yang tidak sesuai kenyataan. Hal ini justru kesempatan bagi Bunda untuk memahami emosinya.
Melalui strategi ini, anak tetap belajar bertanggung jawab tanpa kehilangan rasa dimengerti. Bagi Bunda, pendekatan ini bisa membantu Si Kecil membangun kecerdasan emosional yang lebih sehat.
"Intinya memvalidasi emosi lalu fokus pada apa yang tidak valid, yaitu perilaku yang perlu diubah," jelasnya.
Rasa bersalah bisa menjadi sebuah motivasi
Profesor di Columbia Business School, Adam Galinsky menjelaskan anak yang emosinya sering diabaikan cenderung mudah merasa malu. Menurutnya, lingkungan seperti ini bisa sangat memengaruhi perkembangan emosional Si Kecil.
Rasa malu sebenarnya tidak bermanfaat karena justru dapat membuat anak merasa semakin terpuruk dan kehilangan rasa percaya dirinya. Sebaliknya, rasa bersalah bisa membawa dampak positif bagi anak.
Dengan rasa bersalah, anak terdorong untuk memahami kesalahan dan belajar memperbaiki perilakunya. Bunda pun bisa membantu anak menyalurkan perasaan ini supaya bisa menjadi sebuah motivasi.
Galinsky menekankan pentingnya membedakan rasa malu dan rasa bersalah pada Si Kecil. Anak yang memahami perbedaan ini cenderung lebih mampu mengelola emosinya secara sehat, Bunda.
"Rasa bersalah membawa pada perbaikan, tetapi rasa malu sering kali membawa pada penghindaran," kata Galinsky.
Nah itulah ulasan tentang cara yang bisa orang tua terapkan agar anak tumbuh dengan kecerdasan emosional yang tinggi. Dengan memisahkan perasaan anak dari tantrumnya, Bunda bisa mengajarkan bahwa frustrasi atau kecewa adalah hal yang wajar.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ndf/fir)