Jakarta -
Rasanya kesal ya Bun, saat kita sedang capek setelah seharian beraktivitas, kerjaan di rumah juga belum beres, eh si kecil malah marah-marah dan meledak-ledak. Rasanya ingin banget dimengerti sama anak. Tapi kita bisa berharap sebanyak apa sih, Bun, pada anak kecil?
Di suatu ketika anak kita tampak senang dan 'nyambung' sama kita sebagai orang tuanya. Tapi di saat yang lain bisa sangat bertentangan, di mana anak jadi
melawan dengan marah meledak. Hmm, sebenarnya apa sih penyebabnya?
Psikolog Aurora Lumban Toruan bilang anak sering melawan karenal pemikirannya yang lebih kritis. Tapi bisa juga dari pola asuh yang kurang konsisten dari orang tua.
"Misalnya tentang apa yang boleh dan tidak boleh, atau merasakan ketidakadilan dari perlakuan orang tua terhadap dirinya dengan saudaranya, dan bisa juga karena tidak diterapkannya pola aktivitas yang rutin," terang Aurora saat ngobrol dengan HaiBunda.
Pada anak sudah berusia pra remaja, banyak juga nih orang tua yang mengeluh anaknya jadi lebih sering
melawan. Kata Aurora, ini karena anak-anak pra remaja terdorong untuk menjadi dirinya sendiri. Mereka juga ingin dihargai tentang apa yang ia sukai atau apa yang menjadi minatnya, serta ingin mengambil keputusan sendiri.
"Selain itu sumber informasi, nasihat atau acuan penilaian akan suatu hal tidak lagi hanya mengandalkan orang tua atau keluarga, namun teman," lanjut Aurora.
Nah, anak pra remaja juga secara emosional sedang terjadi perubahan yang juga cukup intense, sehingga seperti roller coaster. Jadi maklum aja, Bun, kalau sekarang tenang dan nyambung sama kita, eh besok meledak-ledak. Ini karena perubahan-perubahan emosi yang dialami belum sepenuhnya bisa dipahami oleh anak, juga belum dikelola dan diekspresikan dengan baik.
"Anak juga sedang bereksperimen untuk mengetahui batasan yang diterapkan oleh orang tuanya," tambah Aurora.
 Yuk, Bun, Kenali Sebab-sebab Anak Melawan Orang Tua/ Foto: Thinkstock |
Menyikapi Anak yang MelawanAurora menyarankan kita sebagai orang tua untuk mendengar aktif saat anak sedang melawan dan meledak-ledak. Gimana tuh caranya? Mudah, Bun, sesederhana memberi perhatian dengan berhenti melakukan apa yang sedang kita kerjakan. Jadi kalau kita sedang menggunakan laptop, kita tutup dulu dan kita dengarkan anak.
Tapi kalau sedang nggak memungkinkan untuk meninggalkan kegiatan yang sedang kita lakukan, kita bisa meminta anak menunggu beberapa waktu untuk mendiskusikan hal ini. Yang penting, Bun, tunjukkan respek pada apa yang ingin anak sampaikan, meskipun berbeda dengan yang ada di pikiran kita.
Nggak gampang memang, tapi yuk kita coba untuk memahami sudut pandang anak. Setelah anak selesai menyampaikan, kita juga perlu terbuka menyampaikan perasaan dan pikiran kita. Pilih kata dan intonasi setenang mungkin ya, Bun. Jangan sampai kita menyampaikan dengan nada yang argumentatif.
"Selanjutnya, orang tua juga perlu menyampaikan hal-hal yang konstruktif, yaitu menyampaikan perasaan senang ketika anak sedang berhasil mengelola emosinya,
misalnya dengan tetap tenang, atau tidak berkata-kata kasar, saat mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan," lanjut Aurora.
Misalnya kita bisa berkata begini, Bun, "Bunda seneng tuh kamu bisa tetap tenang waktu adikmu tidak sengaja menyenggol dan membuat tugasmu harus diperbaiki," apresiasi semacam ini akan melekat di benak anak lho.
Yang lebih penting, kita sebagai orang tuanya perlu jadi role model ketika menghadapi perbedaan pendapat atau ketika mengalami hal yang tidak menyenangkan. Jadi kita perlu juga mengevaluasi apakah memang telah terjadi ketidak-konsistenan atas aturan yang kita tetapkan.
"Misalnya pada satu saat melarang dengan keras akan suatu hal, tapi di saat lain karena sibukdan sebag ainya orang tua bersikap permisif, atau mengizinkan tanpa banyak komentar atau aturan," ucap Aurora.
(Nurvita Indarini)