Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Ketika Anak-anak Harus Bertahan di Pengungsian Korban Tsunami

Muhayati Faridatun   |   HaiBunda

Selasa, 25 Dec 2018 08:55 WIB

Tsunami di pesisir Selat Sunda menelan begitu banyak korban. Tak terkecuali anak-anak yang harus tingggal sementara di pengungsian.
Ketika Anak-anak Harus Bertahan di Pengungsian Korban Tsunami/ Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta - Keterangan terakhir yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui situs resminya menyebutkan, data sementara dampak bencana tsunami yang menerjang pantai di Selat Sunda, hingga Senin (24/12/2018) pukul 17.00 WIB, tercatat 373 orang meninggal dunia, 1.459 orang luka-luka, 128 orang hilang.

Bunda, tentu bisa membayangkan betapa banyaknya korban masih hidup yang harus rela tinggal di pengungsian lantaran rumah mereka hancur diterjang tsunami. BNPB memaparkan, jumlah pengungsi yang semula 11.453 orang, saat ini berkurang menjadi 5.361 orang. Berkurangnya pengungsi, menurut BNPB, karena mereka kembali ke rumahnya setelah sebelumnya ada isu tsunami susulan.


Dikutip dari detikcom, kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, jadi salah satu wilayah yang terdampak tsunami di Selat Sunda. Warga pun terpaksa mengungsi di lapangan futsal. Sedih Bun, melihat anak-anak harus tidur beralaskan tikar ataupun terpal dan selimut seadanya. Seorang ibu bahkan sempat pingsan dan langsung ditangani di posko pengungsian.

Ya, mereka berusaha tegar menghadapi cobaan. Mereka tetap melempar senyuman dan tak melupakan kewajiban beribadah. Bantuan pun terus mengalir berupa pakaian dan juga perlengkapan salat.

Pemandangan yang sungguh ironi, ketika melihat anak-anak asyik bermain di lokasi pengungsian. Tetap dengan keceriaan, mereka menghidupkan suasana pengungsian seakan melupakan kesedihan yang dirasakan akibat bencana.
Ketika Anak-anak Harus Bertahan di Pengungsian Korban TsunamiAnak-anak di pengungsian korban tsunami Selat Sunda/ Foto: Rifkianto Nugroho
Sementara itu, Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa tsunami Selat Sunda dipicu longsor ke laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau. BMKG pun memprediksi masih ada potensi gelombang tinggi, sehingga mengimbau masyarakat untuk tidak beraktivitas di pesisir Banteng hingga 26 Desember.

"Masyarakat perlu waspada, dalam beberapa hari ke depan ini kami masih imbau, kami sudah sampaikan bahwa sampai tanggal 26 Desember adanya gelombang tinggi," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, saat jumpa pers di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta, Senin (24/12/2018).

Belum dapat dipastikan juga sampai kapan anak-anak itu harus bertahan di pengungsian. Psikolog klinis, Christina Tedja MPsi, mengatakan bahwa anak-anak korban bencana pasti akan mengalami dampak secara psikologis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau depresi.

"Bagi korban, ketakutan adalah hal yang wajar. Tanggapan setiap anak yang traumatik juga berbeda beda, ada yang cepat pulih ada pula yang pulih lebih lama," kata psikolog yang akrab disapa Tina.


Menurut Tina, proses penyembuhan yang dilakukan bisa bermacam-macam. Tapi, biasanya proses ini berfokus pada:

1. Mengajak korban untuk belajar menenangkan diri secara mandiri.
2. Mengajak korban untuk menerima dan membuka diri dengan lingkungan sosial, agar korban tidak menarik diri.
3. Mengajak korban untuk berbagi perasaan, sehingga korban tidak merasa sendiri.
4. Kembali menjalani aktifitas sehari-hari dengan produktif.

"Batasannya adalah apabila perasaan sedih dan ketakutannya telah menggangu kehidupan si anak, dan menimbulkan perasaan tidak nyaman pada proses pemulihan tersebut, maka perlu penanganan profesional," tutup Tina.

Demi keselamatan anak-anak dan semua korban tsunami Selat Sunda, mari kita doakan agar mereka tetap tabah menghadapi cobaan ini. Semoga uluran bantuan dari berbagai pihak bisa mendorong mereka untuk segera pulih.

(muf/muf)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda