Jakarta -
Kondisi janin tidak berkembang atau dalam istilah medis disebut
kehamilan kosong (blighted ovum) bisa terjadi pada ibu hamil. Penyebabnya beragam, mulai dari kelainan genetik, malnutrisi, atau fungsi plasenta yang menurun.
Menurut dr.Sita Ayu Arumi, Sp.OG, ketika janin tidak berkembang di trimester awal, penyebabnya bisa karena faktor genetik, riwayat pembedahan, pengentalan darah, dan infeksi. Untuk mengatasi kondisi ini perlu dilihat dulu penyebab mengapa perkembangan janin bisa terhambat.
"Bisa juga karena air ketubannya menipis, fungsinya menurun. Fungsi plasentanya terganggu, sehingga asupan nutrisi terhambat, berat badan bayi akhirnya tidak bertambah," tutur Sita, dikutip dari
detikcom.
Senada dengan Sita, menurut dr.Nurwansyah, Sp.OG,
hamil kosong 99 persen disebabkan kromosom yang tidak bagus. Kromosom tidak bagus bisa karena faktor keturunan atau kebetulan tidak bagus.
"Embrio yang bisa bertahan disebabkan karena plasenta yang bagus. Pada plasenta, ada satu area tertentu yang mungkin bisa berdarah di satu sisi, sedangkan sisi lainnya masih bagus. Meski begitu, tetap harus diperiksa ke dokter untuk mengetahui apa penyebab perdarahan." ujar Nur.
Saat hamil kosong, hormon hCG (
human chorionic gondotropin) dapat terus meningkat karena plasenta bisa tumbuh, bahkan saat embrio tidak ada. Untuk alasan ini, tes ultrasound biasanya diperlukan untuk mendiagnosis, serta memastikan bahwa kantong kehamilan kosong.
"Jika sampai terjadi keguguran dan janin sudah bisa keluar di rumah, tetap lakukan USG guna mengetahui ada sisa apa enggak. Kalau
nggak ada sisa, ya enggak kuret enggak apa-apa," kata Nur.
Jika bersisa, maka harus lakukan tindakan kuret. Karena jika tidak, bisa menimbulkan risiko kanker atau berdarah terus-menerus hingga sulit hamil.
Dr.Jolinda Johary menjelaskan, dalam istilah medis, kuret disebut
Dilatation and Curettage (D&C) atau prosedur dimana serviks diperluas (dilatasi). Sehingga, lapisan rahim (endometrium) dapat dilepas dengan instrumen berbentuk sendok yang disebut kuret.
Alasan tindakan kuret dilakukan pun beragam, di antaranya untuk membersihkan jaringan sisa pada rahim setelah keguguran dan juga untuk menghilangkan potongan-potongan kecil plasenta setelah melahirkan, yang dapat membantu pencegahan infeksi dan perdarahan berat. Selain itu, kuret membantu mendiagnosis atau mengobati pertumbuhan seperti fibroid, polip, atau kanker rahim.
Adakah risiko akibat tindakan kuret?
Profesor kedokteran reproduksi di University of California, San Diego, Sierra Washington, M.D., MSC, FACOG, menjelaskan bahwa risiko kuret tergantung pada seberapa lama kehamilan dan seberapa banyak jaringan yang harus dihilangkan. Namun sejauh ini, tindakan kuret terbilang aman dan tidak memengaruhi kesuburan wanita di masa depan, selama ditangani dokter yang tepat.
"Beberapa komplikasi yang paling umum dari prosedur kuret, termasuk infeksi pasca operasi, yaitu memiliki lubang di rahim, atau jaringan parut rahim. Dan semakin banyak prosedur kuret yang dilakukan seorang wanita, semakin tinggi risiko komplikasinya," jelas Washington, seperti dilansir
Parent.
Total waktu pemulihan dari prosedur
kuret sendiri sekitar dua minggu. Sebagian besar wanita akan mengalami rasa sakit dan kram pasca operasi, yang biasanya berlangsung 3 hingga 4 hari, dan akan ada bercak yang keluar hingga dua minggu.
(yun)