Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

trending

Mengenal Happy Hypoxia, Kondisi yang Ternyata Mengancam Nyawa Pasien Corona

Yuni Ayu Amida   |   HaiBunda

Senin, 07 Sep 2020 18:41 WIB

ERLANGEN, GERMANY - APRIL 27: A recovered Covid-19 patient donates blood plasma for research into Covid-19 antibodies at the medical researcher of the German Center for Immunity Therapy (das Deutsche Zentrum Immuntherapie, or DZI) at the University Hospital Erlangen during the novel coronavirus crisis on April 27, 2020 in Erlangen, Germany. The DZI is among several research facilities across Germany conducting research and tests over whether blood plasma that contains the antibodies from recovered Covid-19 patients might provide a therapy for other Covid-19 patients still battling with the disease. Germany currently has over 150,000 confirmed cases of Covid-19 infection, 103,000 people have recovered and approximately 6,000 people have died. (Photo by Alexander Hassenstein/Getty Images)
Mengenal Happy Hypoxia, Kondisi yang Ternyata Mengancam Nyawa Pasien Corona/ Foto: Getty Images/Alexander Hassenstein
Jakarta -

Beberapa pasien COVID-19 belakangan ini didapati mengalami silent hypoxemia atau lebih dikenal happy hypoxia. Kondisi yang disebut-sebut bisa mengancam keselamatan pasien karena sifatnya fatal. Sebenarnya apa itu happy hypoxia?

Melansir Medical News Today, hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah. Ketika kadar oksigen darah mulai berkurang, seseorang mungkin mengalami sesak napas, yang juga disebut dispnea. Jika kadar oksigen dalam darah terus menurun, organ-organ mungkin mati, dan masalahnya menjadi mengancam nyawa.

Sementara itu, silent hypoxemia atau happy hypoxia adalah kurangnya kadar oksigen dalam darah namun tidak disertai gejala atau keluhan pada organ tubuh lain. Nah, beberapa pasien virus Corona dengan happy hypoxia tidak mengalami tanda atau ciri bahwa kadar oksigen dalam tubuh mereka telah turun ke tingkat berbahaya, jadi meskipun saturasi oksigen mereka di bawah 90 persen, mereka tetap bisa bernapas normal.

"Silent hypoxemia terjadi pada pasien virus corona ketika ada area paru-paru di mana ventilasi cukup normal, tetapi ada beberapa penyakit sehingga mereka memiliki kadar oksigen yang lebih rendah," kata dr.David Hill, spesialis paru di Waterbury dan juru bicara American Lung Association, dilansir Today.

"(Pasien-pasien ini) akan tetap memiliki fungsi paru-paru yang cukup baik dalam hal bagaimana paru-paru bergerak sehingga mereka mampu mengeluarkan karbon dioksida dengan baik sehingga mereka tidak mengalami sesak napas," tambahnya.

Lebih lanjut, menurut dr. Udit Chaddha, asisten profesor paru dan perawatan kritis di Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York happy hypoxia sebenarnya bukanlah hal baru atau spesifik untuk virus Corona. Chaddha biasanya menemukan antara dua dan empat dari 10 pasien Corona mengalami happy hypoxia sampai batas tertentu.

Ketika pasien dengan happy hypoxia mendapat perawatan medis, mereka biasanya mengalami gejala virus Corona selama lima hingga tujuh hari, kata Hill. Sementara itu waktu 'terburuk' untuk hipoksemia, diam atau tidak, pada pasien virus Corona adalah sekitar hari ke 10 infeksi.

Para ahli ini sepakat bahwa tidak ada karakteristik atau kriteria yang menentukan apakah seseorang berisiko lebih tinggi mengalami happy hypoxia. Mereka dapat dirawat dengan ventilator, tetapi biasanya strategi lain didahulukan, seperti dengan mesin CPAP atau menyesuaikan posisi tubuh.

Lalu, apa dampak happy hypoxia pada tubuh?

Chaddha menekankan bahwa adanya happy hypoxia tidak menentukan prognosis pasien virus Corona. Misalkan pasien A mengalami happy hypoxia, sedangkan pasien B hipoksemia, tidak berarti pasien A lebih buruk daripada pasien B, atau sebaliknya.

"Ini tidak berarti bahwa pasien A akan mengalami hal buruk atau baik, atau pasien b akan mengalami hal buruk atau baik. Jika pasien B lebih sesak napas, mungkin berarti ada hal lain yang terjadi," paparnya.

Hanya saja happy hypoxia ini bisa berbahaya jika pasien tidak segera ditangani. Biasanya seseorang yang mengalami hypoxia akan menunjukkan gejala seperti sesak napas, gelisah, hingga tubuh melemah, sebelum kondisi makin memburuk. Sementara yang mengalami happy hypoxia seolah-olah bisa mentolerir kondisi tubuhnya, jadi tidak terlihat gejala penurunan oksigen, sampai nantinya kondisi memburuk.

Itu sebabnya Chaddha merekomendasikan untuk selalu memantau kadar oksigen tubuh, entah itu menggunakan alat ataupun pemeriksaan ke rumah sakit, terutama untuk yang mengalami Corona. Hal ini agar jika terjadi happy hypoxia, maka cepat ditangani.

Simak juga tips aman ngantor di masa pandemi dalam video ini:

[Gambas:Video Haibunda]



(yun/kuy)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda