Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

trending

Mesir Setujui RUU Anti-sunat Perempuan Baru, Perberat Hukuman Pelaku

Asri Ediyati   |   HaiBunda

Selasa, 23 Mar 2021 18:41 WIB

white paper with text Stop Fgm with clothespins on white background
Ilustrasi kampanye anti sunat perempuan/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Alena Butor

Di beberapa negara khususnya di benua Afrika, kerap dilakukan sunat perempuan atau dikenal sebagai female genital mutilation (FGM). Mengapa ada sunat perempuan? Sunat yang dilakukan pada anak perempuan ini disebutkan termasuk campuran faktor sosiokultural dalam keluarga dan komunitas.

Salah satu negara yang terdapat cukup banyak praktik sunat perempuan ini adalah Mesir. Ya, dilansir laman resmi UNFPA Mesir, menurut Survei Demografi dan Kesehatan Nasional (DHS) 2014, 92 persen wanita menikah Mesir berusia antara 15 dan 49 telah menjalani FGM, 72 persen di antaranya oleh dokter.

Belum lama ini Senat Mesir (Majelis Tinggi Parlemen), yang diketuai oleh Pembicara Konselor Abdel, akhirnya menyetujui rancangan undang-undang yang mengubah beberapa ketentuan KUHP No. 58 tahun 1937 tentang pengetatan hukuman bagi sunat perempuan (FGM).

Rancangan undang-undang yang telah disusun dan diajukan oleh pemerintah dan telah disetujui pada rapat paripurna tersebut bertujuan untuk menghadapi fenomena FGM yang menekankan bahwa tindak pidana tersebut melanggar kesucian badan.

Mengutip Egypt Today, FGM adalah salah satu kejahatan & pelanggaran terburuk yang mempengaruhi perempuan secara psikologis dan fisik. Oleh karena itu, memerangi FGM adalah salah satu komitmen hukum dan konstitusional utama dari Pemerintah Mesir.

banner resep tahu

Amandemen baru tersebut menetapkan bahwa siapa pun yang melakukan sunat perempuan non-Yahudi dengan menghilangkan sebagian dari alat kelamin perempuan atau memodifikasi, memutilasi, atau melukai organ-organ tersebut akan dihukum dengan penjara untuk jangka waktu tidak kurang dari lima tahun.

Jika kejahatan menyebabkan cacat permanen, hukumannya adalah penjara untuk jangka waktu tidak kurang dari 7 tahun dengan kerja paksa. Jika tindakan tersebut menyebabkan kematian, hukuman penjara harus untuk jangka waktu tidak kurang dari 10 tahun.

Berbeda lagi jika pelakunya adalah seorang dokter atau perawat. Baca kelanjutannya di halaman berikut ya, Bunda.

Simak juga video nama bayi perempuan bermakna anggun:

[Gambas:Video Haibunda]




HUKUMAN BAGI DOKTER DAN PERAWAT PELAKU FGM SESUAI AMANDEMEN BARU

white paper with text Stop Fgm with clothespins on white background

Ilustrasi kampanye anti sunat perempuan/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Alena Butor

Sesuai dengan amandemen baru juga, jika pelaku sunat perempuan adalah seorang dokter atau perawat, dia akan menerima hukuman penjara yang ketat (dari 3 sampai 15 tahun penjara).

Jika kejahatan mengakibatkan cacat permanen, hukumannya adalah penjara tidak kurang dari 10 tahun dengan kerja keras, tetapi jika tindakan tersebut menyebabkan kematian, hukumannya tidak kurang dari 15 tahun dan tidak lebih dari 20 tahun.


Selain itu, pengadilan akan memutuskan untuk memberhentikan pelaku dari jabatannya untuk jangka waktu tidak lebih dari 5 tahun jika kejahatan itu dilakukan karena alasan yang berhubungan dengan pekerjaannya.

Fasilitas tempat tindak pidana juga akan ditutup untuk jangka waktu yang sama dimana pelaku akan diskors dari pekerjaannya.

Nah, sejak Mesir berupaya melawan sunat perempuan ini, persentase FGM mengalami penurunan. Tadi disebutkan di 2014 berada di angka 92 persen untuk kelompok umur 15-49. Lalu, di 2015 menurut menjadi 87,2 persen.

Dan harapannya hingga 2021 ini, angka FGM terus menurun. Lantas, mengapa sunat perempuan atau FGM ini tidak dianjurkan? Baca kelanjutannya di halaman berikut.

PENJELASAN WHO SOAL SUNAT PEREMPUAN YANG TAK BAWA MANFAAT

soft focus parent hold the little child hand during sunset, warm tone.

Ilustrasi berpegangan tangan/ Foto: iStock

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sunat perempuan atau FGM terdiri dari semua prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin wanita bagian luar, atau cedera lain pada alat kelamin wanita karena alasan non-medis.

Praktik tersebut sebagian besar dilakukan oleh para penyunat tradisional, yang kerap memainkan peran sentral lainnya dalam masyarakat, seperti saat melahirkan.

"Di banyak tempat, penyedia layanan kesehatan melakukan FGM karena keyakinan bahwa prosedurnya lebih aman jika dilakukan pengobatan. WHO sangat mengimbau penyedia layanan kesehatan untuk tidak melakukan FGM," demikian bunyi pernyataan di laman resmi WHO.

FGM diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi anak perempuan dan perempuan. Ini mencerminkan ketidaksetaraan yang mengakar antara jenis kelamin, dan merupakan bentuk diskriminasi ekstrem terhadap perempuan.

Sunat perempuan hampir selalu dilakukan pada anak di bawah umur dan merupakan pelanggaran hak anak. Praktik ini juga melanggar hak seseorang atas kesehatan, keamanan dan integritas fisik, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, dan hak untuk hidup ketika prosedur tersebut mengakibatkan kematian.

FGM tidak memiliki manfaat kesehatan, dan merugikan anak perempuan dan perempuan dalam banyak hal. Ini melibatkan pengangkatan dan perusakan jaringan alat kelamin wanita yang sehat dan normal, dan mengganggu fungsi alami tubuh anak perempuan dan wanita.

Secara umum, risiko FGM meningkat dengan meningkatnya keparahan (sesuai dengan jumlah jaringan yang rusak), meskipun semua bentuk FGM dikaitkan dengan peningkatan risiko kesehatan.


(aci/kuy)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda