Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

trending

Di Balik Mendunianya 'Cantik Itu Luka' & Eka Kurniawan Panen Penghargaan Internasional

Annisa A   |   HaiBunda

Minggu, 10 Oct 2021 10:31 WIB

Eka Kurniawan
Eka Kurniawan Penulis Cantik Itu Luka (Foto: Grandyos Zafna/detikcom)

Nama Eka Kurniawan tengah ramai diperbincangkan. Karya novelnya yang bertajuk Cantik Itu Luka menjadi perdebatan warganet di dunia maya.

Seorang pengguna Twitter menyoroti kalimat dari novel Cantik Itu Luka hingga menjadi sebuah kontroversi. Kutipan tersebut berbunyi, "Semua perempuan itu pelacur sebab seorang istri baik-baik menjual kemaluannya demi masa kawin dan uang belanja, atau cinta jika itu ada."

Menanggapi komentar netizen, Eka Kurniawan mempertanyakan kembali apakah netizen tersebut sudah membaca novelnya atau belum. Pasalnya, kutipan itu hanya sebagian kecil dari buku best seller yang meraih penghargaan perdana World Readers pada 2016.

Cantik Itu Luka mengangkat kisah seorang perempuan di masa kolonial. Perempuan itu bernama Dewi Ayu yang dibesarkan menjadi seorang pelacur karena parasnya yang cantik.

Janin Menangis di Kandungan

Buku ini diterjemahkan ke dalam 24 bahasa yang juga dikenal dengan judul Beauty Is a Wound. Di Indonesia, novel ini pertama kali diterbitkan pada 2002 atas kerja sama Akademi Kebudayaan Yogyakarta dan Penerbit Jendela.

"Aku tidak pernah menduga akan mendapat apresiasi seperti itu. Karyaku diterbitkan dan kemudian diterjemahkan saja bagi aku sudah luar biasa," ungkap Eka Kurniawan, dikutip darai detikcom.

Di balik kesuksesan Cantik Itu Luka, Eka Kurniawan melewati perjuangan panjang untuk menerbitkan novel tersebut di Indonesia, Bunda.

Bagi penulis asal Tasikmalaya itu, menerbitkan Cantik Itu Luka di dalam negeri lebih sulit ketimbang membawanya ke kancah internasional. Novel tersebut pernah ditolak oleh empat penerbit Tanah Air.

Pada saat ingin menerbitkan Cantik Itu Luka, Eka Setiawan bertemu dengan sang editor. Namun ia ditolak dengan alasan bahwa novel tersebut kurang memiliki bobot sastra.

Sang editor menilai Cantik Itu Luka tidak dapat bersanding dengan jajaran novel-novel sastra populer seperti karya Mangunwijaya, Kuntowijoyo, dan Ahmad Tohari. Ia mengatakan, Cantik Itu Luka tak masuk ke dalam kriteria sastra yang bagus, Bunda.

Karyanya dibanding-bandingkan dengan ketiga sastrawan itu, Eka Setiawan mengaku belum pernah membaca karya mereka. Pria kelahiran 28 November 1975 ini mengaku sangat jarang membaca karya sastra karangan penulis Tanah Air.

Satu-satunya sastrawan Indonesia yang sangat diikuti Eka adalah Pramoedya Ananta Toer. Seblebihnya, ia hanya pernah membaca karya sastra yang dibaca ketika remaja, seperti novel karangan Fredy S., Asmaraman Kho Ping Hoo, novelis cerita horor Abdullah Harahap, dan penulis novel dewasa Enny Arrow.

Dalam menulis suatu karya, Eka Kurniawan punya gaya khas yang didapatinya dari tokoh sastrawan dunia. Baca di halaman selanjutnya, Bunda.

[Gambas:Video Haibunda]



BUKU YANG MENDUNIA

Penulis Eka Kurniawan

Eka Kurniawan Penulis Cantik Itu Luka (Foto: Grandyos Zafna/detikcom)

Deretan nama-nama penulis dunia menginspirasi Eka Kurniawan dalam berkarya, Bunda. Ia selalu membayangkan untuk menggabungkan kisah horor dan silat yang dibumbui dengan unsur romansa. Jejak para penulis dunia sangat kental ditemukan pada gaya menulisnya.

Eka bercerita, Tokoh Sodancho dalam novel Cantik Itu Luka terinspirasi dari sosok pahlawan Nasional yaitu Supriyadi, pasukan Pembela Tanah Air (Peta) yang hilang. Namun Eka Kurniawan membawakannya dengan gaya penulis dunia Gabriel Garcia Marquez.

Eka Setiawan 'melahirkan' tokoh Sodancho seperti Gabriel Garcia Marquez menulis tokoh Jenderal Simon Bolivar dalam The General in His Labyrinth.

Setelah empat kali ditolak oleh penerbit Tanah Air, akhirnya Eka mampu menerbitkan Cantik Itu Luka pada 2002 silam. Tak lama kemudian, novelnya diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul Beauty Is a Wound oleh Annie Tucker.

Novel karangan Eka Kurniawan berhasil dibawa ke luar negeri lewat penerbit Amerika Serikat, New Directions. Novel ini rupanya sukses mencuri atensi masyarakat di Negeri Paman Sam.

Beauty Is a Wound masuk ke dalam daftar 100 buku terkemuka The New York Times pada November 2015. Kemudian pada 22 Maret 2016, Eka menyabet penghargaan World Readers Award atas karya sastranya itu.

Beauty Is a Wound digadang-gadang sebagai novel yang gelap namun menghibur. Novel ini disebut sebagai karya yang mampu mencengkeram pembacanya sejak dari bagian pembuka dengan kalimat yang menggetarkan.

Sempat ditolak oleh empat penerbit dalam negeri, novel Cantik Itu Luka berhasil disandingkan dengan karya-karya Gabriel Garcia Marquez dan Fyodor Dostoevsky oleh para kritikus.

Ketika novelnya bolak-balik ditolak, ada seseorang yang berhasil meyakinkannya untuk membawa Cantik Itu Luka ke luar negeri. Baca di halaman berikutnya.

DAPAT DUKUNGAN

Penulis Eka Kurniawan

Eka Kurniawan Penulis Cantik Itu Luka (Foto: Grandyos Zafna/detikcom)

Benedict Richard O'Gorman Anderson, seorang profesor dari Cornell University turut andil dalam kesuksesan Cantik Itu Luka di kancah internasional. Ia berkali-kali meyakinkan Eka bahwa novelnya layak diterbitkan di luar negeri.

Suatu hari, staf Universitas Cornell di New York, Amerika Serikat, menghubungi Eka lewat e-mail. Mereka mengabarkan bahwa profesor yang akrab disapa Ben itu ingin menemuinya. Dalam pertemuan itu, Ben banyak membicarakan buku Cantik Itu Luka.

"Dia sudah baca dua novelku. Dia tanya-tanya kapan aku mulai nulis, bagaimana belajar sastra, gitu-gitu. Lainnya ngalor-ngidul," kata Eka.

Pertemuan mereka berlanjut hingga lebih dalam. Setahun setelah pertemuan itu, Ben menerjemahkan cerita pendek Eka yang bertajuk Corat-coret di Toilet. Ia juga menerjemahkan cerpen Eka yang lain, Jimat Sero.

Sastrawan itu mengaku ingin menerjemahkan Cantik Itu Luka, namun ia tidak sanggup. Sampai akhirnya datang Tariq Ali, editor jurnal politik The New Left Review.

Tariq Ali direkomendasikan oleh Ben untuk menerbitkan buku Eka. Ia juga memberikan pujian atas karya sastra tersebut.

"Sangat mengesankan," puji Tariq Ali untuk buku Cantik Itu Luka.

Pada mulanya, Eka merasa sangat minder untuk menerbitkan bukunya di luar negeri. Apalagi ia tidak punya preferensi tentang karya sastra yang diterjemahkan ke luar negeri secara masif.

Namun ketika sudah mendapat lampu hijau untuk menerbitkan karyanya di luar negeri, Eka Kurniawan akhirnya mengambil kesempatan itu.

"Ya, aku pikir dalam hati mungkin bukuku layak untuk diterbitkan. Ya sudah deh, cobain," ujarnya.


(anm/som)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda