
trending
Soroti Kekerasan pada Perempuan di Turki, Film Dying to Divorce Masuk Oscar 2022
HaiBunda
Selasa, 04 Jan 2022 16:00 WIB

Kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di dunia layaknya fenomena gunung es. Namun, film dokumenter Inggris Dying to Divorce ini setidaknya membuka mata setiap orang bahwa kekerasan pada perempuan itu nyata terjadi dan bahkan, sangat kejam.
Difilmkan selama lima tahun oleh produser Sinead Kirwan dan sutradara Chloe Fairweather, film ini berkisah tentang kesaksian dua wanita Turki yang menjadi korban pelecehan, Arzu Boztas dan Kubra Eken.
Mengutip The Guardian, Dying to Divorce dirilis bertepatan dengan '16 Hari Aktivisme', kampanye PBB melawan kekerasan gender, Bunda.
Film dokumenter ini juga mengikuti kisah Ipek Bozkurt, seorang pengacara perempuan pemberani di Turki yang memerangi budaya kekerasan melalui pengadilan, dan Aysen Kavas, seorang aktivis hak-hak perempuan.
Diceritakan dalam film, Arzu Boztas merupakan seorang ibu rumah tangga dan memiliki enam anak. Ia menikah pada usia 14 tahun di Anatolia tengah, di mana lingkungan yang ia tinggali itu konservatif.
Arzu menjadi cacat setelah ditembak dari jarak dekat enam kali di lengan dan kakinya ketika dia meminta cerai kepada suaminya. Kisah Arzu benar-benar menguras emosi, terdapat perkataan ayah konservatifnya yang tampaknya menyesal usai memberikan izin untuk pernikahan dini tersebut.
"Saya menghancurkan kehidupan anak-anak saya hanya untuk menjaga tradisi," tutur sang ayah, dalam film tersebut, dikutip dari Arab News.
Sementara, Kubra Eken adalah presenter TV asal Turki yang sukses di Bloomberg News di London. Ia mengalami kekerasan oleh suaminya. Dipukul beberapa kali di kepala oleh suaminya, dua hari setelah melahirkan putri mereka.
Kubra pun menderita pendarahan otak yang serius dalam serangan yang selama bertahun-tahun yang mempengaruhi kemampuannya untuk berbicara dan berjalan, meskipun suaminya menyalahkan situasinya pada operasi caesar yang dia lakukan.
Terungkap pada film dokumenter tersebut, betapa sulitnya menuntut keadilan atas apa yang terjadi. Baca kelanjutannya di halaman berikut.
Simak juga alasan korban pelecehan seksual sering disalahkan:
KORBAN KESULITAN TUNTUT KEADILAN
ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/kieferpix
Kedua korban, Arzu dan Kubra mengalami kesulitan untuk menuntut keadilan atas apa yang terjadi pada mereka dan mendapatkan hak asuh bagi anak-anak mereka. Akan tetapi dengan bantuan pengacara dan aktivis di Turki, mereka akhirnya memenangkan kemenangan hukum setelah bertahun-tahun berjuang melalui pengadilan.
Walaupun berasal dari lingkungan sosial budaya yang berbeda, para perempuan korban kekerasan ini bersatu untuk menceritakan kisah mereka kepada dunia.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pembunuhan perempuan tetap menjadi masalah utama di Turki di mana 38 persen wanita mengalami pelecehan oleh pasangan mereka.
Namun, untungnya, dalam beberapa tahun terakhir, lebih banyak perempuan di Turki yang maju untuk memperjuangkan keadilan atas kekerasan dalam rumah tangga dan untuk perubahan undang-undang untuk melindungi mereka.
Film tersebut, diketahui diputar di bioskop Inggris. Film itu juga telah menerima beberapa penghargaan dan nominasi di festival film Eropa dan dinominasikan untuk Penghargaan Film Independen Inggris, Bunda.
Selain mendapat nominasi di festival film Eropa, film dokumenter Dying to Divorce juga dikabarkan dipilih oleh Inggris untuk masuk Oscar 2022. Baca kelanjutannya di halaman berikut.
MASUK OSCAR 2022
Sutradara Chloe Fairweather/ Foto: Instagram @dyingtodivorcefilm
Tak hanya mendapat nominasi di festival film Eropa, film dokumenter yang mencatat upaya para aktivis yang bekerja untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan di Turki ini telah dipilih sebagai perwakilan resmi Inggris untuk kategori Film Fitur Internasional Terbaik di Academy Awards.
Fairweather, sang sutradara, sempat merasa bahwa film ini tidak mungkin diselesaikan. Namun, dengan bantuan partnernya, Sinead, ia lega film ini berhasil diproduksi.
Mendengar film tersebut terpilih untuk mewakili Inggris dalam dua kategori di Academy Awards ke-94 sungguh mengejutkan.
"Kami benar-benar terkejut. Saya seperti: 'Apa? Apa? Serius?' " kata Chloe, dikutip dari BBC.
"Anda merasa seperti Anda sedikit outlier ketika Anda membuat film dengan cara ini, benar-benar seperti, benar-benar underdog jadi kami benar-benar terkejut tetapi juga sangat senang bahwa film akan mendapatkan pengakuan dengan cara ini dan pasti bahwa masalah akan diakui sebagai masalah yang sangat penting."
Mengutip Screen Daily, di 2021, Inggris tidak mengirimkan fitur dalam kategori Film Fitur Internasional Terbaik. Untuk Oscar 2020, Inggris mengirimkan debut sutradara Chiwetel Ejiofor, The Boy Who Harnessed The Wind berbahasa Chichewa.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Trending
Rasa Bersalah Okan Kornelius saat Sang Putra Jadi Korban Kekerasan Mantan Istri Kedua

Trending
Alasan Cut Intan Nabila Tutupi Kasus KDRT Sang Suami Selama 5 Th, Ternyata..

Trending
Tangis dan Pesan Haru Ibunda di Pusara 4 Anak Korban Kasus Puas Bunda Tx for All di Jagakarsa

Trending
5 Fakta Aya Canina Eks Vokalis Amigdala, Ungkap Kekerasan Pacar Toxic

Trending
Kakak Chelsea Olivia Dilaporkan, Diduga Pukuli Istri Karena Cemburu


8 Foto
Trending
7 Cuplikan Bocoran My Name is Loh Kiwan, Film Baru Song Joong Ki yang Tayang 1 Maret
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda