Eksem

Bundapedia

Dermatitis Atopik

Tim HaiBunda   |   Haibunda

Dermatitis atopik menjadi penyakit yang rentan dialami anak-anak. Biasanya, penyakit ini muncul beberapa bulan setelah kelahirannya.

Bayi yang terlahir sehat, bisa mengalami dermatitis atopik di kemudian hari. Bunda perlu tahu apa saja faktor pemicunya, hingga cara merawat bayi dengan dermatitis atopik.

Sehingga tidak salah langkah, termasuk pemberian obat yang tidak tepat. Simak ulasan selengkapnya berikut ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dermatitis atopik

Dermatitis atopik (DA) atau eksim atopik merupakan penyakit atau kelainan kulit paling umum pada anak, terutama pada bayi. Menurut DR.dr. Aryono Hendarto, SpA(K),MPH, Dermatitis Atopik bisa didefinisikan sebagai alergi yang gejalanya terdapat pada kulit dan sebagian besar berupa eksim sehingga umumnya tidak berbahaya.

Dermatitis atopik adalah salah satu masalah kulit bayi yang membutuhkan penanganan khusus. Pada kulit bayi yang mengalami Dermatitis umumnya akan terasa gatal dan berwarna kemerahan. Ruam cenderung timbul dan hilang, tetapi kemudian kembali lagi, Bunda.

Mengutip Science Direct, Dermatitis Atopik mempengaruhi hingga 2,4 persen dari populasi di seluruh dunia. Prevalensinya bervariasi secara substansial di antara berbagai negara. Misalnya, prevalensi DA dewasa adalah 4,9 persen di Amerika Serikat dan 2,1 persen di Jepang.

Lalu, prevalensi dermatitis atopik pada anak-anak setinggi 20 persen di beberapa negara, seperti Swedia. Meskipun DA terkadang dianggap relatif tidak berbahaya, anak-anak dengan DA hadir dengan penurunan kualitas hidup, serupa gangguan kronis serius lainnya, seperti cystic fibrosis dan penyakit ginjal.

Penyebab dermatitis atopik

Female hand applying the cream on baby's faceIlustrasi Dermatitis Atopik pada Anak/ Foto: istock

Dermatitis atopik terjadi akibat interaksi multifaktorial, yaitu faktor genetik (keturunan), lingkungan, gangguan fungsi sawar (pelindung) kulit, faktor imunologik, dan infeksi. Berikut uraiannya:

1. Riwayat keluarga dan faktor genetik

Anthony Handoko, Sp.KK, FINDV mengatakan riwayat keluarga dan faktor genetik berperan. Misalnya, ada keturunan dari ayah dan bunda, maka akan kemungkinan anak terkena Dermatitis Atopik.

2. Daya tahan menurun

Daya tahan menurun biasanya karena kelelahan. Menurut Anthony, apabila tubuh terlalu lelah biasanya merangsang dermatitis atopik.

3. Debu, serbuk kayu, serbuk gypsum, semen

Jika di rumah sedang ada renovasi, bayi bisa saja terpapar bahan bangunan, dan akhirnya tercetus dermatitis atopik pada anak. Lalu, bisa juga jika di lingkungan tetangganya sedang renovasi, terpapar debu-debu atau serbuk kayu.

4. Bulu hewan peliharaan

Jangan sepelekan bulu hewan peliharaan. Si Kecil bisa mengalami dermatitis atopik karena bulu hewan peliharaan di rumah. Walaupun, hewan peliharaan di rumah sering dimandikan, Bunda.

"Banyak yang pelihara kucing anjing, kelinci, burung, kadang-kadang itu juga bisa merangsang dermatitis atopik," ujar Anthony.

5. Cuaca

Cuaca memegang peran penting, kata Anthony, orang yang memiliki dermatitis atopik ini tak terlalu cocok di suhu yang terlalu panas, dingin, dan perubahan cuaca ekstrem.

"Biasanya dialami anak karena baru pulang dari liburan, misalnya liburan ke negara empat musim tiba-tiba kembali ke negara tropis. Perubahan cuaca ekstrem akan merangsang dermatitis atopiknya kambuh," kata Anthony.

6. Stres psikologis

Mengutip studi yang dipublikasi di Acta Derm Venereol, tahun 2012, kejadian klinis dermatitis atopik sering dikaitkan dengan stres psikologis. Sebagai respons terhadap stres, peningkatan regulasi mediator neuropeptida di otak, organ endokrin, dan sistem saraf perifer secara langsung memengaruhi sel imun dan sel residen di kulit.

"Inilah yang paling diukur, apalagi untuk anak-anak mereka belum paham konsep stres," jelas Anthony.

7. Gigitan serangga

Serangga yang menggigit berhubungan dengan hewan peliharaan di rumah, seperti kutu dan tungau di bulu hewan. Gigitan serangga juga saat membawa anak pergi berlibur, pergi menginap di wisata outdoor seperti camping.

8. Zat iritan, detergen

Anak bisa mengalami dermatitis atopik jika tak cocok dengan bahan yang terkandung dengan detergen. Beberapa bahan bisa memicu kulit anak mengalami dermatitis atopik.

Gejala dermatitis atopik

Gejala dermatitis atopik umumnya timbul sebelum usia 6 bulan, walaupun jarang sebelum usia 2 bulan. Pada beberapa anak, Dermatitis ini dapat berlanjut sampai usia dewasa.

  • Ruam kemerahan
  • Ruam yang berkerak
  • Ruam yang bersisik
  • Gejala pada bayi terjadi pada area pipi, kulit kepala, atau bagian depan lengan dan kaki mereka.

Selain itu, menurut Aryono, Bunda perlu cermati juga gejala dermatitis atopik organ saluran napas seperti hidung tersumbat, pilek, batuk berulang sampai dengan asma.

Selain pada saluran napas, cermati juga gejala pada saluran cerna ditandai dengan gejala terjadinya pruritus (rasa gatal yang bisa meliputi seluruh atau sebagian tubuh seseorang), muntah, kolik, konstipasi (sulit buang air besar), diare, sampai buang air besar berdarah.

Cara merawat Dermatitis Atopik

Female hand applying the cream on baby's faceIlustrasi Dermatitis Atopik pada Anak/ Foto: istock

Dermatitis atopik tidak bisa sembuh tapi bisa dikontrol, salah satu caranya adalah dengan merawat kulit bayi agar gejala yang timbul saat DA kambuh itu hilang. Berikut cara merawatnya sehari-hari:

Saat mandi

  • Mandi 1-2 kali sehari dengan menggunakan air hangat kuku (suhu 36-37 derajat Celcius).
  • Lama mandi kira-kira 10-15 menit.
  • Menggunakan sabun yang mengandung pelembab, pH 5,5-6, tidak mengandung pewarna dan pewangi.
  • Mencegah bahan iritan saat mandi, seperti sabun anti-septik.

Setelah mandi

  • Sesegera mungkin (dalam waktu 3 menit setelah mandi), oleskan pelembab ke seluruh kulit kecuali kulit kepala. Cara aplikasinya yaitu menggunakan tangan, dioleskan tipis di seluruh permukaan kulit kecuali kulit kepala, apabila kulit terkena air atau bahan lain dalam waktu kurang dari 5 menit setelah pengolesan, prosedur diulang kembali.
  • Memakai pakaian yang ringan, lembut, halus, dan menyerap keringat.
  • Mencegah bahan iritan, seperti deterjen, sabun cair pencuci piring, dan desinfektan saat mencuci pakaian bayi.
  • Menghindari faktor pencetus alergen, seperti tungau debu rumah, binatang peliharaan, dan serbuk bunga.
  • Menjaga suhu ruangan tempat bayi berada agar tidak ekstrim, seperti terlalu panas atau terlalu dingin.

Pengobatan Dermatitis Atopik

Dilansir Mayo Clinic, ada beberapa cara pengobatan dermatitis atopik, ini bersifat untuk meringankan gejalanya, Bunda. Berikut caranya:

1. Krim kulit

Krim yang mengontrol rasa gatal dan membantu memperbaiki kulit. Dokter mungkin meresepkan krim atau salep kortikosteroid.

2. Obat untuk melawan infeksi

Dokter mungkin meresepkan krim antibiotik jika kulit memiliki infeksi bakteri, luka terbuka atau retak.

3. Obat oral yang mengontrol peradangan

Untuk kasus yang lebih parah, dokter mungkin meresepkan kortikosteroid oral Obat-obatan ini efektif tetapi tidak dapat digunakan dalam jangka panjang karena potensi efek samping yang serius.

4. Suntikan biologis

Food and Drug Administration (FDA) baru-baru ini menyetujui biologis suntik baru (antibodi monoklonal) yang disebut dupilumab (Dupixent). Ini digunakan untuk mengobati orang dengan penyakit parah yang tidak merespon dengan baik terhadap pilihan pengobatan lain. Kekurangannya, suntikan ini sangat mahal, Bunda.

5. Wet dressings

Perawatan intensif ini dinilai efektif untuk dermatitis atopik parah yaitu dengan membungkus daerah yang terkena dengan kortikosteroid topikal dan perban basah. Namun, ini dilakukan oleh tenaga medis, tidak bisa di rumah ya.

Jangan ragu jika memang Bunda merasa perlu membawa Si Kecil ke dokter. Nantinya dokter akan memberitahu cara penanganannya yang tepat untuk bayi Bunda.

Simak juga penyebab demartitis atopik pada anak, di video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]

Topik Terkait

Kesehatan Anak

HIGHLIGHT