Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

haibunda-squad

5 Saran Psikolog untuk Atasi Konflik Rumah Tangga, Kelola Emosi Baru Selesaikan Masalah

Annisa A   |   HaiBunda

Rabu, 23 Mar 2022 15:25 WIB

sad offended couple sitting on sofa after argument during self isolation at home
Ilustrasi Konflik Rumah Tangga / Foto: Getty Images/iStockphoto/LightFieldStudios

Ramadan sudah tiba di depan mata. Dalam menghadapi bulan suci, tentunya kita harus memasuki momen ini dengan hati yang bersih. Jangan sampai ada konflik yang terjadi, bahkan di keluarga sendiri.

Keluarga merupakan lingkungan masyarakat yang paling dekat dengan kita. Namun sayangnya, hal itu justru menyebabkan konflik di antara anggota keluarga semakin rentan terjadi.

Ratih Zulhaqqi M.Psi, Psikolog Klinis Anak dari Kalbu.life menjelaskan bahwa konflik di dalam rumah tangga sangat rentan terjadi karena perbedaan yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga.

"Keluarga itu circle yang terdekat, sehingga biasanya akan lebih sering menyebabkan kita saling bersinggungan. Perbedaan bisa macam-macam bentuknya, ada perbedaan sudut pandang, pendapat, keinginan, serta minat. Hal kecil dan yang paling mendasar sekalipun dapat memicu konflik," tutur Ratih dalam sesi HaiBunda live, Selasa (22/3/2022).

Konflik sejatinya akan terjadi secara natural, Bunda. Perlu digarisbawahi bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak boleh dihindari, namun harus dikelola dengan baik.

Namun sayangnya, tak semua orang mampu menghadapi konflik dengan baik. Diperlukan teknik problem solving untuk menyelesaikan suatu konflik dengan baik.

Bunda, berikut ini 5 tips yang dapat dilakukan ketika mengalami konflik dengan anggota keluarga:

1. Jangan dihindari

Konflik tidak boleh dihindari. Sebab, menghindari konflik hanya berarti kita lari dari situasi yang harus dihadapi. Konflik terus-menerus dipendam akan membuat beban terkumpul semakin berat di kepala.

"Menghindari konflik sangat tidak disarankan. Konflik tidak akan hilang meski dihindari. Malah kita akan memendamnya seperti bom waktu, dan ketika meledak, akan lebih sulit memperbaikinya," tutur Ratih.

2. Lihat konflik dari perspektif lain

Konflik dapat terjadi karena hal sepele. Meski begitu, tidak semua hal dapat berkembang menjadi konflik. Tanpa disadari, kita bisa saja terbawa pikiran negatif yang akhirnya memicu timbulnya prasangka dan menyebabkan konflik.

"Coba kita lihat masalah dari sudut pandang yang berbeda. Apakah itu hanya persepsi kita, dan apakah kita dikuasai pikiran negatif sehingga memunculkan prasangka saja?" kata Ratih.

Lanjutkan membaca di halaman berikutnya, Bunda.

Saksikan juga video tentang cerita Fanny Fabriana yang pernah ribut sama mertua:

[Gambas:Video Haibunda]


PERSIAPAN MENGATASI KONFLIK

Closeup shot of a couple holding hands in comfort

Ilustrasi Cara Meredakan Konflik Rumah Tangga / Foto: Getty Images/iStockphoto/PeopleImages

3. Persiapkan diri sebelum menghadapi konflik

Konflik tidak dapat diselesaikan dengan kepala panas. Sebelum menghadapi konflik, Bunda harus mengatur dan mengelola emosi dengan baik. Hal ini supaya Bunda dapat lebih stabil ketika berhadapan dengan pihak lain yang menjadi bagian dari konflik.

Ratih mengatakan, kita sebaiknya juga harus mengatur ekspektasi. Konflik dapat diselesaikan secara bertahap dan pelan-pelan. Memecahkan konflik secara tergesa-gesa hanya akan membuat masalah semakin besar, Bunda.

"Sebelum menangani konflik, kita harus mempersiapkan diri. Jangan sampai terjebak di lingkaran emosi. Bedakan mengelola konflik dan mengelola emosi," kata Ratih.

"Pada saat kita mencoba mengelola konflik tetapi emosi belum dikelola terlebih dahulu, itu hanya akan memperluas konflik. Nanti malah perang dengan keluarga," tuturnya.

4. Mencari akar masalah

Konflik tidak dipecahkan dengan cara menemukan siapa yang salah dan siapa yang benar, melainkan mencari akar permasalahan. Bunda harus temukan penyebab konflik agar dapat menentukan solusi dan jalan keluar terbaik.

Menghadapi konflik tak harus sambil berteriak dan saling memarahi. Temukan masalah dan selesaikan dengan kepala dingin. Tidak ada solusi yang sempurna, namun pasti ada solusi terbaik yang mampu menguntungkan kedua belah pihak.

Ketika menghadapi konflik, pastikan untuk menghindari adanya intervensi keluarga besar. Selesaikan konflik hanya dengan pihak yang berkaitan saja. Apabila membutuhkan bantuan, jangan cari suporter ya. Bunda lebih baik mencari pihak yang netral untuk menengahi konflik.

"Terkadang konflik perlu ada yang namanya penengah. Kalau sudah tidak bisa dilakukan berdua, maka harus cari pertolongan dari pihak ketiga yang netral. Misalnya penasehat agama, psikolog, atau konselor pernikahan. Kita cari penengah, bukan suporter," ujar Ratih.

5. Buat kesepakatan

Konflik yang berhasil diselesaikan harus diakhiri dengan sebuah kesepakatan. Hal ini untuk menghindari konflik yang sama terulang kembali di kemudian hari.

Ratih menyarankan untuk membuat kesepakatan dari solusi yang didapatkan setelah mengelola konflik.

"Supaya ada efektivitas dari pengelolaan itu. Biasanya kalau di keluarga tidak perlu kesepakatan tertulis karena basic-nya trust. Tapi memang jika dibutuhkan kesepakatan yang sifatnya tertulis, mengapa tidak?" tuturnya.


(anm)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda