kehamilan

Pindah Rumah saat Hamil Tingkatkan Risiko Bayi Lahir Prematur

Asri Ediyati   |   HaiBunda

Selasa, 06 Aug 2019 07:00 WIB

Jakarta - Saat hamil pertama kali, maka beberapa calon orang tua mungkin mempertimbangkan pindah ke rumah baru. Hal ini tentu untuk mencari lebih banyak ruang atau lokasi yang lebih baik. Tetapi sebuah studi baru menunjukkan bahwa, dalam beberapa kasus, bergerak terlalu banyak selama kehamilan dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur.

Para peneliti studi menganalisis data dari lebih dari 100.000 wanita hamil di negara bagian Washington D.C, AS. Para peneliti menemukan bahwa wanita yang pindah selama trimester pertama kehamilan, 42% lebih mungkin untuk melahirkan prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) dan 37% lebih mungkin untuk memiliki bayi dengan berat lahir lebih rendah dari rata-rata, dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak pindah rumah selama trimester pertama.

Studi yang dipublikasikan dalam Journal of Epidemiology dan Community Health, adalah salah satu yang pertama meneliti hubungan antara pindah ke rumah baru dan kelahiran prematur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Namun, penelitian ini hanya menemukan hubungan dan tidak membuktikan bahwa pindah rumah menyebabkan kelahiran prematur. Mungkin ada faktor-faktor lain yang tidak dapat diperhitungkan oleh peneliti studi, seperti alasan untuk pindah, yang dapat memengaruhi risiko.

"Studi kami adalah langkah pertama yang baik dalam mengidentifikasi pindah rumah sebagai faktor risiko potensial yang layak diteliti lebih dalam, tetapi saya tidak berpikir kita cukup tahu pada titik ini," ujar penulis utama studi Julia Bond, dari Departemen Epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Washington, kepada Live Science.

Sementara itu, Bond menyarankan wanita hamil untuk mendiskusikan potensi stres selama kehamilan, seperti pindah rumah, dengan tim perawatan kesehatan mereka.
Ilustrasi pindah rumah/ Ilustrasi pindah rumah/ / Foto: iStock

Pindah rumah bisa membuat stres

Untuk studi baru, para peneliti menganalisis informasi dari akta kelahiran untuk bayi yang lahir di negara bagian Washington dari tahun 2007 hingga 2014. Dari akta kelahiran melaporkan lamanya ibu tinggal di alamatnya saat ini, para peneliti dapat menentukan apakah dia pindah rumah selama trimester pertamanya.

Secara keseluruhan, penelitian ini mencakup data dari sekitar 28.000 wanita yang pindah rumah selama trimester pertama dan sekitar 112.000 wanita yang tidak pindah rumah selama waktu itu.

Di antara mereka yang pindah selama trimester pertama, 9,1% melahirkan prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), dibandingkan dengan hanya 6,4% dari mereka yang tidak pindah selama trimester pertama.

Selain itu, di antara mereka yang pindah rumah selama trimester pertama, 6,4% memiliki bayi yang dianggap berat lahir rendah (di bawah 2.500 gram), dibandingkan dengan 4,5% dari ibu-ibu yang tidak pindah selama trimester pertama.

Studi terbaru ini tidak dapat mengungkapkan mengapa pindah rumah pada trimester pertama dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah. Akan tetapi sejumlah faktor dapat memainkan peran dalam hubungan itu, termasuk gangguan terhadap perawatan kesehatan yang dialami selama pindah rumah, tekanan fisik atau tekanan emosional saat pindah rumah. Lalu, gangguan terhadap dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman, yang mungkin tinggal lebih jauh setelah pindah.

Bond mengatakan dia berharap penelitian selanjutnya dapat melihat lebih dekat pada berbagai alasan untuk pindah rumah. Antara lain seperti mencari rumah, adanya penggusuran atau situasi yang tidak aman. Studi selanjutnya diharapkan bisa memeriksa apakah faktor-faktor ini memengaruhi hubungan tersebut.

"Saya pikir itu akan membantu meningkatkan pemahaman kita tentang mengapa kita melihat hubungan antara perpindahan dan hasil kelahiran (prematur) yang merugikan ini," kata Bond.

Simak juga faktor-faktor pemicu keguguran melalui video berikut.

[Gambas:Video Haibunda]

(aci/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT