Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

3 Ibu Sukses Lawan Depresi Usai Melahirkan, Sempat Mau Bunuh Diri & Jual Bayi

Annisa Afani   |   HaiBunda

Minggu, 09 Aug 2020 14:32 WIB

Asian Mother nursery feeding bottle of formula milk to newborn baby in bed suffering from post natal depression. Health care single mom motherhood stressful concept.
3 Ibu Sukses Lawan Depresi Usai Melahirkan, Sempat Mau Bunuh Diri & Jual Bayi/Foto: iStock
Jakarta -

Memiliki anak adalah sebuah anugerah terindah bagi orang tua. Namun ada sebagian ibu yang akan mengalami depresi setelah melahirkan. Tingkat depresinya pun mulai dari ringan hingga berat, Bunda hingga ada yang melakukan tindakan ekstrem seperti bunuh diri.

Menurut survei Maternal Mental Health - Women's Voices oleh The Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG), sekitar satu dari lima wanita akan mengalami masalah kesehatan mental selama kehamilan atau setelah melahirkan, Bunda. Meski ini menjadi masalah yang serius, masih ada unsur stigma yang membuat seorang ibu baru terlalu takut untuk mencari pertolongan mengatasi gangguan ini.

Untungnya, kesadaran tentang depresi pasca melahirkan telah meningkat dalam beberapa tahun belakangan, Bunda. Banyak pihak mulai peduli dengan kondisi ini. Nah, berikut ini kisah Bunda yang mengalami depresi pasca melahirkan dan sukses melawan kondisi tersebut, dikutip dari berbagai sumber:

1. Sempat mau bunuh diri & jual bayi

Kisah ini dialami oleh Nur Yanayirah, Bunda. Wanita dengan nama panggilan Yana ini mengalami depresi setelah melahirkan anak keduanya. Sebelumnya, ia sempat mengalami traumatis karena anak pertamanya meninggal dalam kandungan.

Lima bulan setelah itu, dengan kondisi masih depresi, dia mengandung anak kedua. Dan ketika melahirkan, kondisinya makin buruk. Dia pernah hujan-hujanan menuju sebuah danau untuk bunuh diri bersama bayinya. Untungnya saat itu ada yang menolong dan membawa dia dan bayinya menjauhi danau dan memberinya minum.

Setelah kejadiian itu, membuat Yana jadi tidak percaya diri untuk mengasuh buah hatinya. Dia takut akan melakukan upaya bunuh diri lagi di kemudian hari, Bunda. Akhirnya, dia menawarkan anaknya untuk diadopsi lewat akun Facebook dan berharap ada orang yang bisa merawat anaknya lebih baik darinya.

"Saya sayang sama anak itu, cuma saya sadar saya tidak bisa menjadi ibu baik untuknya. Takut menyakiti, takut kejadian bunuh diri terulang lagi, makanya saya mau kasih dia buat orang lain yang dapat merawatnya dengan kasih sayang dengan lebih sehat," kata Yana, dikutip dari BBC.

Statusnya tersebut dikecam tapi juga ada yang peduli dengan kondisi psikologisnya. Atas saran temannya untuk mendapatkan bantuan dari psikolog, Bunda. Setelah menjalankan sejumlah konsultasi, dia pun membaik dan kembali memiliki semangat hidup.

Hubungan Yana dengan anaknya juga semakin dekat. Pengalamannya membuat sadar bahwa ibu melahirkan membutuhkan pendampingan. Berbekal itu, Yana lantas mendirikan komunitas Mother Hope Indonesia, Bunda. Dia berharap komunitas ini dapat memberi manfaat dan membantu ibu-ibu yang memiliki berbagai masalah.

Yana, seorang ibu yang berhasil menyusui bayinya meski dalam kondisi depresiYana, seorang ibu yang berhasil menyusui bayinya meski dalam kondisi depresi/ Foto: Radian Nyi Sukmasari


2. Terobsesi pada keselamatan anaknya

Pengalaman yang diawali dengan keguguran juga dialami oleh seorang ibu bernama Hannah Wilkinson, Bunda. Akibat keguguran yang terjadi berulang kali, Hannah selalu merasa tidak yakin pada kemampuan dirinya untuk menjaga buah hatinya yang berhasil dilahirkan dan diberi nama Finley.

Akibatnya, dia sangat terobsesi dengan keselamatan bayinya. Dalam sehari, Hannah mengaku bisa berpikir hal-hal yang mengerikan tentang anaknya. Misalnya, saat berjalan di tangga, dia terbayang bisa melepaskan Finley dari gendongannya atau anaknya akan meninggal karena kanker. Dalam sehari, dia bisa dihantui perasaan cemas tentang anaknya. Dia berusaha berpikir rasional namun tak bisa.

"Saya mulai terobsesi dengan keselamatan dan kesejahteraannya sejak usianya 4 bulan. Saya tidak lagi merasa senang meninggalkan dia dengan siapapun, termasuk suami saya, bahkan selama setengah jam," katanya dikutip dari Mirror.

Hannah menyadari ada yang tidak beres pada dirinya, namun stigma dan rasa malu sempat menghentikannya untuk mencari bantuan. Untungnya hal tersebut dapat Hannah singkirkan, dia pun dengan segera melakukan beberapa perawatan bersama profesional.

"Dengan teknik terapi perilaku kognitif (CBT), dan dukungan dari keluarga serta teman-teman, akhirnya saya bisa mengendalikan ketakutan tersebut," ucap Hannah.

3. Ingin melarikan diri

Kisah ini terjadi pada ibu bernama Katherine, Bunda. Pengalaman tersebut dimulai saat bayi perempuannya tiba-tiba sakit. Di usia 1 bulan, bayinya harus dirawat di rumah sakit setelah tidur dan tidak merespons saat dibangunkan untuk menyusu.

Katherine pun membawanya ke rumah sakit. Dengan banyaknya tindakan serta perawatan yang harus dijalani oleh anaknya, Katherine merasa terpuruk dan menyesal pada dirinya sendiri. Dia merasa bahwa putrinya nyaris mati di bawah pengasuhannya.

Sejak bayinya diizinkan pulang, kondisi psikologisnya malah makin buruk. Dia sulit tidur dan makan, sering mengalami serangan panik, perasaan menjadi gila dan seharusnya tak menjadi ibu. Dia mengaku ingin melarikan diri dari hidupnya dan sempat berpikir untuk menyerah.

"Saya sangat sedih dan berharap saya sudah mati. Saya tidak ingin bunuh diri, tapi sakit emosional dan fisik saya begitu dalam sehingga ingin seseorang mengakhiri penderitaan untuk saya," katanya, dikutip dari North Shore Child Guidance.

Bahkan, dia sempat ingin melukai dirinya atau menabrakan mobilnya supaya bisa dirawat di rumah sakit, sehingga tidak akan perasaan-perasaan tersebut. Namun, akhirnya Katherine sadar dia mengalami depresi dan membutuhkan bantuan profesional.

Dia pun bergabung dalam sebuah komunitas dengan ibu lainnya dengan masalah serupa. Di sana Kathrine mendapat ruang dan secara perlahan mengalami pemulihan dari depresi dan mendampingi putrinya tumbuh dengan baik.

Bunda, simak juga kisah Tasya Kamila yang mengalami baby blues hingga iri dengan kehidupan orang lain dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]



(AFN/jue)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda