Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

Dokter Ungkap Fenomena Resesi Seks Ternyata Tak Pengaruhi Turunnya Angka Kelahiran

Annisa Karnesyia   |   HaiBunda

Selasa, 13 Dec 2022 22:35 WIB

Ilustrasi Suami Istri
Kata Dokter soal Fenomena Resesi Seks, Bukan Penyebab Utama Angka Kelahiran Turun/ Foto: Getty Images/iStockphoto

Istilah sex recession atau resesi seks sedang menjadi perbincangan selama sepekan terakhir. Sejumlah negara bahkan disebut tengah menghadapi fenomena ini, Bunda.

Belum lama ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bahwa resesi seks bisa saja terjadi di Indonesia. Namun, fenomena ini tak akan terjadi dalam waktu dekat.

"Potensi itu ada, ada ya, tapi sangat panjang, karena kan gini usia pernikahan semakin lama kan semakin meningkat. (Ini bicara ) pernikahan loh bukan seks. Usia pernikahan itu mundur, karena semakin menempuh studi, karier dan sebagainya," kata Hasto, dilansir CNN Indonesia.

Apa itu resesi seks?

Menjelaskan fenomena ini, Dokter Spesialis Kebidanan Kandungan, Dr. Benediktus A, MPH, Sp.OG(K), sex recession atau resesi seks merupakan kondisi di mana terjadi penurunan frekuensi orang melakukan hubungan seksual. Ini bisa disebabkan karena banyak faktor.

"Akhir-akhir ini, sex recession naik lagi di Indonesia dilihat dari angka kelahiran atau orang yang melahirkan rendah di beberapa tempat. Sebenarnya ini enggak berhubungan langsung dengan angka kelahiran," kata dokter yang akrab disapa Benny ini kepada HaiBunda, Selasa (13/12/2022).

Penyebab resesi seks

Menurut Benny, resesi seks dapat disebabkan karena banyak faktor, seperti faktor biologis, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Semua faktor itu bisa membuat frekuensi hubungan seksual menurun, tapi tidak langsung berhubungan dengan angka kelahiran atau bahkan angka kesuburan.

Di Indonesia, angka kelahiran terdata dalam Total Fertility Rate (TFR) atau jumlah rata-rata anak yang akan dilahirkan dari wanita selama masa suburnya. Angka TFR di Indonesia sebenarnya sudah turun sejak lama, tapi bukan berarti itu menjadi tanda resesi seks, Bunda.

"Angka TFR di Indonesia memang sudah turun sejak lama. Misalnya, bila orang dulu punya lima anak, sekarang sudah tidak atau angka TFR-nya di bawah 2,2. Bahkan, provinsi Bali di bawah 2, tapi enggak berarti bahwa terjadi resesi seks di Bali," ungkapnya.

Ilustrasi Suami IstriIlustrasi Suami Istri/ Foto: Getty Images/iStockphoto/silverkblack

Resesi seks dan angka kelahiran di Indonesia

Fenomena resesi seks sepertinya masih jauh terjadi di Indonesia. Sebab, negara ini menjalankan program KB, di mana pemerintah mendorong masyarakat untuk merencanakan kehamilan.

Resesi seks berbeda dengan program KB. Resesi seks adalah frekuensi berhubungan seks yang menurun, sementara KB adalah program merencanakan keluarga dengan menunda kehamilan melalui penggunaan alat kontrasepsi. Pada program KB, frekuensi berhubungan seks tidak diperhitungkan.

Perlu diketahui, Indonesia sendiri sebenarnya sedang menurunkan angka kelahiran (TFR) melalui program KB. Setidaknya, angka TFR negara Indonesia sudah hampir mencapai yang ideal untuk pertumbuhan populasi yang stabil.

"Tapi, ada yang perlu dibedakan antara TFR dengan resesi seks, karena Indonesia memang berusaha menurunkan TFR. Jadi, targetnya TFR sebuah populasi di negara supaya pertumbuhan stabil itu adalah 2,1 atau rata-rata punya dua anak," kata Benny.

"Indonesia sudah hampir mencapai TFR yang ideal di angka 2,24 (2021). Itu enggak bisa dihubungkan dengan resesi seks. Di Indonesia justru pemerintah ingin membatasi, tapi dengan tidak membuat orang jarang berhubungan seks."

Istilah sex recession pertama kali mulai dikenal luas pada tahun 2019 di Jepang. Dilansir CBS News, sebuah tinjauan dari Japan's National Fertility Survey mengungkapkan bahwa 'keperawanan' pada pria sedang meningkat di sana.

Setidaknya, 1 dari 10 pria Jepang yang berusia 30 tahun masih perawan atau belum pernah melakukan hubungan seksual. Hal itu membuktikan bahwa tingkat 'keperawanan' di Jepang masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara maju lainnya.

"Kok banyak orang susah punya anak, apa jarang berhubungan ya?'

Pertanyaan di atas lalu muncul setelah temuan survei di Jepang. Istilah resesi seks pun berkembang luas. Bahkan, angka kesuburan yang menurun di sebuah negara disebut sebagai tanda resesi seks, Bunda.

Benarkah demikian? Lalu apa saja yang faktor-faktor yang menyebabkan resesi seks dan penurunan angka kesuburan di sebuah negara?

Penjelasan lengkap dapat dibaca di halaman berikutnya, Bunda.

Bunda, yuk download aplikasi digital Allo Bank di sini. Dapatkan diskon 10 persen dan cashback 5 persen.

Simak juga 6 masalah seks pada pasutri yang perlu dikonsultasikan ke dokter, dalam video berikut:

[Gambas:Video Haibunda]

PENYEBAB RESESI SEKS TIDAK SELLALU BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KELAHIRAN YANG MENURUN

Ilustrasi Suami Istri

Kata Dokter soal Fenomena Resesi Seks, Bukan Penyebab Utama Angka Kelahiran Turun/ Foto: Getty Images/iStockphoto

Faktor penyebab resesi seks dan angka kelahiran menurun 

Resesi seks menjadi salah satu pilihan pasangan suami istri untuk tidak menambah momongan. Tapi, bukan berarti ini menjadi penyebab utama angka kelahiran dan kesuburan menurun di sebuah negara.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan angka kelahiran menurun, selain resesi seks, yakni:

1. Faktor biologis

Angka kelahiran yang menurun dapat dilihat dari faktor biologis. Kondisi ini bisa disebabkan keran faktor hormonal dan infertilitas.

"Ada juga yang berhubungan dengan biologis seperti hormonal dan infertilitas pada pria dan wanita. Kalau pada pria itu berhubungan dengan kualitas sperma, sedangkan pada wanita bisa dari usia, indung telur, rahim, dan saluran telur. Itu berhubungan dengan kesuburan," ungkap Benny.

Banner Tips Melahirkan Normal Tanpa Epidural

Sementara itu, resesi seks karena faktor biologis biasanya disebabkan karena menikah di usia yang lebih tua. Semakin tua usia pria atau wanita, maka bisa saja semakin menurun frekuensi berhubungan seksualnya.

"Kalau resesi seks memang frekuensi melakukan seks jadi jarang sehingga mau enggak mau angka kesuburan akan menurun. Tapi, itu bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan angka kesuburan menurun. Ada faktor biologis juga, seperti kesuburan pria dan wanita," ujar Benny.

2. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi dapat memicu seseorang menunda punya momongan. Tapi, bukan berarti mereka melakukan resesi seks atau jarang melakukan hubungan seksual ya, Bunda.

"Ada faktor ekonomi, misalnya 'aduh dok saya nanti-nanti saja punya anak karena ekonomi belum mapan'. Jadi, bukan berarti dia tidak melakukan hubungan seks ya," kata Benny.

3. Faktor psikologis dan sosial ekonomi

Faktor psikologis jauh lebih bervariasi sebagai penyebab resesi seks. Faktor ini biasanya mengarah pada kesiapan pasangan suami istri untuk membangun keluarga dengan dibayang-bayangi ketakutan jangka panjang.

Pada masyarakat modern, bertambahnya beban kerja serta tuntunan pendidikan dan karier, bisa menjadi pemicu resesi seks. Tapi lagi-lagi, alasan tidak melakukan seks bukan berarti tidak ingin punya anak, Bunda.

"Kesiapan untuk berkeluarga bisa menjadi faktor yang menurunkan frekuensi berhubungan seksual pada suami istri, tapi bukan faktor utama. Bertambahnya beban kerja, tuntutan pendidikan tinggi atau pemikiran jauh ke depan pada masyarakat modern itu bisa menjadi faktor psikologi sosial dan ekonomi yang membuat mereka tidak ingin segera punya anak," kata Benny.


(ank)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda