HaiBunda

KEHAMILAN

Depresi Postpartum: Penyebab, Gejala, Cara Mengatasinya & Bedanya dengan Postpartum Blues

Annisa Karnesyia   |   HaiBunda

Jumat, 26 Jan 2024 20:05 WIB
Ilustrasi Depresi Postpartum/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Nuttawan Jayawan
Jakarta -

Bunda tidak boleh menganggap sepele depresi postpartum atau postpartum depression (PPD). Depresi postpartum merupakan suatu bentuk depresi yang terjadi setelah bayi lahir

Menurut ulasan di March of Dimes, kondisi ini relatif umum terjadi, namun serius. Setidaknya, depresi postpartum memengaruhi 1 dari 7 ibu baru setelah melahirkan.

Depresi postpartum bisa membuat Bunda merasa hampa, tanpa emosi, dan mengalami kesedihan yang luar biasa berat. Hal ini juga dapat menyebabkan perubahan suasana hati, kelelahan, dan rasa putus asa yang berlangsung dalam waktu lama setelah persalinan.


American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) menjelaskan bahwa seseorang dengan depresi postpartum tidak dapat melakukan tugas sehari-hari, termasuk mengasuh anaknya. Kondisi ini dapat terjadi hingga 1 tahun setelah melahirkan, namun paling sering dimulai sekitar 1 sampai 3 minggu setelah melahirkan.

"Orang-orang tidak boleh menganggap enteng depresi postpartum. Ini adalah kondisi yang serius, namun berbagai program pengobatan dapat membantu mengatasinya. Jika mengalami depresi postpartum, maka perempuan itu perlu tahu bahwa ia tidak sendirian dan bisa pulih," ujar profesor, peneliti, dan praktisi kesehatan holistik, Debra Rose Wilson, Ph.D, dilansir Healthline.

Penyebab depresi postpartum

Depresi postpartum dapat terjadi karena kombinasi beberapa faktor. Berikut faktor penyebabnya menurut ACOG:

1. Perubahan kadar hormon

Tingkat estrogen dan progesteron menurun tajam beberapa jam setelah melahirkan. Perubahan tersebut dapat memicu depresi dengan cara yang sama seperti perubahan kecil pada kadar hormon yang memicu perubahan suasana hati dan ketegangan menjelang periode menstruasi.

2. Riwayat depresi

Perempuan yang pernah mengalami depresi, baik sebelum, selama, atau setelah kehamilan, atau yang sedang dirawat karena depresi, memiliki peningkatan risiko terkena depresi postpartum.

3. Faktor emosional

Perasaan ragu terhadap kehamilan adalah hal yang biasa. Namun, jika kehamilan tidak direncanakan atau tidak diinginkan, hal tersebut dapat mempengaruhi perasaan Bunda terhadap kehamilan dan janin dalam kandungan.

Bahkan ketika kehamilan sudah direncanakan, butuh waktu lama untuk menyesuaikan diri dengan gagasan akan segera memiliki anak. Ketika bayi yang dilahirkan sakit atau harus dirawat di rumah sakit, seorang ibu baru mungkin akan merasa sedih, marah, atau bersalah. Emosi tersebut dapat membuatnya mempertanyakan tentang dirinya sendiri sebagai seorang perempuan dan bagaimana ia menghadapi stres.

4. Kelelahan

Banyak ibu baru merasa sangat lelah setelah melahirkan. Setidaknya, diperlukan waktu berminggu-minggu bagi seorang perempuan untuk mendapatkan kembali kekuatan dan energi kembali. Bagi yang melahirkan bayi melalui operasi caesar, waktu yang diperlukan untuk pilih mungkin jauh lebih lama. Kondisi tersebut dapat memicu stres yang berujung pada depresi postpartum.

5. Faktor lingkungan

Kurangnya dukungan dari orang lain, terutama keluarga, dan peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, seperti kematian orang yang dicintai, atau pindah ke kota baru, juga dapat meningkatkan risiko depresi pasca persalinan.

Faktor lain yang juga bisa menyebabkan depresi postpartum dapat berkaitan dengan faktor ekonomi, kesulitan tidur sebelum melahirkan, penggunaan obat-obatan serta konsumsi alkohol.

Ilustrasi Ibu Alami Depresi Postpartum/ Foto: iStockphoto/Getty Images/Akacin Phonsawat

Ciri depresi postpartum

Depresi postpartum dapat ditandai dengan ciri awal yang perlu Bunda perhatikan. Berikut 12 ciri depresi postpartum, seperti melansir dari beberapa sumber:

  1. Baby blues tak kunjung membaik.
  2. Kesedihan dan rasa bersalah memenuhi pikiran.
  3. Kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya disukai.
  4. Kesulitan mengambil keputusan.
  5. Muncul rasa khawatir Bunda tidak akan menjadi ibu yang baik untuk Si Kecil.
  6. Pola tidur berubah, cenderung sulit tidur bahkan ketika anak terlelap.
  7. Merasa kewalahan dalam segala hal, termasuk mengurus anak.
  8. Tidak tertarik melihat atau dekat dengan anak yang baru lahir.
  9. Kerap merasa cemas dan sulit berkonsentrasi
  10. Sering merasa lelah atau tampak tak berenergi.
  11. Perubahan pola makan.
  12. Mengalami sakit kepala kronis, nyeri tubuh, atau nyeri dan masalah perut

Depresi postpartum memang dapat muncul setelah melahirkan. Namun dalam beberapa kasus, depresi bisa terjadi sebelum Bunda melahirkan hingga berlanjut sampak bayi lahir. Faktanya, siapa pun yang mengalami gejala depresi atau kecemasan, baik sebelum atau selama kehamilan, memiliki risiko depresi postpartum.

"Gejala apa pun yang mungkin timbul pasca persalinan dapat dimulai sejak kehamilan," ujar psikolog klinis yang ahli dalam kondisi pasca persalinan, Shoshana Bennett, Ph.D., mengutip Parents.

Dampak buruk depresi postpartum

Penelitian menunjukkan bahwa semakin lama seseorang mengalami depresi postpartum setelah melahirkan, maka semakin besar mereka mengalami depresi kronis. Misalnya, dalam sebuah penelitian di JAMA Psychiatry tahun 2018 menemukan bahwa sebagian besar perempuan yang mengalami depresi berat di 2-8 bulan pasca persalinan akan terus mengalami gejala depresi lebih dari 10 tahun kemudian.

Tanpa pengobatan, depresi postpartum bisa memburuk. Dampak paling berbahaya dari kondisi ini dapat mengarah pada pemikiran untuk melukai diri sendiri atau melukai orang lain, hingga berujung pada kematian

"Seperti halnya kelainan apa pun, semakin cepat depresi postpartum diobati, semakin baik prognosisnya bagi orang tua dan seluruh keluarga," ujar Bennett.

Cara mengatasi depresi postpartum

Menurut ACOG, depresi pasca persalinan dapat diobati dengan obat yang disebut antidepresan. Terapi bicara juga digunakan untuk mengobati depresi, dan sering kali dikombinasikan dengan obat-obatan.

Antidepresan adalah obat yang bekerja menyeimbangkan bahan kimia di otak yang mengontrol suasana hati. Ada banyak jenis antidepresan.

"Obat ini terkadang digabungkan bila diperlukan untuk mendapatkan hasil terbaik. Mungkin diperlukan waktu 3-4 minggu setelah minum obat sebelum seseorang mulai merasa lebih baik," kata ACOG.

Meski begitu, tidak semua pasien membutuhkan pengobatan. Beberapa jenis terapi dapat diterapkan untuk mengatasi depresi postpartum, seperti terapi bicara, terapi perilaku kognitif, dan terapi kelompok.

Dalam terapi bicara atau disebut psikoterapi, Bunda dan ahli kesehatan mental akan fokus membicarakan perasaan yang dirasakan dan mendiskusikan cara mengelolanya. Terkadang, terapi hanya dilakukan selama beberapa minggu, namun mungkin diperlukan selama beberapa bulan atau lebih.

Selain obat dan terapi, dukungan dari keluarga juga sangat dibutuhkan untuk mengatasi depresi postpartum. Keluarga diharapkan bisa terus memberikan afirmasi positif dan berada di samping ibu yang mengalami kondisi ini.

Beda depresi postpartum dan postpartum blues

Depresi postpartum berbeda dengan postpartum blues adalah dua kondisi yang berbeda ya, Bunda.

Menurut ulasan di National Library of Medicine tahun 2023, postpartum blues didefinisikan sebagai suasana hari yang buruk dan gejala depresi ringan yang bersifat sementara dan terbatas pada diri sendiri, serta sangat umum terjadi pada periode perinatal (pasca persalinan).

The Office on Women's Health (OASH) menjelaskan bahwa perbedaan terbesar dari depresi postpartum dan postpartum blues adalah intensitas perasaan yang dialami orang yang mengidapnya, serta berapa lama perasaan tersebut berlangsung.

Depresi postpartum dapat berlangsung 1-3 minggu setelah melahirkan, dan dapat terjadi dalam waktu lama. Sementara itu, postpartum blues biasanya berkembang dalam 2 hingga 3 hari setelah melahirkan, dan akan hilang dengan sendirinya dalam dua minggu setelah timbulnya gejala.

Seorang Bunda yang mengalami postpartum blues kemungkinan akan mengalami beberapa gejala, seperti:

  • Perubahan suasana hati
  • Sering merasa sedih dan menangis
  • Mudah merasa lelah
  • Kesulitan tidur
  • Sering merasa cemas

Beberapa risiko dapat menyebabkan berkembangnya postpartum blues ini, seperti riwayat perubahan suasana hari yang berhubungan dengan siklus haid atau kehamilan, riwayat depresi berat atau distimia, atau riwayat keluarga dengan depresi pasca melahirkan.

Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), postpartum blues dapat terjadi pada siapa saja dari semua golongan usia. Sebab, penyebab dominan terjadinya kondisi ini bisa karena perubahan hormonal di masa setelah persalinan. Selain itu, pendidikan yang rendah termasuk keterbatasan pengetahuan juga bisa menyebabkan postpartum blues.

Demikian penjelasan mengenai depresi postpartum dan bedanya dengan baby blues. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ank/ank)

Simak video di bawah ini, Bun:

Lakukan 3 Tips Ini untuk Menghindari Baby Blues Pasca Persalinan

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

7 Artis Pindah ke Luar Negeri Beralih Profesi, Jadi Psikolog hingga Tukang Las

Mom's Life Ajeng Pratiwi & Randu Gede

Potret Luna Maya & Maxime Bouttier Hadiri Pernikahan Sahabat di Italia

Mom's Life Amira Salsabila

Alasan Indri Giana dan Ustaz Riza Jalani IVF lagi Meski Sudah Miliki 4 Anak, Ternyata..

Kehamilan Annisa Karnesyia

5 Resep Bolu Pisang Kukus yang Enak, Lembut, dan Sederhana Dibuat

Mom's Life Amira Salsabila

Kenali Pola Tidur Bayi 2 Bulan dan Membentuknya agar Ideal

Parenting Asri Ediyati

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

Terpisah Puluhan Tahun, Teman Sekolah Ini Kembali Dipertemukan dan Akhirnya Menikah

7 Artis Pindah ke Luar Negeri Beralih Profesi, Jadi Psikolog hingga Tukang Las

Kenali Pola Tidur Bayi 2 Bulan dan Membentuknya agar Ideal

5 Resep Bolu Pisang Kukus yang Enak, Lembut, dan Sederhana Dibuat

3 Fakta di Balik Penggunaan Minyak Telon Bayi Beserta Rekomendasi yang Bagus dan Aman

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK