Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

Ciri-ciri Plasenta Tidak Normal dan Bermasalah pada Kehamilan

Melly Febrida   |   HaiBunda

Kamis, 16 May 2024 16:00 WIB

Ilustrasi USG
Ciri-ciri Plasenta Tidak Normal dan Bermasalah pada Kehamilan/Foto: Getty Images/iStockphoto/PonyWang
Daftar Isi
Jakarta -

Plasenta berkembang selama kehamilan untuk memberi nutrisi ke bayi. Namun, sejumlah ibu hamil bisa mengalami plasenta tidak normal dan bermasalah pada kehamilannya. Kenali ciri-ciri plasenta yang tidak normal.

Plasenta seharusnya menempel pada dinding rahim dan terhubung ke bayi melalui tali pusat. Namun, setiap ibu hamil bisa memiliki lokasi plasenta yang bervariasi.

Melansir laman BIDMC, normalnya plasenta menempel di bagian atas atau samping rahim. Pada beberapa kasus, plasenta berkembang di lokasi yang salah atau menempel terlalu dalam ke dinding rahim. Kelainan plasenta ini disebut dengan plasenta previa, plasenta akreta, plasenta inkreta, atau plasenta perkreta.

Plasenta tidak normal dan bermasalah

Gangguan plasenta biasanya didiagnosis dengan USG pada trimester kedua (sekitar 18 hingga 20 minggu setelah kehamilan). Jika terjadi insufisiensi plasenta, hambatan pertumbuhan intrauterin, dan kondisi plasenta lainnya dapat menyebabkan masalah bagi ibu dan bayi.

Kapan plasenta terbentuk? Plasenta mulai terbentuk sekitar tujuh hingga 10 hari setelah sel telur yang telah dibuahi tertanam di dalam rahim.  Kemudian plasenta terus tumbuh sepanjang kehamilan.

Selain memberikan nutrisi, plasenta juga memberikan oksigen untuk janin.  Berikut beberapa fungsi plasenta lainnya seperti dilansir laman Cleveland Clinic:

  • Membuang produk limbah berbahaya dan karbon dioksida dari bayi.
  • Menghasilkan hormon yang membantu pertumbuhan bayi.
  • Memberikan kekebalan dari ibu ke bayi.
  • Membantu melindungi bayi.

Ciri-ciri plasenta 

Melansir laman AAFP, plasenta biasanya berukuran diameter sekitar 22 cm dan tebal 2,0 hingga 2,5 cm. Umumnya beratnya sekitar 470 g (sekitar 1 lb). Namun, pengukurannya bisa sangat bervariasi, dan plasenta umumnya tidak ditimbang di ruang bersalin.

Permukaan ibu dari plasenta harus berwarna merah marun gelap dan harus terbagi menjadi lobulus atau kotiledon. Strukturnya akan tampak lengkap, tanpa kotiledon yang hilang. Permukaan plasenta janin harus mengkilat, abu-abu, dan cukup tembus cahaya sehingga warna jaringan vili merah marun di bawahnya dapat terlihat.

Bagaimana dengan plasenta yang tidak normal, seperti apa ciri-cirinya?

Plasenta bisa berkembang ketika telur yang dibuahi ditanamkan ke dinding rahim.  Alhasil, plasenta bisa menempel di bagian atas, bawah, atau samping rahim. 

Beberapa posisi plasenta adalah:

  1. Plasenta posterior: Plasenta tumbuh di dinding belakang rahim.
  2. Plasenta anterior: Plasenta tumbuh di dinding depan rahim yang paling dekat dengan perut.
  3. Plasenta fundus: Plasenta tumbuh di bagian atas rahim.
  4. Plasenta lateral: Plasenta tumbuh di dinding kanan atau kiri rahim.

Plasenta di posisi mana pun masih dapat bergerak naik hingga sekitar 32 minggu kehamilan. Jika pada awal kehamilan diketahui plasenta menempel di bawah rahim, biasanya bergerak ke atas dan menjauhi leher rahim saat bayi bertambah besar.

Ibu hamil yang mengalami gangguan atau kelainan pada plasenta dapat mengancam jiwa Bunda dan janin. Penyebab gangguan atau plasenta tidak normal itu macam-macam, termasuk merokok, minum beralkohol, serta mengonsumsi obat-obatan tertentu selama kehamilan. 

Ibu hamil yang mengalami plasenta yang tidak normal dapat melihat dari gejala. Bumil segera konsultasikan ke dokter jika mengalaminya:

  • Sakit perut (perut) yang parah atau sakit punggung
  • Pendarahan vagina
  • Kontraksi
  • Trauma apa pun pada perut , misalnya karena jatuh atau kecelakaan mobil.

Berikut beberapa gangguan pada plasenta beserta ciri-cirinya dari berbagai sumber:

1. Plasenta previa

Ciri yang tampak dari plasenta previa yakni menutupi seluruh atau sebagian serviks. Kadang-kadang disebut plasenta dataran rendah.

Plasenta previa sering didiagnosis pada trimester ketiga, setelah terjadinya perdarahan vagina berwarna merah cerah. Pendarahannya bisa berat atau ringan, dan biasanya berhenti dengan sendirinya, lalu kembali lagi dalam beberapa hari atau minggu.

Kebanyakan perempuan tidak merasakan sakit apa pun. Obgyn dapat mendiagnosis plasenta previa dengan USG rutin selama janji temu prenatal.

Jika plasenta ditemukan terletak rendah pada pemeriksaan USG rutin pada trimester kedua, maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut.

2. Plasenta akreta

Plasenta menempel terlalu dalam ke dinding rahim. Plasenta akreta dapat memburuk jika pembuluh darah membentur otot rahim (disebut plasenta inkreta), atau jika pembuluh darah tersebut menembus dinding rahim (plasenta perkreta). 

Insiden plasenta akreta meningkat pada Bunda dengan riwayat persalinan sesar, operasi rahim lainnya, usia ibu yang sudah lanjut, graviditas tinggi, multiparitas, kuretase sebelumnya, dan plasenta previa.

Terdapat risiko perdarahan vagina pada awal trimester pertama dan juga komplikasi kehamilan seperti risiko ketuban pecah dini, kelahiran prematur, insufisiensi plasenta, dan solusio plasenta. Hasil kehamilan bisa sangat buruk.

Namun pada plasenta previa, akreta, dan perkreta biasanya tidak memiliki gejala luar. Dokter dapat mengetahui kondisi ini selama USG rutin, MRI, atau tes darah. 

Komplikasi dari kondisi ini dapat berupa perdarahan vagina pada trimester ketiga, perdarahan postpartum parah, operasi caesar, dan histerektomi berikutnya.

3. Solusio plasenta

Suatu kondisi selama kehamilan yang ditandai dengan plasenta terpisah dari rahim terlalu dini.

4. Insufisiensi plasenta

Kondisi ini terjadi ketika plasenta tidak memberikan nutrisi atau oksigen yang cukup untuk janin.

5. Retensi plasenta

Ini terjadi ketika bagian dari plasenta tetap berada di dalam rahim setelah kehamilan.

6. Intervillositis histiocytic kronis (CHI)

Kondisi ini sangat langka.  Laman Tommys menuliskan pada CHI, sistem kekebalan ibu hamil bereaksi tidak normal terhadap kehamilan dan menyebabkan kerusakan pada plasenta. Kondisi tersebut meningkatkan risiko keguguran dan lahir mati. Sayangnya, CHI tidak memiliki gejala dan hanya dapat didiagnosis setelah kehamilan.

7. Vasa previa

Pada sebagian besar kehamilan, pembuluh darah dari tali pusat masuk langsung ke dalam plasenta. Namun pada vasa praevia, pembuluh darah ini tidak dilindungi tali pusar atau jaringan plasenta.

Sebaliknya, pembuluh darah masuk ke jalan lahir, di bawah bayi. Pembuluh darah ini sangat halus. Jika robek saat Bunda melahirkan atau saat ketuban pecah, ini dapat menyebabkan kehilangan darah. Bahayanya darah yang hilang berasal dari bayi.

Biasanya tidak ada gejala yang menandakan vasa previa, namun kondisi ini dapat dideteksi dengan sonogram dan USG Doppler setelah minggu ke-16.

Ibu hamil dengan vasa previa terkadang mengalami pendarahan vagina tanpa rasa sakit pada trimester kedua atau ketiga.

Karena itu, ibu hamil yang mengalami pendarahan vagina harus selalu melaporkannya ke penyedia layanan kesehatannya agar penyebabnya dapat diketahui dan tindakan apa pun yang diperlukan dapat diambil untuk melindungi bayinya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda