Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

menyusui

Berawal dari Anak Rewel Menyusu, Ayah Ini Rintis Usaha Penyimpanan ASI Perah agar Tak Bau Tengik

Annisa Karnesyia   |   HaiBunda

Minggu, 06 Jul 2025 08:40 WIB

ASI Perah
Ilustasi ASI Perah/ Foto: iStock
Jakarta -

Sosok ayah dibutuhkan dalam mendukung proses menyusui agar berjalan lancar. Tak hanya memberikan bantuan dan semangat, ayah juga bisa berinovasi menciptakan sesuatu yang berguna untuk membantu Bunda dalam proses menyusui.

Salah satu ayah yang berhasil melakukan inovasi ini adalah Justin Silpe. Justin bahkan merintis usaha penyimpanan ASI agar tahan lama untuk membantu istrinya Katie, yang kesulitan menangani sang putri saat rewel menyusu.

Dilansir laman Chemical and Engineering News, putri Justin, Holly, saat itu masih berusia empat bulan dan tidak mau mengonsumsi ASI perah yang sebelumnya disimpan di freezer. Justin yang saat itu menjadi peneliti pasca doktoral di Princeton University, berusaha menemukan alasannya. Ia pun mencoba dan memahami apa yang melatarbelakangi penolakan putrinya terhadap ASI beku dan yang dicairkan kembali.

Justin lalu menggunakan teknik skrining high-throughput untuk mengetahui bagaimana ASI berubah ketika dibekukan. Ia pun berusaha menemukan senyawa yang berasal dari makanan yang dapat digunakan untuk meningkatkan keawetan ASI.

Melalui studi yang dilakukannya, Justin berhasil mengembangkan platform skrining high-throughput pertama di dunia. Platform ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang berasal dari makanan dan kombinasi senyawa. Bila ditambahkan ke ASI manusia, senyawa tersebut dapat mempertahankan kandungan lemak, mempertahankan kapasitas antioksidan, dan mengurangi produksi asam lemak bebas yang terkait dengan bau tengik selama penyimpanan ASI di lemari es dalam jangka panjang.

Studi yang dilakukan Justin ini jurnal Foods pada awal Juni 2025. Hasil studinya membantu orang tua yang kebingungan menyimpan ASI dalam waktu lama di lemari es.

"Ketika mencari masalah ini, hasil pencarian yang didapatkan di Google biasanya berupa susu sapi atau blog tempat orang tua lain mengeluhkan masalah ini. Padahal, ini adalah pertanyaan biologi yang cukup mendasar," kata Justin.

Ketika Justin mengajukan penelitian ini kepada atasannya Bonnie Bassler, ia langsung setuju. Bassler, yang terkenal karena penelitiannya tentang komunikasi kimia antara bakteri, tidak tahu apa-apa tentang pemberian makan bayi.

Namun, proyek tersebut menarik baginya karena eksperimen yang dirancang Justin memiliki penalaran yang mirip dengan pekerjaan lab lainnya. Meski begitu, cakupannya jauh lebih terbatas.

"Kelihatannya sangat mudah dipahami dibandingkan dengan jenis sains yang biasa saya dan Justin lakukan," ujar Bassler.

Kata pakar tentang penelitian ini

Ahli glikobiologi susu Steven D. Townsend dari Vanderbilt University memuji penelitian Justin. Menurutnya, masalah terkait penyimpanan ASI perlu ditinjau ulang, Bunda.

"Saat ibu memompa, ia biasanya dapat menyimpan ASI tersebut pada suhu ruangan selama sekitar 3-5 jam. Ketika ia memasukkan ke dalam kulkas, ASI akan tahan kurang dari seminggu. Jika disimpan di freezer lemari es, kita bisa mendapatkan ASI yang tahan selama 6 bulan," kata Townsend.

Namun, bayi sering kali menolak untuk mengonsumsi ASI yang dibekukan dan dicairkan. Survei terhadap sekitar 1.000 orang tua yang menyusui yang dilakukan oleh rekan Justin, Karla Damian-Medina, menemukan bahwa sekitar 30 persen bayi menolak ASI yang dicairkan, sehingga orang tua terpaksa membuang persediaan ASI mereka.

Para peneliti percaya bahwa itu terjadi karena bau dan rasa tengik ASI perah yang disimpan. Menurut peneliti, perubahan kimia pada lemak di ASI dapat merusak rasanya.

Perlu diketahui, ASI hanya mengandung sekitar 3-5 persen lemak. Tetapi sama seperti makanan lain, molekul-molekul tersebut dapat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap rasa susu.

Penambahan vitamin C dan pektin ke ASI perah

Untuk memahami proses kimia dalam penyimpanan ASI, Justin memerlukan sampel yang baru dipompa dari orang tua yang menyusui di dekatnya. Dengan bantuan sang istri dan kelompok pendukung menyusui, Justin akhirnya mengumpulkan sekitar 30 mililiter (ml) ASI dari 14 pendonor.

Ia lalu mencampur senyawa molekul yang berasal dari makanan yang tersedia secara komersial dengan sampel ASI sebelum membekukannya. Setelah mencairkan sampel hingga seminggu, ia menggunakan uji berbasis fluoresensi untuk menyaring aktivitas lipase dan kapasitas antioksidan.

Hasil pemindaian mengungkap 15 senyawa yang dapat mengubah pemicu tengik pada ASI. Tim peneliti lalu memilih untuk mencampur ASI dengan dua molekul, yakni pektin dan asam askorbat, karena keduanya tersedia dan dikonsumsi secara luas.

Penambahan asam askorbat atau vitamin C ke dalam ASI ternyata dapat meningkatkan kapasitas antioksidan dan melindungi asam lemak bebas dari oksidasi. Sementara itu, pektin dapat menghambat lipolisis atau pemecahan lemak.

Meskipun vitamin C merupakan antioksidan yang terkenal, cara pektin menghambat lipolisis belum sepenuhnya jelas. Untuk lebih memahami mengapa senyawa tersebut bermanfaat, tim bekerja sama dengan ahli biokimia lipid di University of California San Diego bernama Itay Budin.

Sementara Budin berupaya memahami mekanisme tersebut, Justin mendapatkan bantuan dana dari perusahaan untuk mengembangkan proyek dan bisnisnya. Perusahaan ini tengah mengembangkan produk berbentuk bubuk dan cair untuk ditambahkan ke ASI perah guna membantu mempertahankan rasanya di dalam freezer.

Demikian kisah seorang ayah merintis usaha penyimpakan ASI agar tahan lama untuk membantu istrinya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ank/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda