HaiBunda

MENYUSUI

Skrining Tahunan Turunkan Risiko Kematian Akibat Kanker Payudara, Ini Cara Melakukannya

Melly Febrida   |   HaiBunda

Minggu, 17 Aug 2025 09:50 WIB
Skrining Tahunan Turunkan Risiko Kematian Akibat Kanker Payudara, Ini Cara Melakukannya/Foto: Getty Images/iStockphoto/pondsaksit
Jakarta -

Skrining kanker payudara dapat membantu mendeteksi kanker payudara sejak dini sehingga lebih mudah diobati. Bahkan penelitian menunjukkan bahwa melakukan skrining tahunan dapat menurunkan risiko kematian akibat kanker payudara.

Melansir laman Centers for Disease Control and Prevention (CDC)  bahwa skrining kanker payudara memang tidak dapat mencegah kanker payudara, namun skrining dapat membantu mendeteksi kanker payudara sejak dini.

Bunda dapat berkonsultasi dengan dokter tentang tes skrining kanker payudara yang tepat dan kapan harus melakukannya. 


Apa itu skrining kanker payudara?

Skrining kanker payudara adalah memeriksa payudara perempuan untuk mendeteksi kanker sebelum terdapat tanda atau gejala penyakit. Penyedia layanan kesehatan dapat memberi tahu Bunda tentang pilihan skrining terbaik untuk Bunda.

Satuan Tugas Layanan Pencegahan Amerika Serikat (USPSTF) pada Mei 2023 merekomendasikan agar perempuan berusia antara 40 dan 74 tahun menjalani skrining setiap dua tahun. Namun, temuan terbaru menunjukkan skrining tahunan dapat menurunkan risiko kematian.

Skrining tahunan menurunkan risiko kematian akibat kanker payudara

Pada sebuah studi yang dipimpin Epic Research, sebuah firma analitik kesehatan yang berbasis di Verona, Wisconsin, ditemukan bahwa perempuan yang menjalani skrining kanker payudara setiap tahun terbukti memiliki risiko kematian 17 persen lebih rendah karena penyebab apa pun, dibandingkan dengan perempuan yang menjalani skrining setiap dua tahun.

"Populasi rentan memiliki risiko kematian yang lebih tinggi setelah diagnosis kanker payudara dibandingkan populasi yang kurang rentan," ujar Kersten Bartelt, seorang perawat terdaftar yang berbasis di Wisconsin dan anggota tim klinis Epic, dilansir dari Fox News Digital.

"Skrining kanker payudara tahunan dapat membantu menurunkan risiko ini," tegas Bartelt.

American Cancer Society (ACS) merekomendasikan agar perempuan berusia 45 hingga 54 tahun menjalani mammogram setiap tahun, sementara wanita berusia 40 hingga 44 tahun juga memiliki pilihan untuk melakukannya.

Untuk perempuan berusia 55 tahun ke atas, panduan ACS adalah menjalani mammogram setiap dua tahun sekali, kecuali mereka memilih untuk melanjutkan skrining tahunan.

Dalam studi Epic, para peneliti mengevaluasi 25.512 perempuan berusia 50 hingga 74 tahun. Semua peserta telah didiagnosis menderita kanker payudara antara 1 Januari 2018 dan 1 Agustus 2022, dan tidak dianggap berisiko tinggi sebelum terkena penyakit tersebut.

Kelompok perempuan yang diskrining tahunan jika dibandingkan yang diskrining 2 tahunan ternyata memiliki risiko kematian akibat semua penyebab 17 persen lebih rendah setelah diagnosisnya. 

Studi tersebut juga menyatakan bahwa perempuan kulit hitam, berusia di atas 60 tahun, tinggal di 'daerah rentan secara sosial' atau tinggal di daerah pedesaan lebih rentan terhadap kematian akibat semua penyebab setelah didiagnosis kanker, dibandingkan dengan perempuan yang tidak termasuk dalam kelompok tersebut.

Nicole B. Saphier, M.D., profesor madya di Memorial Sloan Kettering Cancer Center di New York City dan direktur pencitraan payudara di Memorial Sloan Kettering di Monmouth, New Jersey, menjelaskan bahwa analisis ini sangat menarik. 

"Ini analisis yang sangat menarik dan tentu saja mendukung mammogram tahunan," ujar Saphier yang tidak terlibat dalam studi Epic.

Namun Saphier menunjukkan satu keterbatasan penelitian ini. Ia mengatakan penelitian ini tidak memperhitungkan hubungan antara pilihan gaya hidup yang berbeda antara perempuan yang menjalani mammogram setiap tahun dengan perempuan yang melakukannya dua tahun sekali. 

Selain itu, faktor-faktor yang menyebabkan pasien memilih skrining tahunan, alih-alih dua tahunan, tidak dimasukkan dalam studi ini.

Saphier juga mendukung rekomendasi dari American College of Radiology dan Society of Breast Imaging agar mamografi tahunan dimulai pada usia 40 tahun untuk perempuan berisiko normal.

"Mammogram tahunan yang dimulai pada usia 40 tahun meningkatkan kemampuan kita untuk mendeteksi kanker payudara yang lebih agresif yang terbentuk sebelum menopause, dan oleh karena itu memberikan pasien peluang terbaik untuk bertahan hidup karena deteksi dan pengobatan dini menyelamatkan nyawa," ujarnya.

Untuk menentukan frekuensi skrining yang tepat, perempuan harus berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan untuk mempertimbangkan bahaya dan manfaat serta faktor risiko pribadi mereka.

Tips Cegah Kanker Payudara/ Foto: HaiBunda/Mia

Jenis tes skrining kanker payudara

Ada beberapa tes untuk skrining kanker payudara, antara lain:

1. Mammogram

Mammogram adalah rontgen payudara. Pada kebanyakan perempuan, mammogram adalah cara terbaik untuk mendeteksi kanker payudara sejak dini, ketika kanker lebih mudah diobati. Mammogram dapat mendeteksi kanker sebelum cukup besar untuk dirasakan atau menimbulkan gejala.

Melakukan mammogram secara teratur dapat menurunkan risiko kematian akibat kanker payudara. 

2. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) payudara

MRI payudara menggunakan magnet dan gelombang radio untuk mengambil gambar payudara. MRI payudara digunakan bersama mammogram untuk menyaring perempuan yang berisiko tinggi terkena kanker payudara.

Karena MRI payudara mungkin tampak abnormal meskipun tidak ada kanker, MRI payudara tidak digunakan untuk perempuan dengan risiko rata-rata.

3. Pemeriksaan lainnya

  • Pemeriksaan payudara klinis: Pemeriksaan payudara klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan dokter atau perawat, dengan menggunakan tangannya untuk meraba benjolan atau perubahan lainnya.
  • Kesadaran diri terhadap payudara: Mengenali bagaimana payudara terlihat dan terasa dapat membantu Bunda menyadari gejala-gejala seperti benjolan, nyeri, atau perubahan ukuran yang mungkin mengkhawatirkan. Ini dapat mencakup perubahan yang ditemukan selama pemeriksaan payudara sendiri. Bunda harus melaporkan setiap perubahan yang diperhatikan kepada dokter atau penyedia layanan kesehatan.

Melakukan pemeriksaan payudara klinis atau pemeriksaan payudara sendiri belum terbukti dapat menurunkan risiko kematian akibat kanker payudara.

Manfaat dan risiko skrining kanker payudara

Setiap tes skrining memiliki manfaat dan risiko. Karena itu, Bunda penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menjalani tes skrining apa pun, seperti mammogram.

Manfaat skrining

Manfaat skrining adalah mendeteksi kanker sejak dini, saat lebih mudah diobati.

Risiko skrining

Bahayanya dapat mencakup hasil tes positif palsu, ketika dokter melihat sesuatu yang tampak seperti kanker tetapi sebenarnya bukan. Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak tes, yang bisa mahal, invasif, dan memakan waktu, serta dapat menyebabkan kecemasan.

Tes juga dapat menyebabkan diagnosis berlebih, ketika dokter menemukan kanker yang seharusnya tidak menimbulkan gejala atau masalah, atau bahkan mungkin hilang dengan sendirinya.

Pengobatan kanker ini disebut pengobatan berlebih. Pengobatan berlebih dapat mencakup perawatan yang direkomendasikan untuk kanker payudara, seperti operasi atau terapi radiasi. Hal ini dapat menyebabkan efek samping yang tidak perlu dan tidak diinginkan. 

Potensi bahaya lain dari skrining kanker payudara meliputi rasa sakit selama prosedur dan paparan radiasi dari tes mammogram itu sendiri. Meskipun jumlah radiasi dalam mammogram kecil, mungkin ada risiko jika dilakukan rontgen berulang.

Mammogram juga dapat melewatkan beberapa jenis kanker, yang disebut hasil tes negatif palsu, yang dapat menunda penemuan kanker dan mendapatkan perawatan.

Cara melakukan skrining yang efektif

Bunda dapat melakukan skrining kanker payudara yang efektif dengan beberapa cara di bawah ini dari berbagai sumber:

  1. Usia 40 tahun mulai skrining , ini berdasarkan risiko individu dan konsultasi dokter.
  2. Memilih frekuensi yang tepat, tahunan atau setiap dua tahun.
  3. Tambahan skrining bila diperlukan seperti USG atau MRP bisa menjadi pelengkap.
  4. Menggunakan teknologi canggih. Pendekatan berbasi AI dapat mengurangi false positives hingga 31 % dan biopsi tidak perlu 7,4 persen lebih rendah.
  5. Konsultasi. Bunda dapat mendiskusikan riwayat keluarga, kesehatan, dan hasil skrining sebelumnya untuk menentukan frekuensi dan metode terbaik.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Simak video di bawah ini, Bun:

5 Penyebab Benjolan di Payudara yang Bukan Gejala Kanker

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

5 Potret Nurah Syahfirah Rayakan Ultah Suami, Teuku Rafly Bergaya Padel Bareng Anak-anak

Mom's Life Amira Salsabila

Potret Lyra Virna dan Fadlan Muhammad Lepas Anak Kembar untuk Kuliah ke Luar Kota

Mom's Life Annisa Karnesyia

Curhat Sharena Mulai Alami Perimenopause, Beruntung Ada Ryan Delon yang Mendampingi

Kehamilan Amrikh Palupi

Anak yang Lahir Akhir Tahun Lebih Sering Didiagnosis Gangguan Mental, Ternyata Ini Pemicunya

Parenting Nadhifa Fitrina

7 Rekomendasi Kapas Wajah, Lembut & Aman untuk Bersihkan Makeup

Mom's Life Ajeng Pratiwi & Randu Gede

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

Sering Alami Anyang-anyangan? Ini 5 Resep Minuman untuk Mengatasinya

Perebutan Warisan Rp6,8 Miliar Ungkap Rahasia Besar Keluarga Ini, Ternyata...

Curhat Sharena Mulai Alami Perimenopause, Beruntung Ada Ryan Delon yang Mendampingi

Anak yang Lahir Akhir Tahun Lebih Sering Didiagnosis Gangguan Mental, Ternyata Ini Pemicunya

7 Rekomendasi Kapas Wajah, Lembut & Aman untuk Bersihkan Makeup

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK