HaiBunda

MENYUSUI

Kanker Payudara Sembuh, Tapi Luka Psikologisnya Bisa Bertahan Lama

Dwi Indah Nurcahyani   |   HaiBunda

Minggu, 16 Nov 2025 08:41 WIB
Kanker Payudara Sembuh, Tapi Luka Psikologisnya Bisa Bertahan Lama/Foto: Getty Images/PonyWang
Jakarta -

Potensi kesembuhan dari kanker payudara meski tipis tetaplah ada. Hanya saja, ketika penderita kanker payudara sembuh, tapi luka psikologisnya bisa bertahan lama.

Kanker payudara merupakan diagnosis kanker yang paling umum di antara perempuan di seluruh dunia dan memiliki tingkat kematian tertinggi dengan tingkat kelangsungan hidup mendekati 80 persen di negara-negara Eropa.

Di Meksiko, kanker payudara juga menjadi kanker yang paling umum didiagnosis pada populasi perempuan sejak 2006. Hanya 10 persen dari semua kanker yang didiagnosis pada tahap awal, sehingga risiko kematian akibat kanker payudara berlipat ganda di Amerika Latin dibandingkan dengan Amerika Serikat.


Diagnosis kanker payudara dianggap sebagai pengalaman traumatis karena masalah yang terkait dengan pengobatan, termasuk masalah fisik seperti kelelahan, mual dan alopecia, dan masalah psikologis seperti depresi, kecemasan, dan kekhawatiran eksistensial.

Sebanyak 30-50 persen penyintas kanker payudara menunjukkan gejala tekanan emosional seperti depresi atau kecemasan. Sementara, depresi dan kecemasan diklasifikasikan dalam the American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5).

Gejala pertama biasanya ditandai dengan kesedihan mendalam dan hilangnya minat kesenangan yang berlangsung hampir sepanjang hari selama minimal dua minggu. Kemudian, gejala lainnya didefinisikan sebagai reaksi emosional yang ditandai dengan perasaan tegang, khawatir, gugup, dan khawatir bersamaan dengan aktivasi sistem saraf otonom simpatik yang memiliki nilai fungsional dan manfaat biologis.

Selama tahun pertama, kedua kondisi ini sangat umum terjadi, karena dampak emosional yang berat dari diagnosis dan pengobatan kemoterapi serta radioterapi seperti dikutip dari laman Mdpi.

Prevalensinya sendiri sebanyak 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum dan pasien kanker payudara memiliki gejala depresi yang lebih dalam dibandingkan jenis kanker lainnya.

Sebagai pengobatan, ada dua pilihan pembedahan yang ditawarkan kepada pasien. Yang pertama adalah mastektomi (MST), yang merupakan tindakan yang paling banyak digunakan dan seluruh payudara diangkat. Ini adalah pilihan yang paling aman karena meningkatkan kemungkinan bertahan hidup hingga 40 persen.

Kemudian, pengobatan yang kedua adalah terapi konservasi payudara (BCT), di mana hanya tumor dan jaringan di sekitarnya yang diangkat untuk mencegah pertumbuhannya. Pilihan ini digunakan ketika perempuan  ingin mempertahankan citra tubuh mereka. Perempuan yang menjalani MST menunjukkan kesulitan terbesar dalam memahami emosi mereka sendiri.

Selain itu, dalam menyelesaikan fase perawatan, para penyintas jangka panjang juga berisiko mengalami depresi dan kecemasan. Studi menunjukkan bahwa penyintas tidak dapat terlibat dalam peristiwa yang menegangkan 7 tahun setelah akhir perawatan.

Dalam perawatan kanker sendiri, ada lima tanda vital yakni suhu, pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, dan nyeri, serta tekanan emosional. Selain itu, depresi dan kecemasan lebih umum terjadi pada pasien dengan lebih banyak patologi atau stadium penyakit yang lebih lanjut.

Munculnya depresi dan kecemasan pada pasien kanker biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk memproses diagnosis dan pengalaman penyakit serta ketakutan yang kuat akan kematian dan kekhawatiran akan kemungkinan kekambuhan.

Depresi dan kecemasan merupakan prediktor keduanya. Dalam banyak kasus, kurangnya dukungan yang dialami pasien menyebabkan lingkaran setan emosi negatif yang membuat munculnya emosi positif menjadi semakin sulit. Akibatnya, terdapat peningkatan risiko berkembangnya psikopatologi yang juga menghasilkan gejala fisik yang tidak diketahui asalnya.

Prevalensi depresi dan kecemasan berubah selama bertahun-tahun karena fluktuasi gejala yang dirasakan pasien. Bahkan, terdapat penelitian yang menunjukkan tingkat prevalensi dengan rentang yang luas, di mana disertai gejala berat yang dapat berlangsung hingga 15 tahun setelah diagnosis. Kekhawatiran akan risiko kekambuhan merupakan perasaan yang paling sering muncul di antara para penyintas dengan gejala cemas depresi.

Karenanya, sangat penting mengetahui faktor-faktor yang paling sering berulang terkait dengan kanker payudara pada pasien yang menderita depresi atau kecemasan guna menetapkan program intervensi yang lebih efektif untuk kesejahteraan psikologis mereka.

Tips Cegah Kanker Payudara/ Foto: HaiBunda/Mia

Mengapa penyintas kanker payudara rentan alami depresi?

Perjalanan panjang dalam pengobatan kanker payudara tidaklah mudah dijalani. Ada fase turun naik dalam menjalaninya dengan deretan rangkaian pengobatan yang tak sebentar. Wajar saja, ketika membuahkan kesuksesan kesembuhan pun, para pasien tetap memiliki luka lama yang tak mudah hilang begitu saja.

Dengan kondisi tersebut, tak jarang risiko depresi pun menghampiri. Kenyataannya, di antara para penyintas kanker payudara memang berisiko mengalami depresi lebih tinggi secara jangka panjang dibandingkan perempuan tanpa riwayat kanker payudara.

Mengutip dari laman Medical Express, para penyintas kanker payudara jangka panjang memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi, terutama jika mereka mengalami insomnia, menurut sebuah studi yang dipublikasikan daring.

Dalam sebuah penelitian, Michael R. Irwin, M.D, dari the University of California, Los Angeles, bersama dengan rekan-rekannya turut meneliti insidensi depresi dan apakah insomnia meningkatkan risiko depresi pada penyintas kanker payudara jangka panjang. Analisis tersebut melibatkan 310 penyintas kanker payudara perempuan (berusia 55 hingga 85 tahun), setidaknya dua tahun pascadiagnosis, dan 309 kontrol yang usianya sesuai dan dipantau selama 32 bulan.

Dari penelitian tersebut, mereka menemukan bahwa risiko depresi lebih tinggi di antara penyintas kanker payudara dibandingkan kontrol (rasio bahaya, 5,94). Insomnia (didefinisikan sebagai ≥8 pada the Insomnia Severity Index) yang artinya semakin meningkatkan risiko depresi di antara penyintas kanker payudara (rasio bahaya, 9,91), tetapi tidak di antara kelompok kontrol.

"Penyintas kanker payudara jangka panjang pada lansia menunjukkan peningkatan kemungkinan depresi dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita kanker," tulis para penulis.

Para peneliti mengatakan bahwa mengingat insomnia merupakan target prioritas untuk pencegahan depresi selektif, bukti langsung efektivitas pengobatan insomnia dalam pencegahan depresi pada penyintas kanker payudara diperlukan.

Itulah mengapa pasien kanker payudara rentan alami depresi ya, Bunda. Semoga informasinya membantu.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Simak video di bawah ini, Bun:

Selain dari Warna Areola, Ini 7 Ciri Payudara yang Normal dan Sehat

TOPIK TERKAIT

ARTIKEL TERKAIT

TERPOPULER

Dahulu Ratu Sinetron, Ini 5 Potret Jihan Fahira Kini Sibuk Jadi Wakil Rakyat

Mom's Life Nadhifa Fitrina

Termasuk Tinggi Badan, Ini 5 Warisan Genetik yang Diturunkan Ayah ke Anak

Parenting Ajeng Pratiwi & Sutan Muhammad Aqil

Sampai Kapan Dosa Anak Ditanggung Ayah?

Parenting Nadhifa Fitrina

Ini Alasan Nadine Chandrawinata Menikah dengan Dimas Anggara yang Berusia Lebih Muda

Mom's Life Nadhifa Fitrina

9 Kalimat Orang Tua yang Bisa Membuat Anak Punya Luka Batin

Parenting Azhar Hanifah

REKOMENDASI
PRODUK

TERBARU DARI HAIBUNDA

73 Lagu Rohani Kristen Terbaik dan Terpopuler, Penyembahan & Pujian Syukur

Dahulu Ratu Sinetron, Ini 5 Potret Jihan Fahira Kini Sibuk Jadi Wakil Rakyat

Termasuk Tinggi Badan, Ini 5 Warisan Genetik yang Diturunkan Ayah ke Anak

Sampai Kapan Dosa Anak Ditanggung Ayah?

5 Potret Eddy Meijer Putra Maudy Koesnaedi yang Kuliah di Belanda

FOTO

VIDEO

DETIK NETWORK