Jakarta -
Ingin punya komunikasi yang baik sama
anak, Bun? Kita bisa lho mencoba jadi terapis atau konselor buat mereka. Menurut Susanti Agustina atau yang akrab disapa Bunda Susan, motherpreneur sekaligus penulis buku 'Biblioterapi untuk Pengasuhan', orang tua sebaiknya menerapkan prinsip-prinsip yang dilakukan terapis atau konselor bagi anak-anaknya ketika melakukan komunikasi dengan mereka.
Kata Bunda Susan, biasanya dari satu masalah yang tidak tertangani tuntas, bisa merembet ke masalah perilaku lain. Untuk itu, penting banget orang tua menjajal lebih dulu jadi konselor anak sehingga nggak langsung 'lari' ke pihak tertentu ketika ada masalah pada anak.
Perlu diingat, Bun. Menjadi terapis atau konselor anak lebih berfokus membangun hubungan yang baik dengan
anak, bukan tentang kita ingin anak seperti apa. Bunda Susan bilang, saat menempatkan diri sebagai konselor, orang dewasa punya tanggung jawab moral atas perilaku si anak.
"Sebagai konselor atau terapis, menurut pendapat Geldard, kita mesti kongruen. Kita selami jiwa anak-anak, kemudian menerimanya dan hindari melibatkan emosi kita," tutur dosen di program studi Perpustakaan dan (Sains) Informasi, Departemen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia ini.
Maksudnya, coba hadirkan lagi dunia anak-anak kita yang dulu sehingga kita bisa tahu bagian diri mana yang tepat dan pas dengan dunia anak. Kalau sudah memahami dan menyelami dunia anak, kita lebih bisa membantu anak memahami apa yang dirasakannya saat ini. Dengan begitu, orang tua meminimalkan kemungkinan anak memendam perasaan yang bisa jadi pangkal beberapa gangguan emosional dan neurosis (saraf otak) anak di kemudian hari.
"Tapi, kalau anak bisa belajar mengurangi perasaan negatifnya dan mengubahnya jadi hal yang positif dengan bercerita ke orang lain, bagus sekali," kata Bunda Susan.
Yang perlu kita ingat, sebelum berinteraksi sama anak, kita berdamai dulu dengan diri sendiri nih, Bun. Sehingga, kita jadi konselor terapis untuk diri sendiri dulu dengan menyelesaikan perasaan yang mengganjal dan bisa menghambat proses komunikasi sama anak.
"Ada kecewa, lepaskan, ada dendam maafkan, ada ungkapan sayang yang belum tersampaikan ya sampaikan. Sederhana emang, tapi dampaknya ajaib," kata Bunda Susan.
Dengan nggak melibatkan emosi saat ngobrol sama
anak, mereka bisa percaya kalau bunda dan ayahnya bisa menerima mereka. Ya, walaupun itu butuh waktu ya, Bun.
Jadi 'konselor' untuk anak juga mesti jaga jarak emosional nih. Ketika terlalu hangat dan ramah, bisa jadi anak malah meremehkan kita. Hal terpenting, buat anak merasa nyaman sehingga dia bisa jadi dirinya sendiri dan apa yang dilakukan bukan untuk menyenangkan kita sebagai orang tuanya. Bunda Susan berpesan, jadilah sosok yang tenang, stabil, mau mendengar, menerima dan memahami anak. Ingat juga kalau tiap anak unik sehingga pendekatan yang dilakukan ke mereka pun berbeda.
(rdn)