Jakarta -
Saat melihat Instagram, kadang saya sedih kalau melihat ibu-
ibu yang rajin memasak aneka makanan buat ana-anaknya. Kayaknya dia nggak mengalami masalah anak susah makan seperti yang saya hadapi.
Sering juga saya melihat ibu-ibu yang rumahnya rapi jali tanpa mengekang kreativitas anaknya, karena dia punya ruang bermain anak. Sementara saya belum bisa membuat ruang main itu karena barang-barang di rumah sudah begitu banyak dan kekurangan tempat juga jadinya.
Kadang sedih juga melihat diri saya 'sok sibuk' sehingga nggak bisa sering-sering membuat aparatus main buat anak. Alhasil mereka ya main dengan mainan yang ada di rumah. Kalau saya lagi ada waktu, baru deh saya bikinkan mereka mainan dari barang-barang yang ada di rumah. Tapi kayaknya momen ini bisa banget dihitung dengan jari sebelah tangan.
Hmm, ya saya tahu manusia memang nggak ada yang sempurna. Termasuk upaya saya menjadi ibu yang sempurna, sering kali malah bikin stres sendiri. Nggak cuma saya, ternyata ini dialami juga oleh seorang ibu bernama Becky Vieira. Yuk, kita simak cerita Becky, Bun.
Becky yang baru saja pindah rumah merasa hari-hari setelah pindah rumah merasa belum melakukan hal yang benar sebagai
ibu. Ia merasa nggak yakin sudah cukup belum waktu bermain dengan anaknya. Bahkan, saking lelahnya ia tak bisa menemani anaknya menggosok gigi.
"Pada malam hari, tubuh saya ambruk di tempat tidur, namun pikiran tidak bisa beristirahat. Saya merasa semua yang saya lakukan salah dan apa yang seharusnya saya lakukan berbeda," tulis Becky di BabyCenter.
Kata Becky ia sering ragu-ragu dengan dirinya dan membandingkan dirinya dengan ibu lain. Ia sadar seharusnya tidak melakukannya tapi dirinya tak bisa menahan diri. Menurut Becky, putranya layak mendapat lebih banyak dan lebuh baik dari dirinya.
Keesokan paginya, Becky merasa semua kekhawatiran tak bisa sempurna hanyalah keraguan dirinya saja. Ini bermula saat Becky melihat putranya melakukan hal sederhana.
"Dalam sekejap kepercayaan saya kembali pulih. Saya berhenti meragukan diri sebagai seorang ibu dan tahu bahwa saya melakukan pekerjaan dengan baik. Bukan sekadar pekerjaan, tapi pekerjaan hebat," tambahnya.
Saat itu Becky melihat putranya berjalan di ruang tamu dengan membawa makanan ringan di tangannya. "Dia naik ke atas kursi, naik ke pangkuan saya, lalu berusaha memeluk dan merangkul dengan lengan mungilnya," lanjut Becky.
Putranya kemudian mendekatkan wajahnya di depan wajah Becky, dan memberinya ciuman dengan mulut terbuka lebar. "Dia tidak peduli saya tidak bisa Pinterest. Atau saya memakai baju yang sama seperti kemarin. Dia menyukai sandwich keju panggang saya. Dia tidak perlu makan siang dengan makanan yang dipotong menjadi bentuk binatang, disajikan dalam kotak bento. Selama saya duduk bersamanya saat dia memakannya, dia bahagia," papar Becky.
Sikap putranya tersebut membuat Becky sadar dan belajar banyak dari anaknya, bahwa nggak perlu sempurna untuk menjadi seorang
ibu. Kita hanya perlu jadi diri sendiri yang mengupayakan hal-hal terbaik bagi buah hati dan keluarga kita.
"Baginya saya lebih dari cukup. Baginya saya adalah segalanya. Dan itulah satu-satunya hal yang sangat penting," sambung Becky.
Fiuh, beneran ya, Bun, kalau kita menerima diri kita sendiri apa adanya itu jauh lebih menyenangkan. Nggak perlu kita menjadi sempurna atau sebaik orang lain, karena kitalah yang paling tahu apa yang si kecil butuhkan dan kitalah yang paling tahu seberapa besar energi yang kita punya. Menjadi sempurna itu hanya bikin stres.
Psikolog Vera Itabiliana beberapa waktu bilang seseorang cenderung stres ketika harapan nggak sesuai realita. Nah, karena itu ekspektasi nggak boleh berlebihan alias nggak realistis dan nggak fleksibel.
"Tanpa target di luar diri kita, diri kita sudah berubah. Jangan diperberat dengan hal lain," kata Vera.
Vera pun menyarankan agar kita lebih rileks, sehingga nggak gampang tertekan. Kadang kita nggak perlu jadi perkasa jika energi yang kita punya nggak sebesar orang lain atau yang kita harapkan.
Semangat ya bunda-bunda hebat!
(Nurvita Indarini)