Jakarta -
Karena satu atau lain hal,
orang tua bisa saja berpisah. Namun, bukan berarti kita tidak bisa memberi yang terbaik buat si kecil, termasuk soal pola asuh yang diterapkan untuk mereka.
Ketika memiliki orang tua tunggal baik karena ayah dan bundanya bercerai atau terjadi perceraian, kata psikolog anak dan keluarga Roslina Berauli anak bisa dibilang punya profil klinis nih, Bun. Nah, anak dipengaruhi keluarga dan lingkungannya.
"Ketika anak ada dalam lingkungan disfunction family di mana punya mama aja atau punya papa aja yang bisa kita buat adalah kembangkan sesuatu pada diri anak ini," kata psikolog yang akrab disapa Vera ini beberapa waktu lalu.
Jangan lupa, ketika memiliki
orang tua tunggal, bantu anak untuk paham bahwa dia tangguh. Lalu, meski dia hanya punya ayah atau bunda saja, yakinkan pada anak kalau dia tetap dicintai oleh orang di sekitarnya tanpa syarat.
Vera menambahkan, bantu juga anak agar lebih kompeten yaitu dengan membiarkan mereka melakukan sesuatu sendiri. Dengan begitu anak lebih merasa percaya diri karena ia mampu melakukan sesuatu.
"Kadang ibu-ibu di Indonesia suka terlalu banyak membantu anaknya alias take over things semua yang anak lakukan. Semua diambil alih, semua dikerjain, sehingga akhirnya anak malah nggak kompeten," tutur Vera.
Kompetensi menurut Vera nggak bisa dibuat-buat lho, Bun. Dalam artian anak nggak bisa mengaku dia bisa melakukan ini dan itu tanpa bukti dia memang bisa melakukan hal tersebut. Vera bilang, kompetensi anak bisa dilihat dari hal-hal kecil. Contohnya, pas kita lagi di parkiran lalu anak tiba-tiba bilang aku yang ambil ya, Bun, karcis parkirnya. Atau, dia melakukan hal lain atas inisiatifnya.
Vera mengatakan, meskipun
anak nggak punya lingkungan positif, kita sebagai orang tua masih bisa membangun resilience atau ketangguhan dalam diri mereka.
"Aku simpulkan jadi anak yang tangguh yaitu ketika dia merasa dicintai tanpa syarat oleh orang sekitarnya dan dia merasa kompeten," tutup Vera.
(rdn)