Jakarta -
Nama
Retno Pinasti sedang jadi perbincangan baru-baru ini, Bun. Bukan tanpa alasan, wanita asli Yogyakarta ini telah ditetapkan oleh KPU sebagai salah satu moderator debat keempat
Pemilihan Presiden 2019 (Pilpres 2019). Retno tidak menyangka akan terpilih dan dipercaya memandu acara sepenting itu.
"Waktu
diumumin itu saya pribadi kaget banget, karena saya pikir bukan saya. Enggak
nyangka. Saya pribadi memang sedang fokus untuk siapkan debat Pilpres," kata Retno kepada
HaiBunda.
Ditanya tentang harapannya tentang debat yang rencananya akan diselenggarakan pada 30 Maret mendatang, Retno berharap acara tersebut berjalan lancar, sesuai harapan KPU dan masyarakat.
"Saya juga harap kedua kandidat bisa berdiskusi dan membahas isu-isu hangat dan kontroversial di masyarakat. Lebih menyentuh ke permasalahan di masyarakat tapi tidak perlu sepanas seperti diskusi di
social media," tutur Retno.
Terpilihnya Retno menjadi moderator debat keempat Pilpres 2019 tidak lepas dari perjalanan kariernya di dunia jurnalistik. Mengawali karier sejak duduk di bangku kuliah, Retno menceritakan ketertarikannya dengan dunia yang membesarkan namanya sekarang.
"Waktu kuliah di Yogyakarta, saya kerja paruh waktu jadi wartawan di TVRI Yogyakarta. Tapi pertama kali tertarik itu pas ikut lomba baca berita dari salah satu stasiun TV swasta di kampus," tutur Retno.
 Retno Pinasti/ Foto: Instagram @retnopinasti |
Meski menempuh pendidikan di jurusan berbeda, yaitu Sastra Inggris di Universitas Gadjah Mada dan Akutansi di Universitas Pembangunan Nasional di Yogyakarta, hal itu tak membuat Retno berhenti memulai karier di dunia jurnalistik. Wanita kelahiran 10 Januari 1976 ini justru semakin tertarik dengan jurnalistik karena ada tantangan berbeda yang dia rasakan.
"Setelah kerja
part time, saya mulai tertarik dengan dunia jurnalistik karena isu-isu yang dihadapi berbeda setiap harinya, selain itu juga kita bisa bertemu dengan banyak orang," kata Retno.
"Karena itu, saya akhirnya putuskan untuk cari beasiswa untuk lebih mendalami jurnalistik. Tahun 2011 sampai 2012 saya dapat beasiswa Chevening untuk ambil master TV Journalism di University of London," sambungnya.
Sebelum melanjutkan
studi nya di London, Retno juga sempat bekerja di Trans TV dan TVRI Jakarta. Ia mengingat persiapannya sebelum berangkat, pagi hari belajar dan pembekalan, malam harinya dia bekerja di TVRI Jakarta.
"Setelah selesai kuliah dari London, tahun 2003 saya bekerja di salah satu stasiun TV swasta selama kurang lebih dua tahun sebelum akhirnya lanjut di Voice of America (VOA) yang di Washington DC. Di VOA saya kerja tujuh tahun dari tahun 2005 sampai 2011," kata Retno.
Memulai karier di dunia jurnalistik dengan latar belakang pendidikan berbeda tidak membuat kedua orang tua Retno kecewa atau sedih. Orang tua, khususnya sang ayah justru mendukung pilihan sang putri.
"Orang tua selalu mendukung karier saya, meskipun jurusan kuliah awalnya beda," ungkap Retno.
Sebenarnya, bila sesuai keinginan, Retno lebih memilih untuk kuliah di jurusan teknik. Ia bahkan sempat mendaftar di jurusan tersebut, namun tidak lolos.
"Saya daftar teknik tapi malah tidak diterima, diterimanya justru di jurusan cadangan. Ayah saya justru menyarankan untuk tidak usah kerja di bidang teknik. Beliau itu
basic-
nya teknik kimia dan kerja di pabrik, katanya susah kalau kerja di bidang itu," lanjutnya.
Pertama kali merantau ke Jakarta untuk mengejar kariernya, Retno mengungkapkan dukungan tiada henti selalu diberi orang tuanya. Hanya saat ia harus bertugas di daerah konflik, orang tuanya barulah merasa sedikit khawatir.
Anak pertama dari dua bersaudara ini juga mengaku keputusannya kembali ke Indonesia setelah tujuh tahun bekerja di Amerika adalah rasa kangen dengan
orang tua. Jarak yang jauh dan waktu yang sedikit dihabiskan dengan keluarga juga menjadi alasan dirinya kembali ke kampung halaman.
"Waktu di Washington DC, orang tua juga
support, cuma saya justru yang merasa jauh dengan mereka, lumayan Amerika ke Indonesia perjalanannya sekitar 20 jam. Akhirnya saya putuskan setelah 7 tahun, saya kembali ke Indonesia," tutur Retno.
"Di sini saya bisa cari kerja yang lebih dekat dengan orang tua. Apalagi orang tua saya juga semakin tua ya," sambungnya.
Membebaskan anak menentukan pilihan kariernya adalah hal yang harus dilakukan orang tua, Bun. Meski membebaskan anak, kita tetap harus mendampingi mereka ya.
Collin Odhiambo, konsultan dari Nairobi, Kenya mengatakan, orang tua harus menjadi penasihat anak untuk mencapai impian dan mencari alasan kenapa anak harus meraih impian itu. Jangan pernah memaksa anak untuk menjadi apa yang orang tua mau.
"Orang tua harus melakukan apapun untuk mengenalkan anak dengan berbagai pilihan karier. Saat mereka dewasa, anak akan membuat keputusan dari banyak alternatif pilihan sesuai dengan kelebihannya," ujar Odhiambo, dikutip dari
The New Times.
Odhiambo menambahkan, orang tua harus memberi kepercayaan pada anak. Jika harus berargumen dengan
pilihan anak, coba arahkan dan bicara pelan-pelan tentang
dampak positif dan negatif dari pilihannya itu.
[Gambas:Video 20detik] (ank/rdn)