
moms-life
Bangga! Wanita RI Jadi Petani Sukses di AS, Kebunnya Puluhan Hektare
HaiBunda
Jumat, 29 Oct 2021 11:15 WIB

Ada banyak hal menarik yang dapat dipelajari dari diaspora Indonesia. Salah satunya Nuri Auger, wanita asal RI yang saat ini tinggal di Massachusetts, sebuah kota kecil di Amerika Serikat (AS).
Di sana, ia memiliki perkebunan dengan luas tanah mencapai 39 hektare lho, Bunda. Katanya, perkebunan tersebut merupakan impian terwujud yang sudah ia idam-idamkan sejak puluhan tahun hidup di Indonesia sebelumnya.
"Bertani itu salah satu impian saya waktu masih di Indonesia, saya besar di Indonesia. Kalau jalan-jalan ke Puncak Bogor gitu, aduh nikmat ya lihat itu sayuran segar," tuturnya, dikutip dari channel YouTube VOA Indonesia, Rabu (27/10/2021).
"Saya pernah mimpi 'Kapan saya bisa tanam itu'," sambungnya.
Di perkebunan miliknya itu, Nuri menanam beberapa varietas apel, seperti buah plum dan persik. Saat ditampilkan, pohon-pohon buat miliknya itu siap untuk dipanen.
Kata Nuri, sebelum masa panen tiba, tanaman-tanaman buah miliknya itu perlu dirawat dengan telaten. Ini demi menjaga semuanya dari hama serta lakukan pemangkasan ranting pohon untuk menyambut musim dingin yang akan datang.
Sebagai petani, Nuri nyatanya tak peduli dengan tangannya yang kini sudah tampak kasar, Bunda. Padahal, dahulu saat ia masih tinggal di Indonesia, Nuri kerap lakukan perawatan agar tangan serta jari-jarinya tetap terlihat cantik.
"Coba lihat tangan ini kasar semuanya. Waktu di Indonesia saya selalu pedikur manikur, suami pasti bisalah bayarin itu," katanya.
Meski begitu, nuri akui bahwa ia sama sekali tak merasa menyesal. Ia ungkap bahwa kegiatan bertaninya ini sudah cukup membuat dirinya merasa bahagia.
"Tapi sampai sini (di kebun), enggak masalah untuk saya. Enggak mulus lagi juga enggak apa-apa asal saya bisa main sama tanah sama cacing," ujarnya.
Kegiatan bertani yang Nuri lakukan ini pun mendapat dukungan dari sang suami, Mark Auger. Mark sendiri akui bahwa istrinya itu memang amat suka bercocok tanam sebelum mereka membeli kebun.
"Ia tak perlu tanah yang luas untuk menanam sesuatu. Kami punya apartemen kecil di Baltimore, tempat saya kerja."
"Saya tinggal sendiri di sana selama 1-2 tahun sampai akhirnya istri saya ikut menemani karena anak-anak kuliah dan apartemen saya mulai jadi seperti hutan."
"Tanaman ada di mana-mana sampai saya tidak dapat bergerak saking banyaknya tanaman," sambungnya.
Sejak serius lakoni profesi sebagai petani buah, Nuri ungkap bahwa ia jadi lebih menghargai pekerjaan tersebut. Katanya, jangan remehkan petani, Bunda.
"Jangan diremehkan posisi atau jabatan petani. Apa yang ada di meja kita di rumah, itu karena petani," ungkapnya.
Lebih lanjut, diceritakan pula bahwa hasil panen buahnya itu dipasok ke berbagai toko maupun supermarket di Massachusetts. Terkadang, ia juga membawanya saat yang menjual makanan Indonesia di pasar kaget seperti di kota Westford.
Tak hanya itu, Nuri juga menjual jamu, lho. Kata Nuri, membuat minuman tradisional dari jahe, kunyit ataupun sari buah apel menjadi salah satu upaya yang ia lakukan agar usaha kebun buahnya balik modal dan mendapatkan untung.
Kemudian, dari seluruh hasil keuntungan tersebut Nuri sumbangkan ke yayasan pendidikan di Indonesia, Bunda.
Simak kelanjutannya di halaman berikut ya, Bunda.
Bunda, tonton juga manfaat luar biasa berkebun bareng anak dalam video berikut:
KISAH BUNDA DIASPORA LAIN, DESSY RUTTEN SUKSES JADI EKONOM & PEBISNIS DI BELANDA
Foto: YouTube CXO Media
Tak hanya Nuri Auger, Dessy Rutten, Ph.D FeRSA (Fellow of Regional Studies Association) juga menjadi diaspora yang tak kalah keren. Wanita yang sekarang berprofesi sebagai ekonom, pebisnis, dan peneliti itu kini tinggal di Kota Tilburg, Belanda kurang lebih sudah sembilan tahun. Sebelumnya, ia hampir dua setengah dekade (25 tahun) berkiprah di Eropa, Bunda.
Dessy pernah tinggal dan bekerja di Inggris Raya, kemudian pindah ke Belanda. Ia pun kini memiliki jabatan cukup bergengsi di sana, lho.
"Saat ini saya memegang amanah sebagai pemimpin tim akademis dan manajer pengembangan bisnis pemasaran internasional dari sekolah IB (International Baacalaureate) di Belanda namanya Gifted Minds International School," tuturnya, di acara LDR, dilansir kanal YouTube CXO Media.
Selain itu, Dessy juga memiliki amanah sebagai managing partner untuk Inggris dan Belanda di sebuah perusahaan yang bernama Unimatrix International, yang berada di Berlin, Jerman.
Tak hanya itu, di waktu senggangnya, Dessy juga produktif sebagai pembicara, penulis, mentor, reviewer untuk bermacam event internasional di bidang bisnis, wirausaha, finansial, dan female empowerment (pemberdayaan perempuan).
Jelas, 25 tahun merantau di negeri orang, pastinya banyak pengalaman dan jatuh bangun yang ia rasakan. Dessy mengungkap bahwa hidupnya yang sekarang adalah manifestasi dari mimpinya ketika muda. Kelebihan dan kekurangan yang ada pada hidup ia jadikan berkah, proses pembelajaran, dan pendewasaan, Bunda.
"Karena setiap kejadian dan pengalaman yang ada di hidup saya sekarang di luar negeri itu saya mulai pada saat saya masih muda dan saya masih single, masih belum menikah," ucapnya.
"Dengan segala idealisme dan cita-cita yang sangat tinggi, jadi itu merupakan doa saya dari kecil dengan bantuan dari orang tua saya juga ya dan sampai saat ini saya Alhamdulillah bisa menjadi seorang business woman, women in science, dan juga ibu rumah tangga bagi keluarga saya," sambungnya.
Lebih lanjut, Dessy mengatakan bahwa nilai moral yang ia pegang selama menjadi diaspora berasal dari ajaran kedua orangtuanya, dari agamanya, dari kebudayaan Indonesia, budaya orang timur yang baik-baik. Baca kelanjutannya di halaman berikut.
NILAI MORAL YANG DIPEGANG TEGUH DESSY
Dessy Rutten/Foto: YouTube CXO Media
Dessy menyebut bahwa nilai moral yang ia pegang selama menjadi diaspora adalah dari ajaran kedua orangtuanya, dari agamanya, dari kebudayaan Indonesia, dan budaya orang timur yang baik-baik.
"Kemudian profesionalisme yang sudah saya peroleh sejak saya kecil sampai sekarang itu merupakan pondasi utama dalam pembentukan karakter bagi saya pertama kali ketika saya menginjakkan kaki saya di benua Eropa di Inggris, kemudian di Belanda, kemudian berkarier di negara Schengen," tuturnya.
Seperti yang diungkap Dessy, salah satu nilai moral yang dipegang dari agama yang ia anut, Dessy pun memulai segala sesuatunya dengan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk mendapatkan berkah dan juga berkah dari kedua orang tua, terutama sang ibunda.
Selain itu, menurut Dessy, sikap disiplin diri sendiri yang harus kuat, yang harus tinggi, dan sopan santun yang juga selalu ia junjung.
"Namun, kita tegas (asertif) dan kalau bisa kita juga cepat tanggap dalam menjalankan dan mengerjakan sesuatu. Saya maksud dalam hal ini bukan hanya menjadi pekerja keras, namun juga orang yang bekerja secara pintar," kata Dessy.
Untuk menjadi diaspora yang sukses di tanah rantau, Dessy menyebut dirinya kira-kira memiliki lima kemampuan (skills). Apa saja?
"Kalau boleh saya rangkum, skill yang pertama itu academic skill yang mumpuni, baik teori maupun praktik. Kemudian, menurut saya memiliki diploma, sertifikasi, atau ijazah itu penting namun juga harus dibuktikan dengan kemampuan pelaksanaan akan ilmu itu di lapangan melalui praktik," tuturnya.
Yang kedua adalah keterampilan dan kemampuan berbahasa asing, yang pastinya Bahasa Inggris. Mengingat Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional, bahasa untuk berdagang, bahasa scientific.
"Dan itu baik lisan dan tulisan. Plus bahasa nasional negara setempat, Anda harus membaur dengan orang-orang lokal setempat karena kalau enggak gitu kehidupan Anda membosankan," ungkapnya.
Yang ketiga adalah adaptif, baik fisik maupun mental. Hal ini lantaran di Belanda atau benua Eropa secara umum ada empat musim, sehingga pola hidup mulai dari sandang, pangan, papan, dan mental juga harus bisa menyesuaikannya secara bertahap, Bunda.
"Dan juga kultur budayanya, mulai dari kebiasaan di rumah, di kerjaan, di universitas, di masyarakat, semuanya kalau bisa kita beradaptasi," tutur Dessy.
Yang keempat adalah mindset skill. Menurut Dessy, mental dan spiritual skill menjadi SQ-nya. Itu kemampuan yang sangat penting untuk menjadi fondasi.
Yang kelima adalah empat kemampuan komprehensif seperti membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara dalam apapun, dalam Bahasa Inggris dan bahasa nasional negara tersebut.
Dari kelima kemampuan itu,Dessy mengatakan, ada banyak cara memang untuk menjadi diaspora Indonesia. Bisa menjadi mahasiswa, bekerja di sektor akademik, atau bahkan menikah dengan warga negara sana.
"Tapi yang pasti itu bulatkan tekad, tekadnya dengan bagus niatnya harus tulus dan juga persiapan dan prosesnya Anda harus siap mental, siap fisik, dan tidak mudah untuk berputus asa," katanya.
ARTIKEL TERKAIT

Mom's Life
5 Kartini Modern Tinggal di Luar Negeri, Ada yang Bisnis Tempe hingga Jadi Guru Ngaji

Mom's Life
Kisah Bunda Asal Indonesia Jadi Juragan Tempe di Afrika, Awalnya Hanya Iseng Tak Sangka Bakal Laris

Mom's Life
Cerita Bunda Tinggal di Mekkah, Harga Sayur & Buah Murah Tapi...

Mom's Life
Wanita Semarang Dinikahi Bule dan Tinggal di Jerman, Kini Sibuk Berkebun dan Berbisnis

Mom's Life
Kisah Eks Artis FTV Nanda Gita Beli Rumah Tua 3 Lantai di Belanda, Ada Cerobong Asap


7 Foto
Mom's Life
7 Potret Nadya WNI yang Tinggal di Campervan, Keliling Eropa kini Kunjungi Desa Indah & Bebas Sampah di Italia
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda