Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

moms-life

Kisah Pegawai Kantoran Banting Setir Jadi Pedagang Cabai, Raih Omzet Ratusan Juta

Annisa A   |   HaiBunda

Selasa, 26 Jul 2022 11:56 WIB

Pedagang Cabai di Pasar Kramat Jati
Ilustrasi cabai/ Foto: Getty Images/iStockphoto/TasiPas

Segala jenis bisnis akan membawa kita ke pintu sukses apabila digeluti dengan penuh keyakinan. Nila Kristina, seorang Bunda tiga anak rela terjun ke pasar setiap hari demi berjualan cabai.

Nila Kristiana sudah berjualan cabai sejak 2005 silam. Ia menempati sebuah lapak di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur. Nila yang semula bekerja sebagai pegawai kantor memutuskan banting setir untuk berjualan cabai.

Meski berjualan cabai, Nila merupakan wanita dari kalangan terpelajar. Ia mengantongi gelar Sarjana Ekonomi usai menyelesaikan kuliahnya. Sempat bekerja sebagai pegawai kantor, Nila memutuskan untuk banting setir dengan berjualan cabai di pasar.

Hal itu dilakukan Nila bukan tanpa alasan. Nila yang dibesarkan di keluarga pedagang cabai, ingin meneruskan bisnis kedua orang tuanya di pasar. Diceritakan oleh Nila, Ayah dan Ibunda sudah mencari rezeki dengan berjualan cabai di pasar sejak 1973 silam.

"Saya berjualan cabai sudah turun temurun dari orang tua. Pada saat itu karena bisnis keluarga, saya tertarik untuk terjun. Kebetulan juga masih sesuai dengan ilmu yang saya pelajari di universitas," kata Nila kepada HaiBunda belum lama ini.

Banner Pencerah Wajah Kusam

Menurut Nila, bisnis berjualan cabai mampu memberikan hasil yang menguntungkan dibandingkan bekerja di kantor. Apalagi pada saat itu, ia begitu senang mengurus bisnis sendiri dengan waktu yang lebih fleksibel.

"Ternyata bisnisnya cukup menguntungkan dengan kerja di kantor, baik secara income dan waktunya jadi lebih fleksibel," ujarnya.

Di toko cabai yang diberi nama H. Marimin sesuai dengan nama orang tua Nila, ia menjual berbagai macam cabai mulai dari rawit merah hingga cabai merah keriting. Setiap harinya, ia bisa mengambil 1 sampai 2 ton cabai dari para petani di daerah.

Saat ini Nila mengandalkan banyak petani cabai yang tersebar di daerah Banyuwangi, Wates, hingga Temanggung. Dalam sehari, Nila bisa mengeluarkan modal ratusan juta untuk stok cabai di lapaknya.

"Ketika harga rawit merah 1 kilo masih Rp70 ribu dan cabai keriting Rp20 ribu, putaran per hari ada di ratusan juta," ucapnya.

Menurut Nila, tak ada keuntungan yang pasti saat berjualan cabai. Ia menjelaskan harga jual dan beli cabai bisa berbeda-beda per hari, bahkan di setiap jam.

"Tak ada angka pasti sebenarnya kalau berjualan cabai. Omzet per hari sekitar Rp100 juta - Rp150 juta. Setiap hari tidak selalu untung, kadang juga rugi karena banyak faktor," kata Nila.

Belasan tahun berjualan cabai, Nila Kristiana sukses melanjutkan bisnis orang tua dan membuat keluarganya semakin maju. Baca di halaman berikutnya, Bunda.

Saksikan juga video tentang kisah sukses Crazy Rich Lebak yang raih omzet miliaran di bawah ini:

[Gambas:Video Haibunda]

KINI HIDUP MAPAN

Pedagang Cabai di Pasar Kramat Jati

Pedagang Cabai di Pasar Kramat / Foto: Dok. Pribadi Nila Kristiana

Bisnis cabai yang digeluti Nila Kristiana secara turun-temurun membuatnya sukses menghidupi keluarga. Bersama suaminya yang juga merupakan pegawai kantoran, Nila mampu membesarkan ketiga anak mereka.

"Dari hasil berjualan cabai bisa beli rumah, kendaraan roda dua dan roda empat, tanah serta berbagai aset lain, lalu bisa menyekolahkan anak di sekolah swasta, itu kan tidak murah ya," kata Nila.

Saat ini Nila memiliki dua orang anak yang sudah bersekolah. Sedangkan si bungsu masih berusia 2 tahun. Ia bersyukur bahwa hasil berjualan cabai dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

Nila yang semula kerap dipandang sebelah mata karena berjualan cabai, kini mampu hidup mapan dan memajukan bisnis peninggalan orang tua. Diakui oleh Nila, ia sempat kesulitan bergaul karena pekerjaannya di pasar.

"Kalau bicara pasar induk zaman dulu itu kan bau ya. Jadi saya tidak bisa bergaul dan langsung kumpul dengan teman kalau dari pasar. Sering dicemooh juga, katanya bau banget, ngapain sih kerja kayak gitu. Karena kan memang orang tua anak-anak di sekolah tidak ada yang menekuni bisnis cabai," tuturnya.

Meski begitu, Nila tetap menjalankan bisnis tersebut agar tetap mendapatkan cuan dari hasil berjualan cabai. Ia selalu berusaha untuk menjual cabai agar tidak ada yang tersisa setiap harinya.

Namun saat ini, harga cabai yang melonjak ikut membuat Nila sebagai pedagang merasa kesulitan. Baca tantangan Nila saat harga cabai melejit, di halaman berikutnya.

HARGA CABAI YANG NAIK

Ilustrasi cabai

Ilustrasi cabai/ Foto: Getty Images/iStockphoto/themacx

Kenaikan harga cabai rawit merah tentu dirasakan oleh Bunda belakangan ini. Enggak cuma pembeli, ternyata kenaikan harga rawit merah juga membuat para pedagang kewalahan.

Pasalnya, harga cabai yang melejit membuat banyak orang berpikir dua kali untuk membeli cabai. Permintaan yang turun mengakibatkan banyak cabai di pasar tersisa dan hanya menjadi busuk akibat tidak laku.

"Daya beli semakin turun, risiko busuk semakin banyak, resiko tidak terbayar juga semakin besar. Akhirnya terpaksa kita kurangi stok cabai yang biasa di atas 5 ton, sekarang cuma 1 sampai 2 ton per hari," papar Nila.

Tak hanya itu, Nila juga harus menghadapi para pencuri nakal yang sering memungut stok cabai. Banyak oknum jahat yang mengambil kesempatan di saat harga cabai sedang meroket.

"Biasanya ketika diangkut dari truk ke lapak kan dipanggul ya, nah itu sering terjadi pengambilan cabai. Kadang karungnya disilet, cabai diambil," ia bercerita.

Kendati demikian, Nila tetap setia meneruskan bisnis orang tuanya. Ia berjualan cabai bersama dengan 10 karyawan. Di masa sulit seperti ini, Nila bahkan berusaha tidak melakukan PHK kepada orang-orang yang bekerja dengannya.

Nila selalu teringat dengan Ibunda yang sering memberinya wejangan terkait bisnis berjualan cabai. Sang Bunda selalu berpesan untuk selalu mengutamakan hal yang perlu dibayar terlebih dahulu.

"Bicara dagang kan pasti erat dengan utang piutang, karena uang pasti berputar. Pesan orang tua, jangan pernah tidak punya modal dan jangan pernah tidak bayar utang," tuturnya.


(anm/som)
Loading...

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda