
moms-life
Kartini Ilhami Kiai Terjemahkan Al-Qur'an ke Bahasa Jawa
HaiBunda
Senin, 25 Apr 2022 16:00 WIB

RA Kartini dikenal sebagai tokoh wanita inspiratif yang menjadi salah satu pahlawan perempuan di Indonesia. Di balik gerakan emansipasi wanita yang ia gaungkan, Kartini memiliki sisi religius yang jarang diketahui publik.
Wanita kelahiran Jepara, 21 April 1879 itu lahir dan dibesarkan di keluarga Islam. Meski dikenal memiliki pemikiran bebas dan terbuka, ia bukanlah orang yang meninggalkan agamanya.
Kartini justru dikenal sebagai salah satu yang memprotes atas ketidakterbukaan ajaran Islam pada masa itu. Sejak kecil, Kartini telah belajar agama Islam dari seorang guru mengaji.
Namun pada saat itu, Kartini merasa tidak puas dengan cara mengajar guru tersebut karena bersifat dogmatis dan indoktrinatif. Ia juga belum bisa mencintai agamanya sendiri, meskipun kakek dan neneknya adalah pasangan guru agama.
Hal itu terjadi bukan tanpa alasan, Bunda. Kartini memang diajarkan membaca dan menghafal Al-Quran. Ia juga mempelajari tata cara salat. Namun, ia tidak diajarkan terjemahan ataupun tafsir Al-Quran.
Pada waktu itu, pemerintah Belanda memperbolehkan orang Islam mempelajari Al-Quran. Hanya saja, mereka tidak boleh menerjemahkan isi ayat suci di dalamnya. Hal itu membuat banyak orang Islam tak memahami makna sesungguhnya kitab suci tersebut.
Dalam surat-suratnya, Kartini juga melontarkan kritik terhadap agamanya pada saat itu. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan, tanpa diwajibkan untuk dipahami.
Kartini juga mengungkapkan pandangannya mengenai dunia yang lebih damai tanpa adanya agama yang mendasari alasan manusia berselisih, terpisah, dan saling menyakiti.
"Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat atas nama agama itu?" tulis Kartini, dikutip dari buku Biografi Singkat 1879-1904 R. A. Kartini karya Imron Rosyadi.
Rasa penasarannya pun memuncak ketika berkesempatan untuk bertemu Kiai Haji Muhammad Sholeh bin Umar, atau lebih dikenal dengan Kiai Sholeh Darat.
Kala itu, ia tengah berkunjung ke rumah pamannya Pangeran Ario Hadiningrat, Bupati Demak. Kartini pun mendesak sang paman agar bersedia menemaninya untuk menemui sang kiai.
Kartini pun bertanya kepada sang kiai ketika sedang mengikuti pengajian bulanan khusus anggota keluarga. Acara itu juga dihadiri oleh para raden ayu lainnya.
Di tengah acara tersebut, Kartini bertanya, "Kiai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu namun menyembunyikan ilmunya?"
Pertanyaan Kartini sontak membuat Kiai Sholeh Darat tertegun. Baca di halaman berikutnya, Bunda.
Saksikan juga video tentang cara menumbuhkan niat anak menjadi hafidz Quran di bawah ini:
RESPONS KIAI TERHADAP KARTINI
RA Kartini / (Foto: Agung Mardika/detikcom)
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Kartini sontak membuat Kiai Sholeh Darat tertegun. Ia pun balik melontarkan pertanyaan kepada Kartini.
"Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?"
"Kiai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surah pertama (Al-Fatihah), dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku," jawab Kartini.
"Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankan Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?" sambungnya.
Tergugah dengan pertanyaan Kartini, Kiai Sholeh pun memikirkan perkataan tersebut. Apalagi, ia mulai terusik dengan larangan pemerintah Belanda dalam menerjemahkan Al-Quran.
Pada akhirnya, Kiai Sholeh memutuskan untuk melanggar larangan itu dengan menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Jawa, serta menuliskannya dalam sebuah buku berjudul Faidhir Rahman Fit Tafsiril Quran.
Jilid pertama buku tersebut terdiri dari 13 juz, mulai dari surah Al-Fatihah hingga surah Ibrahim. Buku itu kemudian dihadiahkan kepada Kartini, wanita yang mengilhami sang kiai dalam menerjemahkan Al-Quran.
Kiai Sholeh memberikan hadiah tersebut pada hari pernikahan RA Kartini dengan Bupati Rembang R.M.A.A. Djojo Adiningrat pada 12 November 1903 silam.
Namun sayangnya, Kiai Sholeh Darat meninggal dunia pada 18 Desember 1903, sebelum ia sempat menerjemahkan seluruh juz di dalam Al-Quran. Namun berkat jerih payahnya, hal itu sudah cukup membuka pikiran Kartini mengenai Islam lebih dalam.
Salah satu yang memberikan kesan di lubuk hati Kartini adalah tafsiran surah Al-Baqarah ayat 257. Dari situlah tercetus kata-katanya dalam bahasa Belanda, 'Door Duisternis Tot Licht', yang berarti 'Dia (Allah) Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman)'.
Meski begitu, tidak diketahui dengan pasti sejauh mana ilmu keagamaan Kartini. Namun berkat rasa penasaran dan kritiknya, ia berhasil menggugah hati seorang kiai untuk menerjemahkan Al-Quran sehingga dapat dijadikan pedoman umat Islam.
Biar makin semangat menjalani bulan ramadan, ada HAMPERS spesial nih, dari HaiBunda. Bunda bisa mendapatkan minyak goreng 2 liter, emas 3 gram, smartphone, smart TV, dan masih banyak lagi. Daftar di SINI.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Mom's Life
Kartini Award 2024 Siap Digelar, Ada Puluhan Penghargaan untuk Perempuan Inspiratif

Mom's Life
Tragisnya Kisah Adik Kartini di Masa Tua, Diarak Keliling Kota & Alami Trauma Berat

Mom's Life
Kisah RA Kartini Dikurung di Rumah Saat Berusia 12 Tahun

Mom's Life
Maknai Perjuangan Kartini, Ini 4 Larangan di Persidangan untuk Lindungi Wanita

Mom's Life
10 Kutipan Inspiratif dari RA Kartini, Bisa Bunda Teladani


5 Foto
Mom's Life
5 Potret Keluarga Bangsawan RA Kartini, Stylish Pada Masanya Bun
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda