MOM'S LIFE
Kebiasaan Menimbun Barang, Ini 9 Gejala Hoarding Disorder yang Jarang Diketahui
Amira Salsabila | HaiBunda
Rabu, 27 Mar 2024 10:12 WIBTahukah Bunda? Seseorang dengan kondisi hoarding disorder sering mengalami kesulitan secara terus-menerus ketika ingin membuang atau memisahkan barang-barang miliknya. Hal ini terjadi karena mereka merasa perlu menyimpan barang tersebut.
Sekalipun barang-barang tersebut tidak bernilai atau dianggap sampah oleh orang lain, orang dengan gangguan ini diketahui tetap ingin menyimpannya.
Dalam beberapa kasus, kondisi ini bisa membuat seseorang mengalami frustrasi dan stres. Akan tetapi, mempelajari akar penyebabnya dapat membantu Bunda memahami gejala dan mengatasi masalahnya.
Apa itu hoarding disorder?
Hoarding disorder adalah suatu kondisi kesehatan mental di mana seseorang merasakan kebutuhan yang kuat untuk menyimpan banyak barang yang sebenarnya tidak bernilai, bahkan tidak terpakai. Mereka memiliki tekanan yang signifikan ketika mencoba barang tersebut.
Gangguan ini dapat menyebabkan kekacauan yang berbahaya. Kondisi tersebut dapat mengganggu kualitas hidup dalam banyak hal. Hal ini dapat menyebabkan orang stres dan malu dalam kehidupan sosial, keluarga, dan pekerjaan mereka.
Selain itu, ini juga dapat menciptakan kondisi kehidupan yang tidak sehat dan aman bagi mereka yang mengalaminya, Bunda.
Penyebab hoarding disorder
Melansir dari laman Cleveland Clinic, para peneliti belum mengetahui secara pasti penyebab terjadinya hoarding disorder.
Gangguan ini mungkin muncul dengan sendirinya atau mungkin merupakan bagian dari kondisi lain. Kondisi kesehatan mental yang paling sering dikaitkan dengan hoarding disorder meliputi berikut ini:
- Obsessive-compulsive personality disorder (OCPD)
- Obsessive-compulsive disorder (OCD)
- Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
- Depresi
Faktor risiko hoarding disorder
Orang yang mengalami gangguan ini berkisar antara usia 15 hingga 19 tahun. Perlu diketahui juga bahwa hal ini bisa memburuk seiring bertambahnya usia. Berikut adalah beberapa faktor risiko yang mungkin berkontribusi terhadap terbentuknya hoarding disorder:
- Kepribadian: Banyak orang yang menderita gangguan ini memiliki gaya perilaku yang mencakup sulit dalam mengambil keputusan dan masalah dengan perhatian, pengorganisasian, dan pemecahan masalah.
- Sejarah keluarga: Ada hubungan yang kuat antara memiliki anggota keluarga yang menderita hoarding disorder dan diri sendiri yang mengalami gangguan tersebut.
- Memiliki pengalaman yang penuh tekanan: Beberapa orang mengalami gangguan ini setelah mengalami peristiwa penuh tekanan yang terjadi dalam hidupnya.
Gejala hoarding disorder
Orang dengan hoarding disorder merasakan kebutuhan yang kuat untuk menyelamatkan harta bedanya. Gejalanya meliputi:
- Tidak mampu membuang harta bedanya
- Mengalami stres yang ekstrem ketika mencoba membuang barang
- Kecemasan akan kebutuhan barang di masa depan
- Ketidakpastian tentang di mana harus meletakkan barang
- Tidak percaya terhadap orang lain yang menyentuh harta benda
- Menarik diri dari teman dan keluarga
- Mereka merasa suatu barang memiliki nilai sentimental, unik dan/atau tidak bisa tergantikan
- Mereka menganggap suatu barang terlalu murah untuk dibuang begitu saja
- Mereka berpikir suatu benda akan membantunya mengingat orang atau peristiwa penting
Diagnosis hoarding disorder
Untuk mendiagnosis hoarding disorder, penyedia layanan kesehatan akan perlu mencari tahu beberapa kriteria yang menunjukkan seseorang menderita gangguan tersebut. Melansir dari laman verywell health, berikut beberapa di antaranya:
- Sulit berpisah secara terus-menerus dengan barang, sekalipun tidak bernilai
- Kesulitan ini disebabkan karena merasa ada kebutuhan untuk menyimpan barang tersebut dan ada tekanan yang berkaitan dengan membuang barang-barang
- Sulit membuang harta benda mengakibatkan penumpukan yang membuat ruangan semakin terlihat berantakan
- Penimbunan menyebabkan penderitaan atau gangguan yang signifikan secara klinis dalam bidang sosial atau pekerjaan
- Penimbunan ini tidak disebabkan oleh kondisi medis seperti cedera otak atau penyakit serebrovaskular
- Penimbunan tidak dapat dijelaskan dengan gejala gangguan kesehatan mental lainnya
Selain itu, profesional kesehatan juga dapat meminta izin untuk berbicara dengan teman dan keluarga untuk membantu membuat diagnosis atau menggunakan kuesioner (skala penilaian).
Cara mencegah dan mengobati kebiasaan menimbun barang
Para ilmuwan terus mempelajari pengobatan terbaik untuk mengatasi hoarding disorder. Uji coba terkontrol secara acak diperlukan untuk menentukan pendekatan terbaik. Akan tetapi, ada beberapa pengobatan yang ditemukan berhasil mengatasi gangguan tersebut:
- Terapi kelompok: Bergabung dengan kelompok dukungan yang terstruktur dapat memberikan komunitas dan motivasi yang mereka butuhkan untuk mengenali dan mengubah kebiasaan menimbun itu.
- Cognitive behavioral therapy (CBT): Terapi ini melibatkan identifikasi, perubahan pola pikir, dan perilaku negatif seseorang. Hal ini dapat membantu mengatasi penimbun dengan memperbaiki kondisi mendasar yang berkontribusi terhadap pengumpulan obsesif, seperti kecemasan dan depresi.
- Pengobatan: Pengobatan secara umum belum terbukti efektif dalam mengatasi penimbun, namun pengobatan tertentu telah dicoba, termasuk stimulan dan including selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs).
Kapan harus ke dokter jika alami hoarding disorder?
Jika mengalami beberapa gejala tersebut atau orang terdekat mengalaminya, bicarakan segera dengan penyedia layanan kesehatan mental yang ahli dalam mendiagnosis dan mengobati hoarding disorder.
Nah, itulah beberapa hal yang perlu Bunda ketahui terkait hoarding disorder. Semoga bermanfaat, ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar dan klik di SINI. Gratis!
(asa)Simak video di bawah ini, Bun:
5 Tanda Tubuh Kurang Tidur, Bahaya untuk Kesehatan Mental & Fisik
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
Tak Hanya Fisik Bun, Kesehatan Mental Juga Penting Dijaga Saat Pandemi
4 Alasan Orang Tua Perlu Periksa Kesehatan Mentalnya, Bunda Perlu Tahu
Bunda Perlu Tahu, Ini Trik Sederhana Usir Stres Saat di Rumah
Anniversary Mommies Daily ke-10 Ajak Bunda Lebih Peduli Kesehatan Mental
TERPOPULER
Rayakan Wedding Anniversary ke-30, Melly Goeslaw Gelar Resepsi Pernikahan Usung Adat Sunda
Studi Temukan Ibu Pengganti atau Surrogate Berisiko Lebih Besar Alami Gangguan Mental
Durasi Menyusui dan Kualitas ASI: Apakah Benar Lebih Lama Menyusui Lebih Baik?
Terpopuler: Potret Jennifer Bachdim Ajak Keempat Anak ke Jepang
7 Tips Diet Konsisten untuk Pemula 1 Bulan, Bantu Turunkan Berat Badan Bertahap
REKOMENDASI PRODUK
7 Merek Pelumas Vagina yang Aman untuk Berhubungan Intim & Cara Memilihya
Dwi Indah NurcahyaniREKOMENDASI PRODUK
9 Rekomendasi Susu UHT untuk Anak & Panduan Memilih yang Terbaik
KinanREKOMENDASI PRODUK
Review Professional Air Fryer Oxone vs Glasstop Smart Fryer, Mana Pilihan Bunda?
Tim HaiBundaREKOMENDASI PRODUK
10 Rekomendasi Lipstik Glossy Tahan Lama, Cocok Dipakai Seharian
Amira SalsabilaREKOMENDASI PRODUK
3 Pilihan Cooler Bag untuk ASI, Mana yang Paling Praktis & Tahan Lama?
Ratih Wulan PinanduTERBARU DARI HAIBUNDA
Ultah ke-36, Marshanda Dapat Ucapan Manis dari Sang Putri Sienna yang Menyentuh Hati
Benarkah Musik Klasik Bikin Anak Jadi Pintar? Ini Kata Studi
Durasi Menyusui dan Kualitas ASI: Apakah Benar Lebih Lama Menyusui Lebih Baik?
Studi Temukan Ibu Pengganti atau Surrogate Berisiko Lebih Besar Alami Gangguan Mental
Rayakan Wedding Anniversary ke-30, Melly Goeslaw Gelar Resepsi Pernikahan Usung Adat Sunda
FOTO
VIDEO
DETIK NETWORK
-
Insertlive
Tak Permasalahkan Suami Pengangguran, Pinkan Mambo: yang Penting Service Lancar
-
Beautynesia
5 Jenis Olahraga Ringan yang Bantu Turunkan Berat Badan, Apa Saja?
-
Female Daily
Bongkar Isi Tas Ismi Melinda dan Assha Assuncao, Yuk!
-
CXO
GOT7 Rilis Album Baru, Persiapan Harus Lewat Video Call Karena Hal Ini
-
Wolipop
Ramalan Zodiak 12 Agustus: Pisces Banyak Masalah, Aquarius Tetap Tenang
-
Mommies Daily
Begini Cara Membangun Body Confidence pada Anak Remaja di Era Tiktok