Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Ini Dampaknya Kalau Anak Sering Pindah-pindah Sekolah

Melly Febrida   |   HaiBunda

Senin, 27 Nov 2017 20:28 WIB

Kalau anak sering pindah-pindah sekolah, ada dampak yang bisa mereka alami nih, Bun.
Ilustrasi anak sekolha (Foto: Bagus/detikcom)
Jakarta - Anak-anak sering pindah sekolah nggak Bun? Biasanya sih ini terjadi kalau ayahnya sering pindah tempat dinas bekerja ya. Nah, ketika anak sering pindah sekolah, ada efek yang bisa terjadi lho terlebih kalau si kecil umurnya di bawah 8 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Warwick Medical School di Inggris baru-baru ini, pindah sekolah bisa berdampak ke emosional dan sosial anak. Padahal, sering nggak sih, Bun, kita mikir kalau anak bisalah segera menyesuaikan diri dan kenal teman barunya jadi lebih survibe di sekolahnya yang baru. Nah, peneliti menyebutkan kalau konsentrasi anak-anak lebih baik saat mereka terikat dengan temannya.

"Anak-anak dapat mengalami banyak kecemasan, nilai mereka menurun dan bisa gagal menemukan teman baik. Selain itu, anak-anak juga merasa kesulitan kalau status sosial sekolahnya yang baru lebih rendah dari sebelumnya. Maka dari itu, tahun-tahun awal pembelajaran sangat penting untuk perkembangan anak," kata ketua peneliti Prof Swaran Singh, dikutip dari New Vision.

Untuk itu, Prof Swaran menyarankan orang tua berkonsultasi dulu sama guru, dokter, atau psikolog sebelum si kecil pindah sekolah. Bahkan setelah anak pindah sekolah, yuk bantu mereka untuk menyelesaikan pekerjaan rumah, membantu mereka berteman dan mendengarkan keluh kesahnya. Nggak cuma itu, Bun. Studi yang diterbitkan dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry ini menemukan anak-anak yang lebih sering pindah sekolah berisiko dua kali lebih besar mengembangkan gejala psikotik saat berusia 18 tahun dibandingkan anak yang jarang pindah sekolah.



Gejala psikotik misalnya halusinasi, delusi, dan pikiran bingung atau terganggu. Kata Prof Swaran, untuk studi ini lebih dari 4.000 anak berusia 18 tahun diwawancarai dan sebanyak 185 anak diketahui pindah sekolah empat kali atau lebih. Dari 185 responden, hampir 10 persen mengembangkan setidaknya satu gejala psikotik. Sementara itu, pada remaja yang jarang pindah sekolah, gejala psikotik dialami 4 persen repsonden.



"Temuan penelitian menunjukkan sering pindah sekolah bisa berdampat negatif dan meningkatkan perasaan terisolasi dan stres pada mereka yang telah mengalami pengucilan sosial. Pindah sekolah juga dapat menunjukkan masalah mendasar lainnya seperti gangguan keluarga yang selanjutnya dapat berkontribusi pada peningkatan risiko psikosis," kata Prof Swaran dikutip dari situs resmi Warwick Medical School

Studi sebelumnya yang dipublikasikan di American Academy of Child and Adolescent Psychiatry dan mengamati gejala psikotik pada anak usia 12 tahun menunjukkan mobilitas sekolah selama masa kanak-kanak meningkatkan risiko gejala psikotik pada awal masa remaja hingga 60 persen. Selain itu, hubungan antara aktivitas di sekolah dan gejala psikotik sebagian disebabkan meningkatnya risiko intimidasi. Diharapkan, dengan dua penelitian ini bakal ada program yang bisa membantu mengurangi peluang anak pindah-pindah sehingga risiko psikosis bisa dikurangi.

"Meskipun mobilitas sekolah kelihatannya jadi faktor risiko kuat untuk gejala psikotik pada awal dan akhir masa remaja, sebagian besar anak-anak yang berulang-ulang pindah sekolah tidak mengalami psikosis," kata peneliti lain Dr Catherine Winsper. (rdn)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda