Jakarta -
Sekilas melihat foto anak-anak ini mereka terlihat sehat ya, Bun. Tapi, nyatanya ketiga anak ini mengalami
kelainan genetik langka yang mengancam jiwanya. Hiks.
Ketiga anak ini adalah Daron, Aubrey dan Angie. Kedua orang tuanya Noreen dan Lester Jessop mengaku nggak melihat ada perbedaan pada saat Daron lahir 10 tahun yang lalu. Tapi, seiring berjalannya waktu, keduanya menyadari anak mereka tak berkembang seperti anak-anak lain. Alhasil, pasangan ini pun menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mencari tahu apa yang salah dengan anak-anak mereka.
Kata Noreen, dia menyadari ada sesuatu yang memperlambat tumbuh kembang anak-anaknya. Kata Noreen, Daron hanya merangkak dan merangkak meski usianya sudah 13 bulan. Dia pun dibuat bingung dengan penyebab keterlambatan pertumbuhan anaknya meski Doren juga diiikutkan kelas terapi dan program kebutuhan khusus.
Selama bertahun-tahun, pasangan tersebut mencari beberapa perawatan untuk Daron tapi dokter sepertinya tidak tahu apa yang salah dengannya. Kemudian di tahun 2013, Noreen dan Lester menyambut kelahiran dua gadis kembarnya Aubrey dan Angie. Tapi, keduanya segera menyadari si kembar berkembang seperti kakak laki-lakinya.
"Kami berdoa mereka akan tumbuh normal. Tapi saat di umur 2 tahun kami nggak bisa mengabaikan fakta yang ada di mereka. Alhasil, saya dan suami membawa mereka ke ahli genetika lokal yang sangat cepat mencurigai mereka semua bisa memiliki diagnosis yang sama," kata Noreen dikutip dari People.
Kecurigaan dokter ternyata benar, Bun. Kata Noreen, Daron, Aubrey, dan Angie didiagnosis Pantothenate kinase-associated neurodegeneration (PKAN). Ini adalah kelainan genetik langka yang bisa mengancam jiwa dan memengaruhi penglihatan, gerakan otot, ucapan, dan fungsi intelektual. Dokter menginformasikan anak-anak dengan penyakit ini biasanya tidak hidup lebih dari usia 11 tahun.
"Ketika kami mendapat telepon yang mengkonfirmasi penyakit mereka, ini sangat memilukan. Awalnya saya pikir saya kuat, tapi keesokan harinya, setelah meneliti lebih banyak tentang penyakit ini, saya duduk di lantai lemari dan menangis berjam-jam. Anak-anak akan memberi kami pelukan saat saya atau Lester emosional tentang hal itu," tambah Noreen.
Noreen dan Lester mencari cara untuk menyembuhkan anak-anak mereka. Selama pencarian mereka, mereka belajar tentang Yayasan Spoonbill, yang mendukung anak-anak dengan sindrom ini dan membantu memberikan terapi untuk anak-anak.
Di situs Go Fund Me, diungkapkan kalau di tanggal 25 Januari lalu, tim dokter di OHSU Hospital Portland yang sudah 25 tahun berfokus pada riset PKAN mengambil sampel DNA tiga kakak beradik ini untuk digunakan dalam risetnya. Lewat riset itu ada harapan obat untuk menghentikan progres sindrom ini dan peluang pasien disembuhkan.
"Bahkan nggak cuma untuk anak kami aja. Ada lebih dari 200 anak di AS yang juga mengalami sindrom ini. Untuk itu, bekerja sama dengan Spoonbill Foundation kami menggalang dana sekitar Rp 26 miliar untuk membantu riset ini," kata Noreen.
Dikutip dari raredisease.org, PKAN yang sebelumnya disebut Hallervorden-Spatz Syndrome adalah
kelainan neurologis gerak langka dengan karakter terjadinya degenerasi progresif di area spesifik di sistem saraf pusat. PKAN merupakan bentuk umum dari neurodegeneration with brain iron accumulation (NBIA). Dalam pemeriksaan radiologi kondisi ini ditandai dengan akumulasi besi di otak.
PKAN merupakan kondisi genetik resesif autosomal yang diwariskan dan dibagi menjadi tipe klasik atau atipikal. Pada tipe klasik, gejalanya muncul di usia dini dan memburuk dengan cepat sementara pada tipe atipikal gejala lebih lambat muncul dan bisa baru terdeteksi di masa kanak-kanak atau awal remaja.
(rdn/rdn)