Jakarta -
Apakah Bunda sering mendengar
PUBG? Ya,
game online ini sedang menjadi sorotan dalam beberapa pekan terakhir.
Alasannya
, PlayerUnknown's Battlegrounds atau biasa disebut
PUBG dianggap mengandung unsur kekerasan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mewacanakan fatwa haram terhadap salah satu
mobile game terpopuler di dunia tersebut.
Setelah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) soal
game berbau konten kekerasan, radikalisme, dan terorisme bersama para ahli, MUI meminta agar pembatasan usia pengguna dan durasi waktu bermain
game diatur.
Menanggapi hal itu, Kemkominfo siap merevisi Peraturan Menteri (Permen) Kominfo 11 tahun 2016 tentang klasifikasi permainan interaktif elektronik. Mengutip
detikcom, pihak Kemkominfo juga akan melakukan komunikasi dengan pengembang
game elektronik untuk membahas hal ini.
"Boleh-boleh saja. Apakah nanti pembatasannya berdasarkan umur, boleh-boleh saja. Ini yang sedang kita diskusikan bersama, tapi tidak spesifik kepada satu
game online, seperti PUBG. Kita bahasnya secara persepsi," ujar Direktur Jenderal Aplikasi Telematika (Dirjen Aptika) Kemkominfo Sammy Pangarepan.
Anak bermain game/ Foto: iStock |
Berbicara soal rating, mengutip web
Kemdikbud Indonesia, di Amerika Serikat, terdapat sistem
Entertainment Software Rating Board (ESRB). Nah, dalam sistem ESRB, terdapat enam kategori rating, yaitu:
Early Childhood (cocok untuk anak usia dini),
Everyone (untuk semua umur),
Everyone 10+ (untuk usia 10 tahun ke atas),
Teen (untuk usia 13 tahun ke atas),
Mature (untuk usia 17 tahun ke atas), dan
Adults Only (untuk dewasa), serta satu kategori antara
Rating Pending.
Perlu Bunda ketahui, deskripsi konten dalam ESRB pun beragam, mulai dari
Blood and Gore,
Intense Violence,
Nudity,
Sexual Content, sampai
Use of Drugs. Di kotak
video game biasanya terdapat pengkategorian, misalnya seperti ini:
Mature 17+: Blood and Gore,
Sexual Theme,
Strong Language.
Klasifikasi tersebut dinilai sangat penting karena prinsipnya berbagai pihak di sekeliling anak wajib bertanggung jawab terhadap anak, yang termasuk kelompok rentan terhadap berbagai pengaruh teknologi. Sebagian orang tua pun amat awam terhadap model atau
rating game dan tidak menyadari bahwa tidak semua
game cocok untuk anak semua umur, sehingga terlewat mengawasi anak-anaknya dalam memilih
game.
Nah, apakah Bunda dan Ayah sudah memperhatikan
rating game yang dimainkan si kecil? Yuk coba dicek lagi apakah konten
game sudah sesuai dengan usia anak apa belum.
Selain itu, Bunda dan Ayah juga bisa mengalihkan anak dari bermain
game online dengan sejumlah aktivitas lho. Berikut
HaiBunda rangkum dari sejumlah sumber:
1. Ajak anak melakukan aktivitas fisik, seperti naik sepeda,
trekking, hingga
hiking.
2. Kalau si kecil punya minat terhadap seni, Bunda bisa mengajak mereka bermain alat musik, seperti piano, gitar, dan drum.
3. Nah, kalau anak punya bakat menggambar, ajak dia melukis atau membuat sketsa. Bosan di rumah? Pergi bersama anak ke taman untuk melukis atau menggambar objek-objek seru di sana, seperti pohon, kolam ikan, hingga air mancur.
4. Jika Bunda dan Ayah punya waktu luang, ajak anak-anak ke lokasi bersejarah. Selain menambah wawasan, hubungan Bunda, Ayah, dan si kecil juga akan semakin dekat.
5. Olahraga bersama anak? Kenapa tidak? Ayah dan Bunda bisa bermain bulutangkis bareng sampai berenang. Seru kan? Atau, Ayah yang punya hobi nonton sepakbola dan basket bisa juga lho mengajak anak-anak bermain sepakbola dan basket langsung di lapangan.
[Gambas:Video 20detik]
(som/rdn)