Jakarta -
Baru-baru ini terjadi kasus
pengeroyokan terhadap siswi SMP di Pontianak bernama Audrey. Gadis 14 tahun itu dikeroyok 12 siswa dari berbagai SMA di Pontianak. Pengeroyokan ini ditengarai masalah asmara, Bun.
Dilansir
detikcom, ketua KPPAD Kalbar Eka Nurhayati Ishak menceritakan total ada 12 siswi SMA dari berbagai sekolah di Pontianak yang terlibat dalam pengeroyokan ini. Pelaku utama yang mengeroyok korban berjumlah 3 orang.
"Dua orang provokator, tiga orang pelaku utama, sementara 7 sisanya menyaksikan tapi tidak menolong dan tidak melerai," kata Eka.
Eka mengatakan pengeroyokan ini berpangkal dari masalah pria. Korban A memiliki sepupu berinisial P. Mantan pacar P kemudian pacaran dengan D, tapi masih sering berhubungan dengan P sehingga D emosional. Masalah ini berlanjut ke media sosial.
"Korban A ini sering nimbrung dan komentar di medsos. Ini ternyata memancing emosi pelaku," ujar Eka.
Peristiwa
pengeroyokan ini mengundang simpati banyak orang. Bahkan, dukungan berupa tagar (tanda pagar)
#JusticeForAudrey menjadi
trending topic dunia. Berkaca dari kasus ini, bisa terlihat bagaimana seorang anak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalahnya ya, Bun. Bagaimanapun, kekerasan tak bisa dibenarkan terlebih dilakukan oleh anak dan remaja. Bicara tindak kekerasan yang dilakukan anak dan remaja, ada beberapa penyebab umum yang melatarbelakangi perilaku itu, dilansir
Help Your Teen Now:1. Pernah mengalami kekerasan terutama di lingkungan keluarga oleh orang terdekat.
2. Bergaul dengan teman yang cenderung suka melakukan kekerasan, meski secara tidak disadari atau dianggap wajar-wajar saja.
3. Paparan konten kekerasan dari media, seperti film atau games.
4. Penggunaan obat terlarang.
5. Gangguan kejiwaan.
Untuk mencegah anak melakukan kekerasan dalam menghadapi masalah, ada tips yang bisa dilakukan orang tua seperti dikutip dari situs
Palo Alto Medical Foundation:
1. Bicara dengan anak untuk menghindari tindak kekerasan dalam menghadapi suatu masalah.
2. Jadilah teman anak sehingga dia bisa menceritakan masalah yang dialami.
3. Ajari anak untuk menyelesaikan masalah melalui diskusi dan argumen, bukan dengan kekerasan, baik fisik maupun verbal.
4. Awasi konten yang dikonsumsi anak, termasuk tayangan di internet, TV, atau games yang mereka mainkan.
5. Jadilah
role model untuk anak. Jangan gunakan kekerasan saat menyelesaikan masalah, termasuk ketika menasihati anak.
6. Tekankan ke anak marah itu emosi yang wajar. Tapi, ajari dia untuk melampiaskan marah dengan cara sehat. Misal, berteriak, memukul bantal, atau memberi diri sendiri time out.
7. Ajak anak mempraktikkan
problem solving. Ajak dia memikirkan solusi dari masalah yang ada. Sehingga, anak terbiasa berdiskusi.
Dilansir
detikcom, psikolog anak dan remaja Roslina Verauli menjelaskan ada dua kebutuhan utama anak yang harus dipenuhi orang tua. Pertama, kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian.
Kedua, menanamkan pentingnya masa depan bagi anak, dengan begitu mereka cenderung lebih berhati-hati ketika mengambil keputusan. Dengan begitu, diharapkan nantinya anak tidak merugi.
"Cita-cita juga bisa jadi
motivasi anak untuk berprestasi, dan menyibukkan diri dengan pencapaian prestasi menghindarkan anak dari lingkungan yang tidak sehat," kata wanita yang akrab disapa Vera ini.
[Gambas:Video 20detik]
(rdn/rap)