Jakarta -
Ketika anak beranjak remaja, mereka sedang dalam pencarian jati diri. Bukan tak mungkin, anak mengutarakan keinginannya untuk
pindah keyakinan. Dalam kondisi seperti ini, bagaimana baiknya orang tua bersiap?
Dari sisi psikologi, psikolog anak Saskhya Aulia Prima dari Tiga Generasi @ Brawijaya Clinic, mengatakan kita mesti melihat lagi hubungan orang tua dan anak. Umumnya, anak akan mengikuti apa yang orang tua jalani kan, Bun? Nah, semakin bertambah usia, anak bisa menjalani keseharian dengan nilai yang enggak cuma berasal dari satu sumber yakni orang tua.
"Sama dengan
belief (kepercayaan) lain juga, ini mentitikberatkan pada hubungan komunikasi orang tua dan anak. Pada bagaimana
trust antara anak dan orang tua terbangun, lalu transformasi
value yang dikasih ke anak," papar Saskhya saat dihubungi
HaiBunda, Jumat (20/9/2019).
Jika anak usia remaja menyampaikan keinginannya pindah keyakinan, Saskhya berpesan orang tua jangan langsung marah. Ya walaupun kaget, lebih baik tenangkan diri dahulu, Bun. Setelah tenang, baru cari tahu apa penyebab anak ingin pindah keyakinan.
Kalau orang tua merespons dengan marah-marah atau mengamuk, akan merangsang
survival mode di
otak anak. Alhasil, begitu orang tua bicara dengan nada tinggi, dia enggak mau melanjutkan apa yang ada di pikirannya. Kata Saskhya, dengarlah dahulu pendapat anak, apa alasannya, dan nilai apa yang dia tekankan karena ingin pindah keyakinan.
"Setelah itu, ajak anak mendiskusikan hal ini. Tapi, dalam keadaan enggak emosi ya. Kalau belum siap, bilang ke anak mama dan papanya belum bisa menyerap keputusan si anak jadi perlu diobrolkan nanti," kata ibu satu anak ini.
Sebagai orang tua, pastinya ayah dan bunda ingin anak tetap berpegang teguh pada keyakinan yang sudah disematkan ke identitas sang anak sejak kecil. Cobalah bertanya nilai apa yang mau dia jalani karena di usia remaja, anak masih dalam masa pencarian jati diri.
"Kita memahami
value-nya dia dan pelan-pelan kasih
value yang kita mau ajari dengan cara transformatif. Enggak marah-marah sama anak ketika menyampaikannya. Kemudian saat anak mau menjalani ibadah, enggak perlu di-
push. Ketika kita ibadah lalu menyuruh anak dengan marah-marah, anak bisa berpikir kok beribadah malah orang tuanya jadi lebih buruk. Apalagi di usia remaja anak sering protes kan," kata Saskhya.
Anak Ingin Pindah Keyakinan, Bagaimana Orang Tau Harus Bersikap?/ Foto: ilustrasi/thinkstock |
Dalam kondisi seperti ini, Saskhya menekankan pentingnya
trust antara anak dan orang tua. Ibaratnya, Bun. Ketika kita sudah percaya dengan seseorang, pasti kita akan lebih menurut padanya. Nah,
trust antara anak dan orang tua bisa terjalin ketika komunikasi di antara keduanya lancar dan tidak penuh dengan
judgement.
Untuk menghadapi remaja yang menyampaikan keinginannya pindah agama, yang terpenting dengarkan dahulu nilai yang dianut. Lalu, sampaikan nilai yang dimiliki orang tua dengan baik. Jangan lupa, perdekat hubungan dengan anak.
Dihubungi
HaiBunda, pimpinan Pondok Pesantren Arroudhoh, Pandeglang, Banten, KH.Shofiallah Muhajir mengatakan bahwa untuk menyikapi keinginan anak yang memilih pindah keyakinan pertama kita harus beri pandangan yang super sabar dan komprehensif bahwa keyakinan atau agama bukan untuk dipermainkan. Sehingga, pilihan untuk memilih keyakinan tertentu seharusnya berdasarkan hati nurani yang tentunya tak bisa siapapun ikut campur tangan.
Anak Ingin Pindah Keyakinan, Bagaimana Orang Tau Harus Bersikap?/ Foto: ilustrasi/thinkstock |
"Oleh karenanya, hadapi dengan
sabar, sampaikan seluas-luasnya kalau perlu libatkan orang-orang yang mengerti agama untuk jawab pertanyaan si anak. Karena barangkali keterbatasan pemahaman agama si orang tua justru akan menjerumuskan anak untuk lebih yakin berpindah agama dan dengannya dia tidak bertanggung jawab untuk memberikan pilihan," papar Shofiallah.
Kedua, kata Shofiallah, tanamkan pada anak secara terus-menerus bahwa keyakinan berhubungan dengan kehidupan yang lebih abadi di akhirat. "Maka dari itu, sekali saja ambil pilihan yang salah tentu kita berharap anak kita selalu dilindungi Allah pada untuk jaga akidahnya. Apabila sebaliknya, tentunya akan jadi musibah untuk dia dan keluarganya," papar Shofiallah.
Dalam
channel Youtube-nya, Ustaz Sayf Abu Hanifah mengatakan jika ada orang yang murtad, tentu kewajiban kita sebagai saudara atau kerabat seiman, wajib mengajak dia untuk kembali lagi kepada Islam. Kalau tidak, siksaan sangat pedih untuk dia.
"Sepanjang dia murtad, kalau dia masih Islam lagi, wajib meng-qada salatnya sepanjang murtad. Murtad 3 tahun, wajib qada selama 3 tahun, puasa selama itu. Kenapa? biar orang enggak macam-macam murtad keluar dari Islam. Tugas kita mengembalikan, dipantau, dijaga, semuanya dengan akhlak yang mulia, didekati, dinasihati, enggak bisa tahun ini, di tahun kedua," papar Sayf.
Bila
anak perempuan yang murtad, lanjut Sayf, walinya harus mengayomi. Bila didiamkan ada tuntutan dari Allah, kenapa dia bisa murtad, selama ini bagaimana menyokong pergaulan itu.
Anak bilang sayang pada lawan jenis? Simak cara menanganinya di video berikut:
(rdn/som)