Jakarta -
Setelah ditandatanganinya perjanjian perdamaian dengan Belanda, ayah presiden ke-empat RI,
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Wahid Hasyim tinggal bersama keluarganya ke Jombang. Saat itu, kebetulan adik perempuan Gus Dur, Chodijah atau Lily lahir, tepatnya pada Maret 1948.
Tapi, karena Wahid Hasyim terlibat kegiatan pemerintah yang baru, dia harus ke Jakarta pada 1949. Alhasil, Wahid Hasyim dan Gus Dur ke Jakarta. Sebelumnya, ayah dan anak ini sudah pernah ke Jakarta pada 1944, saat Gus Dur berumur 4 tahun.
Di tahun 1949, Wahid Hasyim dan Gus Dur menyiapkan rumah untuk keluarganya. Saat itu, Wahid Hasyim menjabat Menteri Agama. Dia menduduki jabatan dalam lima kabiner dan baru lepas jabatan pada April 1952.
Di bulan-bulan pertama, Wahid Hasyim dan Gus Dur tinggal di sebuah hotel di kawasan Menteng. Dalam ingatn Gus Dur, sang ayah tiap pagi mengantarnya ke sekolah dasar yang letaknya enggak jauh dari hotel tempat mereka singgah.
"Tugas ini tak pernah diberikan pada pembantu rumah tangganya. Ayah saya adalah seorang tokoh yang sederhana dan tidak suka repot-repot. Di mata teman-temannya, ayah saya dinilai sebagai orang yang suka bergurau dan selalu berusaha agar kesulitan menjadi lebih mudah daripada yang sebenarnya," kata Gus Dur dalam buku
Biografi Gus Dur yang ditulis Greg Barton.
Di mata Gus Dur, sang ayah adalah sosok bapak yang penuh kasih sayang. Cuma, dia jarang bicara dengan anaknya. Di mata Gus Dur muda, sang ayah selalu serius. Namun, Gus Dur ingat suatu waktu dia dan ayahnya main bola di halaman belakang.
Wahid Hasyim terlihat gembira bisaÂ
bermain dengan putranya. Layaknya ayah-ayah lain dari suku Jawa saat itu, Wahid Hasyim memang baik dengan anak tapi juga jaga jarak. Tak cuma itu, Wahid Hasyim bisa disebut sebagai sosok ayah penyabar, terutama pada anak sulungnya, Gus Dur.
Menurut sanak saudara yang lebih tua, Gus Dur adalah anak yang tumbuh subur dan tidak bisa ditekan. Dalam artian, dia sering menunjukkan kenakalannya.
"Kadang-kadang, dia diikat dengan dengan tambang di tiang bendera di halaman depan sebagai hukuman buat leluconnya yang terlalu jauh atau sikapnya yang kurang sopan," demikian disampaikan para kerabat.
 Mendiang Gus Dur, anak Wahid Hasyim/ Foto: Istimewa/Getty Images |
Sebelum genap berumur 12 tahun, Gus Dur sudah dua kali mengalami patah tulang. Sebab, Gus Dur kecil gemar sekali memanjat pohon. Pertama, lengannya patah karena dahan yang diinjaknya patah. Kemudian, dia hampir kehilangan tangannya.
Jadi, suatu hari Gus Dur mengambil makanan dari dapur dan memakannya di atas dahan sebuah pohon besar. Karena keenakan makan di atas pohon, Gus Dur tertidur hingga dia menggelinding itu.
"Seingat saya saat itu saya mengalami patah tulang serius hingga tulang lengannya menonjol keluar. Dokter pertama yang merawat tulang lengan yang patah saat itu khawatir saya mungkin akan kehilangan tangan," papar Gus Dur.
Untungnya, karena dokter cekatanÂ
tulang yang patah bisa tersambung lagi. Meski begitu, bisa dibilang Gus Dur tak kapok. Ya, Gus Dur muda tetap kurang hati-hati dan selalu bertindak impulsif.
Simak juga kenangan Yenny Wahid, putri sulung Gus Dur akan Ani Yudhoyono di video ini.
[Gambas:Video 20detik]
(rdn/rdn)