Jakarta -
Tantrum umum dialami anak-anak. Tantrum bisa jadi salah satu mereka mencari perhatian orang tuanya. Hal pertama yang harus kita lakukan untuk mengelola tantrum adalah memahaminya. Ya, itu tidak selalu semudah kedengarannya.
Hal ini karenaÂ
tantrum bisa disebabkan oleh banyak hal yang berbeda. Bisa karena ketakutan, frustrasi, kemarahan, kelebihan sensorik. Tantrum bukanlah cara yang sangat jelas untuk berkomunikasi.
Sayangnya, banyak orang tua sering kali dalam gelap mata tentang apa yang mendorong perilaku itu. Menurut Rebecca Schrag Hershberg, PhD dalam bukunya
The Tantrum Survival Guide, ketika orang tua melihat anak tantrum, mereka sering berbicara dengan nada yang tidak percaya.
Misalnya, 'Padahal itu cuma hal sepele', 'Hal yang enggak penting kok diributkan?'. Ketika kita bersama anak-anak kita, penting bagi kita untuk tidak tertawa, bahwa kita menanggapi reaksi dan pengalaman mereka dengan serius.
 Ilustrasi anak marah/ Foto: iStock |
Menurut Hershberg beberapa contoh reaksi yang tidak valid, selain menertawakan anak secara terang-terangan, yaitu "Ah (A) bukan masalah besar kok". Jelas, balita mustahil akan merespons atau menjawab, "Benar juga Bunda, itu bukan masalah besar. Ini kesalahanku."
Justru, kita perlu tanyakan, "Ada apa dengan A?". Setidaknya anak-anak akan mau berkomunikasi walau sedikit, Bunda. Lalu, hindari juga kalimat, "Tak perlu begitu kesal seperti itu."
"Sekali lagi, pikirkan pengalaman Anda sendiri dengan kesal. Apakah selalu membantu untuk diberitahu bahwa Anda kesal tanpa alasan? Tidak," tulisnya, dikutip dari laman resmi
Child Mind Institute.Bunda bisa tanyakan ke anak, "Apa yang bikin kamu kesal?". Terakhir, jangan beri tahu anak bagaimana harus berekspresi, "Jangan marah-marah ah!". Padahal, marah adalah emosi yang natural pada manusia. Bunda, bisa diam saja, tunggu anak selesaiÂ
tantrum dan tenangkan atau alihkan. "Yuk, main ke sana atau yuk melakukan A."
(aci/som)