Jakarta -
Sudah lebih dari sebulan kita di rumah saja ya, Bunda. Bosan, jenuh, hingga stres mungkin dirasakan sebagian besar orang karena pandemi Corona. Enggak terkecuali anak-anak.
Ya, apalagi anak-anak hobinya main di luar rumah. Karena anak sering merengek minta keluar, Bunda dan Ayah yang sedang
work from home (WFH) pun kesal dibuatnya. Seisi rumah akhirnya jadi suka marah-marah, termasuk si kecil.
Dengan
di rumah saja, Bunda mungkin khawatir anak-anak malah enggak berkembang dan mengalami kemunduran. Misalnya saja, si kecil baru masuk TK dan belajar berbagi karena punya banyak teman, sekarang harus main sendiri lagi di rumah.
Sebelum membahasnya, perlu diketahui istilah regresi yang diciptakan Sigmund Freud. Maksudnya, kembali ke tahap perkembangan sebelumnya sebagai mekanisme pertahanan selama masa-masa stres. Orang dewasa maupun anak-anak dapat mengalami regresi.
"Ini adalah mekanisme perlindungan diri," kata Sally Beville Hunter, Ph.D., asisten profesor klinis di University of Tennessee, Knoxville, mengutip
New York Times.
Hunter menjelaskan, kalau anak-anak harus meninggalkan rutinitas misal sekolah, lalu 'mundur' ke tempat yang aman yakni orang tua di rumah, mereka justru akan menuntut kenyamanan lebih.
Jadi, apa yang kita anggap sebagai kemunduran dalam perkembangan anak-anak itu hanya tipikal. Hunter memastikan, tidak ada hubungannya dengan pandemi Corona atau perubahan yang ditimbulkan dalam kehidupan mereka.
Hunter mengingatkan,
lock down atau karantina di rumah artinya waktu bersama anak-anak jadi lebih banyak ketimbang sebelumnya. Begitu juga dengan pendidikan anak-anak. Kalau pada orang dewasa, proses belajar biasanya memperoleh keterampilan baru dengan kecepatan tetap.
"Tetapi untuk seorang anak, proses belajarnya tidak linear. Ini akan tumbuh," ujar Hunter.
 Ilustrasi anak marah/ Foto: Getty Images/iStockphoto/fizkes |
Dijelaskan juga oleh Lauren Knickerbocker, Ph.D., psikolog anak di N.Y.U. Langone's Child Study Center, beberapa jenis regresi yang dialami anak-anak adalah kemunduran di toilet, tidak ingin berpakaian atau makan sendiri, lebih lengket ke orang tua, sering marah atau ngambek, dan mengalami gangguan tidur seperti jam tidur siang, mimpi buruk, atau pola tidur.
"Jika Anda mengamati perubahan ini, Anda seharusnya tidak melihatnya sebagai alarm," kata Knickerbocker.
Ia menegaskan, ini hanya sebuah sinyal bahwa anak membutuhkan lebih banyak dukungan, dan mungkin lebih banyak perhatian.
Apa yang harus Bunda lakukan?Disarankan Dr. Aaron E. Carroll, M.D., seorang profesor pediatri di Indiana University, Amerika Serikat, orang tua harus tetap dengan penguatan positif sebanyak mungkin.
Menurutnya, penguatan positif lebih efektif daripada mengomel dan memarahi anak, bahkan ketika kita tidak hidup dalam krisis global. Apalagi saat
pandemi Corona seperti ini, Bunda, berusahalah bersikap simpatik.
"Kita tidak ingin menghukum anak-anak, kita harus bereaksi dengan cara tepat dalam situasi yang sudah membuat stres," katanya.
Bunda tentu tahu bagaimana susahnya menahan anak di rumah saja. Dikatakan dr.Dicky Iskandar Nandeak, Sp.A, dari RSU Bunda Jakarta, orang tua memang harus lebih sabar menghadapi anak-anak yang ngeyel. Terlebih dalam situasi sulit seperti sekarang.
"Gunakan bahasa yang sangat mudah dimengerti, agar mereka mau diam di rumah. Didongengkan kenapa kita harus di rumah saja, dikasih contoh bahwa di luar sana banyak virus yang lebih kecil dari semut," saran Dicky, saat
Live Instagram HaiBunda belum lama ini.
Ia juga memastikan, anak-anak harus diberi tahu kalau kita ke luar rumah bisa tertular karena virus itu mudah berpindah ke tubuh kita.
Bunda, simak juga cara Meisya Siregar mendidik ketiga anaknya, dalam video
Intimate Interview berikut:
[Gambas:Video Haibunda]
(muf/muf)