Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Ketahui Hukuman Bagi Anak Pelaku Bullying sesuai KUHP dan UU Perlindungan Anak

Annisya Asri Diarta   |   HaiBunda

Rabu, 08 May 2024 08:20 WIB

KUHP pelaku bullying
KUHP pelaku bullying/ Foto: Getty Images/iStockphoto/LSOphoto
Daftar Isi

Bullying di lingkungan sekolah dan rumah, menjadi hal yang ditakutkan banyak orang tua pada anaknya. Berbagai cara dilakukan untuk mencegah tindak perundungan anak. Namun terkadang, orang tua masih saja kecolongan dan mendapati anaknya menjadi korban bullying.

Saling mengusili teman satu sama lain, menjadi hal yang lumrah di kalangan anak-anak. Namun, Bunda dan guru perlu bekerjasama dalam mengontrol tindakan tersebut tidak mengarah ke tindakan bullying.

Si Kecil yang menjadi korban bullying dari teman sebayanya, bisa mempengaruhi emosional mereka dalam pembentukan karakternya. Selain menerapkan pola asuh yang tepat sebagai tindakan preventif, Bunda juga bisa memberitahu Si Kecil hukuman apa yang bisa menjadi konsekuensi tindakan bullying.

Pada konteks penanganan kasus bullying di Indonesia, penting bagi masyarakat untuk memahami hukuman yang berlaku bagi anak-anak pelaku bullying sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang yang berlaku, seperti KUHP dan UU Perlindungan Anak.

Mengenal bullying

Menurut penelitian, kata bullying berasal dari Bahasa Inggris yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang senang merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa Indonesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah.

Sedangkan secara terminologi, definisi bullying menurut Ken Rigby adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan di mana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang.

Jenis bullying

Sebelum mengetahui tentang hukuman bagi anak pelaku bullying, Bunda perlu memahami jenis-jenis tindakan bullying. Berikut selengkapnya.

1. Bullying fisik

Penindasan fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan paling mudah untuk diidentifikasi di antara bentuk-bentuk penindasan lainnya, namun kejadian penindasan fisik terhitung kurang dari sepertiga insiden penindasan yang dilaporkan oleh siswa.

Jenis penindasan secara fisik di antaranya adalah memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian serta barang-barang milik anak yang tertindas. Semakin kuat dan semakin dewasa sang penindas, semakin berbahaya jenis serangan ini, bahkan walaupun tidak bertujuan untuk mencederai secara serius.

2. Bullying verbal

Kekerasan verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum digunakan, baik oleh anak perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan di hadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi. Penindasan verbal dapat diteriakkan di taman bermain tanpa terdengar pengawas. Hal tersebut dapat diabaikan karena hanya dianggap sebagai dialog antara teman sebaya.

Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang jajan atau barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji, serta gosip.

3. Bullying Relasional

Jenis ini paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan relasional adalah pelemahan harga diri korban dengan penindasan secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran. Penghindaran termasuk suatu tindakan penyingkiran yang merupakan alat penindasan yang terkuat.

Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau secara sengaja, ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan napas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar.

4. Cyber bullying

Perkembangan teknologi kerap mendatangkan jenis bullying terbaru. Bentuk bullying ini menempatkan korban terus menerus mendapatkan pesan negatif dari pelaku bullying baik dari sms, pesan di internet, dan media sosial lainnya.

Pelaku akan mengirim pesan yang menyakitkan atau menggunakan gambar. Meninggalkan pesan voice mail yang kejam. Menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa (silent calls).

Ketentuan hukum bullying sesuai KUHP dan UU perlindungan anak

Mengutip dari berbagai sumber, berikut hukuman bagi anak pelaku bullying sesuai KUHP dan UU Perlindungan anak. Simak selengkapnya Bunda untuk melindungi Si Kecil.

  1. Berdasarkan pengaturan dalam UU Perlindungan Anak dan perubahannya, bullying termasuk sebagai tindak pidana. Pada dasarnya, bullying fisik maupun verbal diatur dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
  2. Selanjutnya, jika larangan di atas dilanggar, pelaku bisa dijerat Pasal 80 UU 35/2014, yaitu: Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C UU 35/2014, dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda paling banyak Rp72 juta. Apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta. Apabila anak meninggal dunia, maka pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp3 miliar. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan pada ayat (1), (2), dan (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
  3. Pasal 54 UU 35/2014 juga mengatur bahwa setiap anak berhak mendapat perlindungan dari tindak kekerasan di sekolah, sebagai berikut: Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, atau pihak lain. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, atau masyarakat. Lebih lanjut, jika bullying terhadap Anak dilakukan melalui media sosial, maka hukum pidana bullying merujuk pada Pasal 27A UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE.
  4. Pada prinsipnya, menyerang kehormatan atau nama baik seseorang termasuk dalam perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27A UU 1/2024 yang berbunyi: Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik. Kemudian, orang yang melanggar Pasal 27A UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 2 tahun, atau denda maksimal Rp400 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.
  5. Bullying berupa menghina dengan ucapan kata-kata kasar seperti makian, cacian, atau kata-kata tidak pantas, sekalipun dilakukan melalui sistem elektronik atau medsos, pelaku juga dapat dijerat dengan pasal tindak pidana penghinaan ringan yang diatur dalam Pasal 315 KUHP lama yang saat ini masih berlaku dan Pasal 436 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal yang diperundangkan yaitu tahun 2026. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Ancaman Pidana Bagi Netizen yang Berkomentar Body Shaming.
  6. Pasal 315 KUHP Pasal 436 UU 1/2023, tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.
  7. Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.
  8. Aspek Perdata Bullying Terhadap Anak, UU Perlindungan Anak dan perubahannya juga memiliki aspek perdata yaitu diberikannya hak kepada anak korban kekerasan (bullying) untuk menuntut ganti rugi materiil atau immateriil terhadap pelaku kekerasan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 71D ayat (1) UU 35/2014: Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan.
  9. Adapun menurut Pasal 59 ayat (2) huruf i UU 35/2014, perlindungan khusus bagi anak diberikan kepada anak korban kekerasan fisik atau psikis. Secara umum, bisa juga mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku bullying atas dasar telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa dari perspektif UU Perlindungan Anak dan perubahannya, bullying terhadap anak memiliki dua aspek hukum baik pidana maupun perdata.

Pada prinsipnya, seluruh elemen masyarakat baik negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali, berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Pihak-pihak yang bertanggung jawab

Terkait dengan pihak yang bertanggung jawab, dapat dilihat dalam beberapa pasal sebagai berikut:

Kewajiban dan tanggung jawab negara, pemerintah, dan pemerintah daerah

Menurut Pasal 21 ayat (1) UU 35/2014, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik atau mental.

Dalam penjaminan pemenuhan hak anak tersebut, pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan perlindungan anak. Kebijakan tersebut dapat diwujudkan melalui upaya daerah membangun kabupaten/kota layak anak. Berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab negara dalam melindungi hak anak, dapat Anda temukan dalam Pasal 21 s.d. Pasal 24 UU 35/2014.

Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat

Kewajiban masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) UU 35/2014. Lalu, Pasal 72 ayat (3) UU 35/2014 menambahkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak dapat dilakukan dengan cara:

  1. Memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi mengenai hak anak dan peraturan perundang-undangan tentang anak.
  2. Memberikan masukan dalam perumusan kebijakan yang terkait perlindungan anak.
  3. Melaporkan kepada pihak berwenang jika terjadi pelanggaran hak anak, dan lain-lain.

Kewajiban dan tanggung jawab keluarga orang tua

Menurut Pasal 26 ayat (1) UU 35/2014, orang tua dari anak memiliki kewajiban yang harus dipenuhi yaitu:

Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.

Dalam hal tidak adanya keberadaan dari orang tua, tidak diketahui keberadaannya, ataupun karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawabnya dapat beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semua pihak baik keluarga, masyarakat hingga negara, memegang peran dan tanggung jawabnya masing-masing guna memberikan perlindungan anak dan menjamin terpenuhinya hak asasi anak.

Demikian ulasan tentang perlindungan hukum bagi korban bullying. Semoga bermanfaat, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

 

(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda