Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

5 Penyebab Anak Menjadi Pembully dan Cara Tepat Mengatasinya Menurut Pakar

ZAHARA ARRAHMA   |   HaiBunda

Kamis, 22 Feb 2024 21:40 WIB

bullying
Perilaku yang dilakukan anak pembully/ Foto: Getty Images/andresr
Daftar Isi

Maraknya pemberitaan tentang kasus anak pembully di lingkungan sekolah, tentunya membuat para orang tua merasa khawatir akan pergaulan anak. Sekolah mahal dan bergengsi tak menjamin anak-anak bebas perundungan, atau terhindar menjadi pelakunya.

Terbaru, ada kasus bullying yang menggegerkan dunia maya terjadi di salah sekolah internasional di daerah Serpong, Tangerang Selatan. Dengan siapa dan di mana anak bermain dan menghabiskan waktu, merupakan faktor penting dalam membentuk perilaku anak dalam bersosialisasi. Ini menyebabkan sebagian besar anak seringkali menampilkan sifat yang berbeda di hadapan orang-orang di sekitarnya. 

Lalu bagaimana jika suatu waktu kita dihadapkan oleh berita bahwa anak yang kita didik dan rawat selama ini terlibat dalam perilaku bullying? Atau lebih parahnya lagi ialah menjadi pembully terhadap teman sebayanya?

Bagaimana caranya Bunda dan Ayah mengatasi masalah ini? Mari simak cara dan penjelasannya, ya!

Apa itu bullying?

Bullying adalah suatu perilaku dengan intensi menyakiti seseorang secara berulang-ulang. Hal ini didukung oleh kekuatan atau kekuasaan yang dimilikinya. Seseorang yang melakukan bully cenderung berulang kali menyakiti korbannya secara fisik ataupun dengan perkataan serta perilaku kasarnya.

Dilansir dari UNICEF, anak laki-laki memiliki persentase yang lebih tinggi dalam melakukan bullying secara fisik. Di sisi lain, anak perempuan dominan dalam perilaku bullying secara verbal, yang dampaknya lebih berpengaruh pada kondisi psikologis korbannya.

Perilaku bullying pada lingkungan anak seringkali diabaikan

Jenis-jenis bullying

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), dikutip melalui ebook STOP Perundungan/Bullying Yuk! dalam laman Kemdikbudristek, jenis-jenis bullying terbagi dalam enam jenis yang berbeda.

1. Fisik langsung

Jenis bullying satu ini meliputi kekerasan secara langsung terhadap tubuh korban yang dilakukan oleh pelaku. Contoh bullying fisik meliputi tindakan seperti memukul, menendang, menampar, mencubit, menjambak, dan lain-lain.

2. Verbal langsung

Dalam perilaku bullying jenis ini, penyerangan yang dilakukan oleh pelaku ialah melalui perkataan. Sayangnya, banyak orang tidak menyadari bahwa kata-kata yang keluar dari mulutnya bisa dikategorikan dalam bentuk pembullyan verbal. Hal tersebut dikarenakan orang-orang di sekitar mewajarkan tindakan tersebut, dan menganggapnya sebagai sebuah candaan belaka.

Contoh bullying ini adalah seperti mengancam, mempermalukan, bergosip, merendahkan, memanggil dengan julukan dari fisik korban; gembrot, pendek, cungkring, item dan lain-lain.

3. Cyberbullying

Bullying satu ini mengambil latar media sosial atau platform online lainnya dalam dunia maya sebagai wadah melakukan tindakan kekerasan. Dengan maraknya penggunaan teknologi di lingkup anak, tindakan bullying ini pun semakin meningkat juga.

Yang lebih menakutkan dari cyberbullying adalah para pelaku bisa berasal dari manapun dan usia berapapun. Bahkan kebanyakan dari mereka tidak memiliki motif dalam melakukan bullying tersebut. Mereka hanya sekadar melakukannya demi kesenangan semata. Lalu ditambah dengan sifat anonim yang dimiliki, pelaku tersebut bisa dengan bebas melakukan tindakan kekerasan verbal pada korbannya.

Contoh perilaku bullying ini antara lain dengan cara  mengomentari foto-foto korban dengan ucapan tak senonoh, mem-posting foto memalukan korban, bahkan menyebarkan berita kebohongan tentang korban.

4. Non verbal langsung

Tindakan yang dilakukan dalam jenis bullying ini melibatkan gerakan tubuh pelaku. Contoh dari perilakunya adalah dengan mimik wajah yang mencemooh atau merendahkan korban di saat sedang berada dekat dengannya, lalu bisa juga dengan tatapan mata yang sinis saat melihat korbannya.

5. Non verbal tidak langsung

Perilaku perundungan non-verbal tidak langsung biasanya berupa pengucilan terhadap korban. Hal ini bisa digambarkan dengan tidak diikutsertakannya si korban dalam bersosialisasi. Mereka cenderung diabaikan bahkan diasingkan dalam lingkup sosialisasinya.

6. Pelecehan seksual

Jenis bullying satu ini dapat berupa gabungan antara fisik serta verbal. Contoh dari tindakan ini adalah dengan panggilan dan perkataan kasar yang mengarah pada gerakan vulgar pada korbannya. Selain itu, tindakan seperti menyentuh korban tanpa adanya persetujuan juga termasuk dalam perilaku bullying yang mengacu pada kekerasan seksual.

Penyebab anak menjadi pelaku bully

Ada berbagai hal yang menyebabkan anak menjadi seorang pembully. Faktor-faktor tersebut dapat dipicu dari pihak eksternal, seperti orang tua, teman, atau media sosial dan hiburan yang dikonsumsinya.

Seperti yang dikatakan oleh Psikolog Mira Amir dalam wawancaranya. Ia mengatakan bahwa perilaku bullying oleh anak, tidak hanya dipicu dalam dirinya sendiri saja. Namun juga ada pengaruh dari kondisi eksternal yang memberikan gambaran bahwa yang dilakukannya adalah hal yang wajar dilakukan dan tidak ada konsekuensinya.

Oleh karena itu, dilansir dari Presence, setidaknya ada lima penyebab utama anak menjadi pembully, yaitu:

1. Pola asuh yang salah

Pola asuh yang tak mengajarkan kontrol emosi serta bahayanya perilaku bullying, cenderung menjadikan anak sebagai sosok yang tidak peduli akan keadaan orang lain, dan hanya fokus pada dirinya. 

Selain itu, perilaku orang tua yang melakukan kekerasan fisik pada anaknya atas dasar hukuman, dapat berakibat pada perilaku anak di luar rumah. Sebagai contohnya, seperti memukul dengan sapu, ikat pinggang, dan lain sebagainya, seringkali menimbulkan dampak pada perilaku anak yang meniru tindakan tersebut.

2. Meniru teman dan media tontonan

Selain itu, anak juga dapat meniru perilaku teman di sekelilingnya dan adegan di media sosial atau hiburan yang ditontonnya. Sebagai contoh, anak melihat bagaimana sosok pembully di sekolah mendapatkan kekuasaan dan kendali, sehingga anak itu akan meniru tindakan bullying tersebut di lingkungan lainnya.

3. Merasa superior

Di samping itu, terdapat juga faktor internal dalam dirinya, yang memicu seorang anak condong membully teman sebaya atau sekelilingnya.

Perasaan superior dalam diri anak menimbulkan anggapan bahwa orang lain pantas berada di bawahnya. Oleh karenanya, anak menjadi pembully demi memuaskan hasrat superior tersebut.

4. Harga diri

Tidak selamanya yang kuat menginjak yang lemah. Ada masanya yang lemah mencari cara agar dirinya tidak terinjak oleh yang kuat. 

Seorang anak yang jarang diperhatikan oleh keluarganya, jarang mendapatkan kasih sayang serta perhatian yang cukup dari keluarganya, seringkali merasa memiliki harga dan kemampuan diri yang rendah.

Dengan adanya perasaan itu, ia akan mencari cara dalam melampiaskannya. Dengan membully orang lain, bisa menjadi satu jalan baginya untuk merasakan dan meningkatkan kepercayaan serta harga diri yang sebelumnya rendah. Hal ini dilakukan demi mendapatkan kehormatan dan juga perhatian yang sebelumnya tak pernah dirasakan.

5. Balas dendam

Tak menutup kemungkinan seorang anak yang merupakan korban bullying dapat berubah menjadi pembully di kemudian hari. Hal ini dikarenakan adanya rasa balas dendam yang tertanam di dirinya. Anak merasa bahwa pelaku atau orang lain juga harus merasakan derita yang selama ini ia rasakan.

Cara mengatasi anak yang suka membully

Banyak orang tua yang merasa didikannya selama ini sudah baik dan yakin bahwa anak tidak akan menjadi pelaku bullying. Tetapi, bagaimana jika ada masa, di mana kita mendapatkan kabar bahwa anak kita melakukan pembullyan terhadap temannya? 

Dilansir Child Mind Institute, dua orang pakar klinis, Jamie Howard, PhD dan Kristin Carothers, PhD, menjelaskan beberapa cara yang bisa Bunda dan Ayah lakukan untuk membantu anak berhenti melakukan pembullyan.

  • Komunikasi

Jika anak terlibat sebagai pembully, ada baiknya sebagai orang tua untuk bicara secara tegas terhadap anak. Usahakan untuk membuat anak bercerita apa yang menyebabkan ia melakukan tindakan bullying. Tanyakanlah apakah ada hal yang selama ini tidak ia sukai dari Bunda dan Ayah, sehingganya ia berperilaku membully.

Hindari mencecar anak dengan berbagai tuduhan yang memojokkan, karena hal ini justru menjadikan anak malas berbicara.

1. Bicarakan perspektif korban pada pembully

Dalam hal ini perlu dilakukan pendekatan dengan berbicara perspektif dengan anak. Ajarkanlah anak untuk merasa peduli pada sekitarnya. Ajarkan anak bagaimana perasaan seseorang yang dibully olenya. Hal ini diharapkan bisa membuat pikiran anak terbuka akan bahaya dari tindakannya tersebut.

2. Terus pantau perilaku anak

Setelah melakukan komunikasi, orang tua perlu memantau selalu perilaku anak, baik di rumah, sekolah, dan lingkungan lainnya. Anak yang berpengalaman melakukan tindakan bullying, biasanya memiliki kecenderungan untuk mengulangi.

Cobalah untuk selalu berkomunikasi dengan para guru di sekolah untuk memantau perilaku anak. Jika anak kembali menunjukkan perilaku bullying, harapnya guru dapat melaporkan pada orang tua. Hal ini demi upaya perubahan anak untuk berhenti membully.

3. Cari bantuan ahli

Untuk mengubah perilaku anak pembully, ada baiknya juga melibatkan ahli kesehatan mental di dalamnya. Bunda dan Ayah bisa menghubungi psikolog anak dan keluarga. Hal ini bertujuan untuk membuat waktu konseling antara anak dan kedua orang tua dengan melibatkan perspektif yang lebih ahli.

4. Terus pertahankan komunikasi

Setelah melalui tahapan di atas, hal terakhir yang bisa dilakukan untuk menjaga perilaku anak yang mulai menjauhi bullying, ialah dengan terus mempertahankan komunikasi antar anak dan orang tua. Usahakan untuk terus selalu berkomunikasi dua arah, sehingganya anak merasa dirinya mendapatkan perhatian serta kasih sayang yang cukup.

Dari hal tersebut, anak juga menjadi lebih terbuka dalam menyampaikan apa yang dirasakannya. Dan orang tua pun bisa dengan mudah mengerti apa yang sedang dirasakan dan dilalui oleh anaknya. 

Selain itu, luangkanlah selalu waktu bersama anak demi menjadi harmonitas hubungan. Ajaklah anak untuk bersosialiasi dengan lingkungannya, sehingga ia dapat mengerti kehidupan sosial yang sehat.

Perilaku kekerasan yang dilakukan anak pembully memang melibatkan peran orang tua yang besar. Semoga cara-cara yang disarankan oleh para pakar klinis di atas dapat membantu Bunda dan Ayah dalam informasi mengatasi anak yang terlibat dalam tindakan bullying.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda