Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

7 Tanda Bahwa Bunda Suka Mengontrol Anak dan Begini Efeknya pada Si Kecil

Kinan   |   HaiBunda

Rabu, 11 Sep 2024 04:00 WIB

7 Tanda Bahwa Bunda Suka Mengontrol Anak dan Begini Efeknya pada Si Kecil
Ilustrasi Bunda dan Si Kecil/Foto: Getty Images/Erdark
Daftar Isi
Jakarta -

Orang tua tanpa disadari sering terlalu mengontrol anak, termasuk dalam memilih dan mengambil keputusan. Dalam jangka panjang, hal ini sebenarnya bisa memengaruhi kepercayaan diri dan kemandirian anak kelak.

Ada berbagai alasan mengapa orang tua 'ingin' mengontrol anak, termasuk karena karakter perfeksionis atau mungkin takut anak akan mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan di masa lampau. 

Banyak orang tua tidak menyadari bahwa hal tersebut bukannya bermanfaat, tetapi justru merugikan proses perkembangan anak.

Banner Ujian Tengah Semester Ganjil

Seperti apa pola asuh yang terlalu mengontrol?

Dikutip dari Parenting First Cry, pola asuh mengontrol atau controlled parenting adalah gaya pengasuhan di mana salah satu atau kedua orang tua selalu mengawasi aktivitas anak atau mempertahankan kendali atas kehidupan mereka.

Hal ini juga dikenal sebagai pola asuh otoriter, di mana orang tua sangat menekankan disiplin dan kepatuhan ketat terhadap aturan dan regulasi.

Orang tua dengan tipe pengasuhan seperti ini mungkin tidak peduli dengan kebutuhan anak. Meskipun umumnya orang tua sudah tidak lagi melakukan pola asuh ini seiring bertambahnya usia anak, ada pula orang tua yang mungkin masih berupaya keras untuk mengatur anak-anaknya di usia dewasa.

Tanda orang tua terlalu mengontrol anak

Sesuai dengan istilahnya, inti dari pola asuh ini adalah pendekatan kontrol yang berlebih terhadap anak. Pola asuh otoriter ini secara umum terjadi saat orang tua terlalu mengawasi anak dan mengontrol setiap gerak-geriknya. 

Cara yang digunakan adalah dengan melanggar batasan anak atau tidak memenuhi kebutuhan anak yang sebenarnya. Dilansir berbagai sumber, berikut beberapa tanda orang tua terlalu mengontrol anak yang perlu Bunda ketahui:

1. Memberi target yang tidak realistis

Dikutip dari Psych Central, pada pola asuh otoriter biasanya anak diharapkan dapat memenuhi standar dari orang tua yang tidak rasional, tidak sehat, atau tidak dapat dicapai. Nantinya anak akan dihukum jika mereka tidak memenuhinya. 

Misalnya, Bunda menyuruh anak melakukan sesuatu tetapi tidak pernah menjelaskan cara melakukannya, lalu menjadi marah jika anak tidak dapat melakukannya dengan benar atau sesegera mungkin.

Sering kali anak dipersiapkan untuk mengalami kegagalan dan mereka akan mengalami konsekuensi negatif terlepas dari apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya. 

Sebagai contoh, Bunda meminta anak untuk segera pergi ke toko untuk membeli bahan makanan saat hujan turun. Namun, kemudian akan merasa sangat kesal saat anak pulang dalam keadaan basah kuyup.

2. Aturan yang sepihak

Daripada berbicara dengan anak-anak mereka, bernegosiasi, serta meluangkan waktu untuk menjelaskan sesuatu, orang tua yang memiliki pola asuh mengontrol justru menetapkan aturan-aturan ketat yang hanya berlaku untuk anak. 

Aturan-aturan ini bersifat sepihak, tidak masuk akal, dan tidak berprinsip, bahkan sering kali tidak memiliki penjelasan yang tepat. Alih-alih memanfaatkan kepentingan pribadi anak, hal ini justru memanfaatkan kesenjangan kekuasaan antara orang tua dan anak.

3. Hukuman dan pengendalian perilaku

Ketika anak tidak mau mematuhi atau gagal memenuhi apa pun yang diharapkan dari mereka, mereka akan dihukum. Sekali lagi, sering kali ini terjadi tanpa penjelasan. 

Ada dua jenis perilaku menghukum. Pertama, memberi hukuman secara terang-terangan. Ini mencakup kekerasan fisik, teriakan, pelanggaran privasi, intimidasi, ancaman, atau pembatasan pergerakan.

Kedua, memberikan hukuman secara terselubung. Misalnya seperti manipulasi, tindakan yang menimbulkan rasa bersalah, mempermalukan anak, dan sebagainya.

Jadi anak tersebut hanya dipaksa untuk patuh atau dimanipulasi agar patuh. Jika gagal, mereka dihukum karena ketidaktaatan dan ketidaksempurnaan.

4. Kurangnya empati, rasa hormat, dan kepedulian

Dalam lingkungan otoriter, alih-alih diterima sebagai manusia yang setara, anak umumnya dipandang sebagai sosok yang lebih muda dan harus tunduk. Sebaliknya, orang tua dan figur otoritas lainnya dipandang sebagai pemberi perintah.

Anak juga tidak diperbolehkan mempertanyakan atau menantang otoritas orang tua. Dinamika hierarki ini terwujud dalam kurangnya empati, rasa hormat, kehangatan, dan kepedulian terhadap anak.

Kebanyakan orang tua biasanya mampu memenuhi kebutuhan fisik dan dasar anak (makanan, tempat tinggal, pakaian), namun mereka tidak tersedia secara emosional.

5. Anak harus selalu memenuhi keinginan orang tua

7 Kebiasaan Toksik Orang Tua ke Anak, Sering Berdalih DisiplinIlustrasi/Foto: Getty Images/golfcphoto

Karena banyak orang tua dengan pola asuh mengontrol yang memiliki kecenderungan narsistik kuat, mereka secara sadar atau tidak sadar percaya bahwa tujuan dan tanggung jawab anak adalah memenuhi kebutuhan orang tua, bukan sebaliknya. 

Mereka memandang anak sebagai sosok yang hadir untuk memenuhi kebutuhan dan kesukaan mereka. Akibatnya, dalam banyak skenario, anak dipaksa untuk berperan sebagai orang tua, dan orang tua mengambil peran sebagai anak.

6. Tidak ada privasi

Privasi menjadi salah satu hal dasar yang penting dimiliki oleh seseorang, termasuk anak. Jika orang tua tidak mengizinkan anak memiliki privasi atau memberikan ruang satu sama lain, maka ini termasuk salah satu tanda orang tua terlalu mengontrol. 

Termasuk sering memantau media sosial anak, membaca seluru kotak masuk email, atau mendengarkan panggilan telepon untuk anak.

7. Membuat anak sulit mandiri

Karena orang tua yang mengontrol tidak melihat anak mereka sebagai entitas individual yang terpisah, sering kali mereka membesarkan anak menjadi orang yang bergantung dan tidak mandiri. Perlakuan ini berdampak negatif pada rasa harga diri, kompetensi, dan individualitas anak.

Pola asuh ini percaya bahwa anak tidak mampu hidup sesuai dengan kepentingannya sendiri, maka orang tua akan selalu hadir dan tahu seluruh hal yang terbaik bagi anak, bahkan ketika anak mampu membuat keputusan dan mengambil keputusan sendiri. 

Hal ini menumbuhkan ketergantungan dan menghambat perkembangan alami anak karena tidak pernah mengembangkan batasan yang memadai, tanggung jawab diri, dan rasa identitas yang kuat pada tingkat psikologis. 

Efek pola asuh mengontrol pada anak

Pola asuh yang berlebihan biasanya dimotivasi oleh kepedulian terhadap kesejahteraan anak atau keinginan untuk hidup melalui mereka. 

Namun demikian, ada beberapa dampak dari pengendalian berlebih orang tua terhadap kesehatan mental anak, termasuk menghalangi anak-anak dalam mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, dan belajar cara mengatasi emosi dan perubahan.

Anak-anak yang orang tuanya suka mengontrol dipaksa untuk tunduk pada otoritas, yang menyebabkan kegelisahan dan ketergantungan emosional seiring bertambahnya usia. 

Pola asuh yang terlalu mengontrol dapat mengakibatkan hal berikut:

  • Pembangkangan
  • Kecemasan dan gejala depresi
  • Ketidakamanan pada tingkat emosional
  • Tindakan agresif
  • Memiliki persepsi diri yang negatif
  • Rasa percaya diri yang rendah
  • Disregulasi emosional
  • Terbatasnya kemampuan untuk merasakan emosi

Demikian ulasan tentang tanda bahwa orang tua suka mengontrol anak dan efeknya pada perkembangan karakter anak. Apakah Bunda termasuk yang terlalu mengatur dan mengendalikan anak? Semoga ulasan ini bermanfaat, ya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(fir/fir)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda