Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

7 Perilaku Orang Tua Bisa Timbulkan Trauma pada Anak

Kinan   |   HaiBunda

Senin, 19 Aug 2024 18:10 WIB

7 Kesalahan Parenting dari Orang Tua yang Bercerai pada Anaknya
Ilustrasi perilaku yang bisa munculkan trauma pada anak/Foto: Getty Images/iStockphoto/Kiwis
Daftar Isi

Perilaku tertentu dari orang tua atau pengasuh diam-diam bisa melukai mental anak, bahkan sampai membuatnya trauma. Apa saja perilaku yang perlu dihindari tersebut?

Dikutip dari Very Well Mind, trauma masa kanak-kanak adalah peristiwa yang dialami oleh seorang anak yang menimbulkan rasa takut dan umumnya bersifat kekerasan, berbahaya, atau bahkan sampai mengancam jiwa.

Kadang-kadang kondisi ini juga disebut sebagai adverse childhood experiences (ACE). Ada banyak pengalaman berbeda yang dapat menyebabkan trauma pada anak.

Orang tua sering kali berpikir bahwa anak masih sangat muda, sehingga mereka bahkan tidak akan mengingatnya saat bertumbuh dewasa nanti. Nyatanya trauma masa kanak-kanak bahkan dapat memiliki efek seumur hidup.

"Seiring perkembangan otak anak-anak, mereka belajar seberapa aman atau tidak amannya dunia melalui pengalaman mereka. Anak harus mengembangkan cara untuk melindungi dirinya dari apa yang dianggapnya tidak aman," ujar psikoterapis Yolanda Renteria, LPC.

Oleh karena itu, penting untuk mengenali kapan seorang anak mungkin memerlukan bantuan profesional untuk mengatasi traumanya. Intervensi dini juga dapat mencegah dampak trauma yang berkelanjutan hingga dewasa.

Perilaku orang tua yang bisa membuat anak trauma

Berikut beberapa contoh perilaku orang tua yang dapat menyebabkan trauma pada anak seperti dilansir berbagai sumber:

1. Kekerasan emosional atau fisik

Dikutip dari Times of India, disiplin yang terlalu keras, banyak berteriak, bentakan, atau bahkan kesan merendahkan adalah contoh kekerasan fisik dan emosional yang dapat meninggalkan bekas luka emosional dan trauma yang bertahan lama pada anak.

2. Tidak ada batasan

Anak-anak mungkin mengalami perasaan tidak aman dan menjadi bingung tentang perilaku yang dapat diterima, jika tidak ada batasan yang ditetapkan oleh orang tua di rumah. 

3. Pengasuhan yang tidak aman

Rasa aman dan stabilitas anak-anak dapat terpengaruh secara negatif oleh perilaku, harapan, dan aturan pengasuhan yang tidak konsisten. Hal-hal ini dapat membuat anak menjadi bingung dan cemas.

4. Dilibatkan dalam pertengkaran rumah tangga

Anak rentan mengalami trauma jika mereka menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga antara orang tua atau pengasuh lainnya. Misalnya, jika orang tua bertengkar saat ada anak di ruangan yang sama.

Hal ini sangat rentan membuat anak jadi trauma dan bahkan berisiko memengaruhi hubungan emosionalnya kelak saat dewasa.

5. Perilaku defensif berlebihan

Kemampuan anak untuk menjadi mandiri dan tangguh dapat terhambat oleh perilaku protektif orang tua yang berlebihan. Ini juga dapat menyebabkan kecemasan dan mempersulit anak untuk mengatasi kesulitan di masa depan.

6. Tidak memvalidasi emosi

Emosi merupakan hal sensitif pada anak yang perlu divalidasi dan dibicarakan bersama. Dampak perasaan tidak mampu dan ragu pada diri sendiri pada anak dapat semakin buruk jika orang tua mengabaikan emosinya.

Anak rentan merasa trauma untuk kembali menunjukkan emosinya di depan orang tua atau bahkan di depan orang dewasa lainnya. Mereka berisiko tumbuh menjadi sosok yang tertutup.

7. Tekanan untuk berprestasi

Anak-anak yang diberikan standar terlalu tinggi atau tekanan yang tidak semestinya untuk memenuhi tujuan akademis atau tujuan lainnya, berisiko dapat mengalami gangguan kecemasan dan harga diri yang rendah.

Dampak trauma pada anak

Dampak stres traumatis pada anak dapat berlangsung lama setelah masa kanak-kanak, bahkan hingga dewasa. Faktanya, penelitian telah menunjukkan bahwa anak yang mengalami trauma mungkin mengalami:

  • Masalah belajar dan gangguan konsentrasi
  • Masalah kesehatan jangka panjang (misalnya, diabetes dan penyakit jantung)
  • Gangguan perilaku
  • Gangguan kecemasan dan sulit bersosialisasi

Trauma merupakan faktor risiko untuk hampir semua gangguan kesehatan perilaku dan penyalahgunaan zat berbahaya.

Bagian penting dari pemulihan anak setelah trauma adalah memiliki sistem pengasuhan yang mendukung, akses ke perawatan yang efektif, dan sistem layanan yang memahami trauma pada anak.

Tidak semua anak mengalami stres setelah mengalami peristiwa traumatis. Dengan dukungan dan intervensi tepat, banyak anak dapat pulih dan berkembang dengan lebih baik.

Cara membantu anak-anak yang telah mengalami trauma

Dukungan sosial dapat menjadi kunci untuk mengurangi dampak trauma pada anak. Berikut ini beberapa cara untuk mendukung anak setelah mengalami kejadian yang menyedihkan:

  • Ajak anak untuk berbicara tentang perasaannya dan mengakui emosinya
  • Bantu anak memahami bahwa mereka tidak bersalah
  • Jawab pertanyaan anak dengan jujur dan terbuka
  • Yakinkan anak bahwa Bunda akan melakukan apa pun semampunya untuk menjaga mereka tetap aman
  • Patuhi rutinitas harian anak sebisa mungkin
  • Bersabarlah karena setiap anak pulih dengan fasenya masing-masing

Bergantung pada usia dan kebutuhan anak, mereka mungkin dirujuk ke layanan seperti terapi perilaku kognitif, terapi bermain, atau terapi keluarga. 

Dalam beberapa kasus, seperti ketika ada diagnosis Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), pemberian obat-obatan juga dapat menjadi pilihan untuk membantu mengobati gejala mereka. Semua dilakukan berdasarkan pemeriksaan dan diagnosis dokter atau profesional lainnya.

Demikian ulasan tentang macam-macam perilaku orang tua yang bisa beri trauma pada anak. Ingat, selalu cek perubahan perilaku anak dan beri perhatian sesuai dengan kebutuhan Si Kecil ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(fir/fir)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda