Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

33 Jenis Gangguan Kesehatan Mental dan Psikologis pada Anak Beserta Tandanya

Dilla Atqia Rahmah   |   HaiBunda

Kamis, 03 Oct 2024 12:40 WIB

Kesehatan mental anak
Gangguan mental pada anak/ Foto: Getty Images/aldomurillo

Kesehatan Si Kecil sangat penting diperhatikan. Tidak hanya memastikan anak sehat secara fisik, tetapi kesehatan mental juga menjadi hal yang perlu diperhatikan, ya. Apalagi sekarang ini sebagian masyarakat sudah mulai sadar akan pentingnya kesehatan mental.

Melansir laman World Health Organization, secara global, satu dari tujuh anak berusia 10-19 tahun mengalami gangguan mental. Angka ini mencakup 13 persen dari keseluruhan penyakit global pada kelompok usia ini.

Kondisi kesehatan mental yang gagal ditangani saat anak-anak hingga remaja, berisiko mengganggu kesehatan fisik dan mental. Bahkan, berisiko membuat kesempatan mereka untuk menjalani kehidupan yang memuaskan saat dewasa.

Ada banyak sekali jenis-jenis gangguan jiwa yang dapat menyerang anak-anak. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk mengetahui indikasi gejala anak terkena gangguan mental sedini mungkin. 

Apa itu gangguan mental

Mengutip laman Mayo Clinic, gangguan mental adalah pola atau perubahan dalam berpikir, merasakan, atau berperilaku yang menyebabkan tekanan atau menghalangi kemampuan bertindak.

Gangguan mental menurut WHO ditandai dengan gangguan yang signifikan secara klinis pada kognisi, pengaturan emosi, atau perilaku seseorang.

Hal tersebut dapat menyebabkan anak  menjadi tertekan. Kondisi kesehatan mental ini dapat mengganggu kemampuan mereka dalam  bertindak dengan baik di rumah, di sekolah, atau di lingkungan sosial lainnya.

Tanda anak punya gangguan kesehatan mental

Gangguan kesehatan pada anak dapat diketahui melalui tanda-tanda berikut. Dilansir laman raisingchildren, tanda-tanda ini meliputi tanda emosional dan perilaku, tanda-tanda fisik, serta tanda-tanda saat bersosialisasi, baik di sekolah maupun lingkungan sekitar. Apabila hal ini terjadi dalam jangka panjang, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli psikis.

Tanda tanda emosional yang bisa saja dialami anak dengan gangguan mental misalnya mudah marah, menghindari sosialisasi dengan orang lain, mengamuk atau secara konsisten berperilaku dengan cara yang menantang atau agresif, sering sedih atau banyak menangis, mengalami kecemasan berlebih, dan sulit berkonsentrasi.

Gangguan kesehatan mental juga dapat dilihat dari tanda-tanda fisik seperti kualitas tidur yang memburuk, kesulitan bangun dari tempat tidur,sulit makan atau makan berlebihan, mengalami pengurangan atau peningkatan berat badan yang drastis Serta, mengalami nyeri fisik yang tidak memiliki penyebab medis yang jelas, misalnya, sakit kepala, sakit perut, mual, atau nyeri fisik lainnya.

Sementara itu, anak mungkin menyiratkan tanda gangguan mental ketika bersosialisasi dengan lingkungan sekitar , beberapa tandanya yakni tidak bersekolah dengan baik, sulit beradaptasi di sekolah, tidak mau pergi ke sekolah, tidak melakukan apa yang diminta gurunya, menarik diri dari pergaulan, tidak mau pergi ke acara sosial seperti pesta ulang tahun.

33 Jenis gangguan kesehatan mental dan psikologis 

Ada banyak jenis-jenis gangguan mental yang dapat menyerang manusia, termasuk anak-anak. Berikut macam-macam gangguan mental.

1. Conduct Disorder (CD) 

Conduct Disorder atau gangguan perilaku adalah suatu kondisi kesehatan mental yang memengaruhi anak atau remaja, sehingga mereka menunjukkan perilaku agresif dan anti-sosial. 

Hal ini menyebabkan anak melakukan penindasan terhadap orang lain, bersikap kasar kepada hewan kecil, berbohong, mencuri, minum alkohol, menggunakan narkoba, atau membolos sekolah. 

Dikutip laman Yale Medicine, tidak ada penyebab pasti terjadinya gangguan perilaku ini. Namun, terdapat beberapa faktor yang memicu gangguan perilaku, yaitu pola asuh orang tua yang tidak efektif, pengaruh lingkungan, kondisi sosial ekonomi, serta paparan rokok, alkohol, atau pola makan yang buruk selama masa kehamilan.

2. Oppositional Defiant Disorder (ODD)

Oppositional defiant disorder adalah gangguan perilaku yang terjadi saat masa anak-anak. Mengutip laman John Hopkins Medicine, anak dengan ODD menunjukkan pola perilaku yang tidak kooperatif, menentang, dan bermusuhan terhadap teman sebaya, orang tua, guru, dan figur otoritas lainnya. 

Gejala oppositional defiant disorder di antaranya anak sering tantrum, sering berdebat dengan orang dewasa, tidak menurut, melakukan hal-hal yang mengganggu atau membuat orang lain kesal, dan berbicara kasar.

Terdapat tingkatan dalam ODD, yaitu ODD ringan ketika gejala terjadi di satu tempat, ODD sedang apabila gejala terjadi di dua tempat, dan ODD parah apabila terjadi di tiga tempat atau lebih.

3. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD)

ADHD merupakan suatu kondisi kesehatan mental  yang memengaruhi perilaku seseorang. Orang yang mengalami ADHD kemungkinan merasakan gangguan kecemasan, sulit berkonsentrasi, sulit tidur, dan bertindak berdasarkan dorongan hati.

Dilansir laman NHS, umumnya kasus ADHD terdiagnosis saat anak berusia di bawah 12 tahun. Namun, bisa juga terdiagnosis di atas umur tersebut, bahkan saat sudah dewasa.

Tidak diketahui penyebab pasti penyakit ini, tetapi faktor riwayat keluarga berpotensi menyebabkan ADHD. Selain itu, terdapat faktor risiko lain seperti lahir prematur, memiliki berat badan rendah saat lahir, serta mengonsumsi merokok, alkohol atau obat-obatan terlarang selama kehamilan.

4. Autism spectrum disorder (ASD)

Mengutip laman Mayo Clinic, autism spectrum disorder merupakan kondisi yang berkaitan dengan perkembangan otak yang memengaruhi cara seseorang memandang dan bersosialisasi dengan orang lain. Kondisi ini menyebabkan penderitanya mengalami masalah dalam interaksi sosial dan komunikasi. 

Tanda-tanda gangguan spektrum autisme dapat terlihat saat bayi, misalnya kontak mata berkurang, tidak menanggapi panggilan, atau tidak peduli terhadap orang di dekatnya. Namun, dalam beberapa kasus, ada pula anak yang normal pada tahun pertama kehidupannya, lalu kemudian tiba-tiba menjadi pendiam, agresif, atau kehilangan keterampilan bahasa pada usia dua tahun.

Tidak ada obat untuk gangguan spektrum autisme. Akan tetapi, perawatan intensif yang dilakukan sedini mungkin dapat berpengaruh pada anak.

5. Stres

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga rentan mengalami stres. Stres yang dialami Si Kecil bisa dipicu beberapa hal seperti khawatir tentang pekerjaan sekolah atau nilai, masalah pertemanan, pindah sekolah atau rumah, melihat perceraian atau pertengkaran orang tua, atau tinggal di lingkungan yang tidak nyaman.

Melansir laman Medline Plus, tanda anak mengalami stres dapat dilihat dari gejala fisik seperti berkurangnya nafsu makan, mimpi buruk, mengompol berulang, atau gangguan tidur. Selain gejala fisik, terdapat juga gejala emosional seperti cemas, marah, menangis, bersikap agresif, atau ketakutan.

Untuk mengatasi stres pada anak, orang tua bisa menjadi pendengar yang baik bagi anak, mendorong anak untuk melakukan aktivitas fisik, serta banyak menghabiskan waktu dengan anak.

6. Trauma

Seorang anak yang mengalami pengalaman buruk atau kehilangan tragis dapat mengalami trauma. Melansir laman Child Mind Institute, terdapat gejala yang dialami anak yang memiliki trauma, seperti terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur , kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan, mudah tersinggung dan marah tanpa sebab, serta kesulitan fokus.

Menurut psikolog dari Child Mind Institute, Jerry Bubrick , PhD. Bagaimana seorang anak mengalami suatu kejadian dan bagaimana orang-orang di sekitarnya menanggapi kejadian tersebut, memiliki pengaruh terhadap seberapa traumatis kejadian tersebut. 

Orang tua bisa membantu dalam menenangkan dan menghibur Si Kecil. Namun, apabila trauma anak semakin memburuk, perlu adanya penanganan dari pihak medis.

7. Anger Issues

Marah merupakan emosi yang wajar dimiliki seseorang. Namun, apabila marah disertai dengan perilaku agresif, ini akan berbahaya bagi anak. Dikutip laman NHS, anak yang mengalami anger issues mungkin merasakan tanda-tanda seperti jantung mereka berdetak lebih cepat, otot menegang, dan perut bergejolak.

Anger issues dapat disebabkan oleh adanya anggota keluarga yang bertengkar, masalah persahabatan, perundungan, merasa sangat cemas atau takut terhadap sesuatu, atau sedang mengatasi perubahan hormon selama masa pubertas.

Orang tua bisa membantu anak untuk meredam amarahnya dengan cara mengomunikasikan masalah anak, menjauh dari situasi yang membuat anak marah, serta bernapas secara perlahan dan dalam.

8. Anxiety dan panic attacks

Anxiety atau kecemasan juga dapat dirasakan oleh anak-anak. Dikutip laman NHS,  kecemasan pada anak dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, misalnya kecemasan karena takut berpisah dengan orang tua, cemas saat pertama masuk sekolah, atau cemas karena fobia tertentu.

Sementara itu, panic attacks atau  serangan panik adalah perasaan takut dan cemas yang tiba-tiba terjadi dan disertai gejala fisik seperti pusing, sesak napas, dan jantung berdebar kencang. Melansir laman resmi UNICEF, banyak anak merasa takut saat terjadi panic attack, seperti sesuatu yang buruk akan terjadi, bahkan perasaan ini bisa muncul saat tidak ada bahaya yang nyata. 

9. Bipolar disorder

Bipolar disorder atau gangguan bipolar adalah gangguan suasana hati dan kondisi kesehatan mental seumur hidup, yang menyebabkan perubahan drastis dalam suasana hati, tingkat energi, pola pikir, dan perilaku. 

Mengutip laman Cleveland Clinic, terdapat tanda yang dialami anak pengidap gangguan bipolar. Pada fase manik terjadi ledakan energi, misalnya anak akan bersikap terlalu gembira, sering mengamuk, mudah tersinggung, menjadi tidak sabaran, tidak lelah meskipun kurang atau tidak tidur sama sekali.

Saat fase depresi, anak akan bertindak sebaliknya, ia jadi sering bersedih, kehilangan minat pada hal apapun, menarik diri dari pergaulan, dan sering menangis.

Melansir laman yang sama, tidak ada penyebab pasti terjadinya bipolar disorder. Namun, para ahli berpendapat bahwa ada faktor risiko yang bisa menyebabkan gangguan bipolar, seperti faktor genetik, trauma, dan perubahan fisik di otak.

10. Sindrom Tourette

Dikutip laman Children’s  National, sindrom Tourette adalah kelainan neurologis yang disebabkan tic berulang. Tic sendiri merupakan gerakan otot yang tiba-tiba dan tidak terkendali. Gejala sindrom Tourette seringkali dimulai antara usia 5 dan 10 tahun.

Sebagian besar anak yang mengidap sindrom Tourette disebabkan oleh gen. Namun, terdapat penyebab lain yang berpotensi memicu sindrom ini seperti masalah selama kehamilan, berat badan lahir rendah, cedera kepala, keracunan karbon monoksida, atau radang otak (ensefalitis).

Gejala umum yang dialami adalah gerakan otot yang tidak terkendali di wajah, leher, bahu, badan, atau tangan. Misalnya, kepala tersentak, menyipitkan mata. berkedip, atau mengangkat bahu.

11. Body dysmorphic disorder (BDD)

Mengutip laman Nemors KidHealth, gangguan dismorfik tubuh adalah gangguan mental yang terjadi ketika anak-anak dan remaja menghabiskan banyak waktu mengkhawatirkan bagian-bagian tubuh mereka.

Gejala yang dialami pengidap BDD ini yaitu memeriksa, memperbaiki, atau menutupi diri mereka sendiri, atau bertanya kepada orang lain tentang penampilan mereka.

12. Borderline personality disorder (BPD)

Borderline personality disorder adalah suatu kondisi gangguan mental yang ditandai dengan tidak stabilnya hubungan interpersonal, citra diri, dan emosi penderitanya. Melansir laman choosing therapy, anak dengan BPD mengalami episode kemarahan, depresi, dan kecemasan yang intens yang dapat berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari.

Tanda borderline personality disorder pada anak di antaranya amarah yang meledak-ledak, perilaku impulsif, sering terjadi perubahan suasana hati, paranoid, dan perilaku menyakiti diri sendiri.

Penyebab BPD pada anak-anak beraneka ragam, hal ini meliputi hubungan kompleks antara faktor genetik, lingkungan, dan psikologis Si Kecil.

13. Depresi

Anak dapat mengalami depresi akibat berbagai faktor seperti riwayat keluarga, masalah dalam keluarga, penindasan, serta pelecehan fisik, emosional, atau seksual.

Bunda bisa kenali beberapa tanda depresi ini, misalnya sedih dalam jangka panjang, mudah tersinggung, mengalami gangguan tidur, mati rasa, dan sering berbicara tentang rasa bersalah atau tidak berharga.

14. Dissociation and dissociative disorders

Dissociation and dissociative disorders adalah gangguan mental yang melibatkan masalah dengan ingatan, identitas, emosi, persepsi, perilaku, dan rasa diri seseorang. Melansir laman Psychiatry, gejala gangguan disosiatif meliputi perasaan yang dirasakan seseorang seolah ia berada di luar tubuhnya dan kehilangan ingatan atau amnesia. 

Penyebab gangguan mental yang satu ini yaitu adanya kejadian traumatis, dan/atau pelecehan yang terjadi di masa lalu.

15. Gangguan makan (eating problems)

Gangguan makan dapat memengaruhi pertumbuhan Si Kecil. Dilansir laman HealthCentral, faktor risiko penyebab gangguan makan pada anak di antaranya adalah faktor gen, mengalami penyakit kronis, atau anak mengalami gangguan mental.

Tanda awal dari gangguan makan ini adalah takut sakit perut, keengganan terhadap rasa atau tekstur tertentu, mengamuk, buang air besar berlebihan, khawatir akan bentuk tubuh.

17. Hearing voices

Dikutip laman NHS, hearing voices adalah kondisi ketika anak atau remaja mendengar suara-suara yang tidak didengar orang lain. Sekitar 8 persen anak remaja mengalami hal ini. Namun, 75 persen anak memiliki pengalaman seperti ini, paling tidak satu kali atau sesaat pada masa kecilnya.

Jika Si Kecil mengalami hal ini, Bunda perlu menghargai yang dialaminya dan berkonsultasi dengan ahli.

18. Hoarding disorder 

Sering ditemukan video yang beredar di media sosial, tentang orang-orang yang menimbun barang-barang, hingga memenuhi seisi rumah tanpa ada upaya membereskannya. Tidak hanya orang dewasa, hal ini juga bisa terjadi pada anak-anak.

Anak-anak yang mengalami hoarding disorder akan merasa sangat cemas dan tertekan, mengamuk, atau menangis jika barangnya diambil. Melansir laman Promises Behavioral Health, terdapat penelitian yang menunjukkan hubungan antara berbagai gangguan kecemasan, seperti gangguan obsesif-kompulsif yang menyebabkan gangguan mental ini.

18. Mania dan hipomania

Dilansir laman YoungMind, mania adalah kondisi ketika seseorang mengalami banyak energi dan merasa sangat bersemangat untuk jangka waktu tertentu. Berbeda dari bahagia yang umumnya dirasakan orang, mania terjadi secara sangat intens dan dapat berlangsung selama berminggu-minggu.

Sedangkan, hipomania adalah bentuk mania yang lebih ringan. Ini terjadi secara tidak intens dan tidak dalam waktu yang lama.

Bunda perlu waspada. pasalnya, mania dan hipomania dapat menjadi gejala gangguan kesehatan mental seperti gangguan bipolar atau gangguan skizoafektif. Beberapa tanda mania dan hipomania yaitu merasa sangat bahagia, merasa tidak butuh tidur, dan merasa marah atau gelisah

19. Loneliness

Loneliness atau kesepian adalah perasaan tidak ingin sendirian atau merasa sendirian saat bersama orang lain. Apabila Si Kecil sering menghabiskan waktu sendirian, tanpa mau membicarakan penyebabnya, Bunda bisa memulai percakapan agar ia mau mengutarakan perasaan tidak nyamannya.

Melansir laman UK Therapy Guide, kesepian berisiko menyebabkan perasaan sedih dan terasing pada anak, memicu depresi, dan gangguan kesehatan fisik.

20. Obsessive-compulsive disorder (OCD)

Dikutip laman CDC, obsessive-compulsive disorder atau OCD  adalah kondisi ketika seseorang merasa harus melakukan sesuatu yang ada di pikiran mereka, karena ada hal yang tidak mereka inginkan dalam benak.

Hal ini terjadi secara sering, menyita banyak waktu (lebih dari satu jam sehari), mengganggu aktivitas mereka, atau membuat mereka sangat kesal.

Gejala OCD di antarnya memiliki pikiran, dorongan, atau gambaran yang tidak diinginkan yang muncul berulang-ulang dan menyebabkan kecemasan atau tekanan. Serta, arus memikirkan, mengatakan, atau melakukan sesuatu berulang-ulang dengan aturan tertentu yang harus diikuti secara tepat agar obsesi hilang.

21. Panic attacks

Melansir laman UNICEF, panic attacks adalah rasa takut dan cemas yang terjadi secara tiba-tiba dan umumnya diiringi dengan gejala fisik lainnya seperti napas tersengal-sengal, dan jantung berdegup kencang. 

Anak yang mengalami serangan panik,  biasanya mereka merasakan teror, seolah suatu peristiwa buruk akan terjadi. Bahkan, ketika tidak benar-benar berada dalam bahaya sekalipun. 

Tanda anak mengalami panic attacks adalah sulit bernapas, detak jantung berdebar cepat, kaki gemetar, dan berkeringat lebih banyak dari biasanya.

22. Paranoia

Paranoia adalah perasaan tidak rasional ketika seseorang merasa terancam tanpa alasan yang jelas. Hal ini juga menyebabkan orang itu terus-menerus merasa bahwa ada orang-orang yang berusaha menyakiti atau menjadi sasaran perhatian orang lain yang terus-menerus dan mengganggu.

Mengutip laman BetterHealth, gejala paranoia meliputi bersikap defensif, sulit percaya kepada orang lain, mudah tersinggung, dan menganggap dunia adalah tempat penuh ancaman.

23. Gangguan kepribadian atau personality disorder

Gangguan kepribadian adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi atau pola perilaku yang membuat seseorang sulit bergaul dengan orang lain, terlepas dari lingkungan atau keadaan mereka. Dikutip laman Orcard Place, tanda-tanda personality disorder biasanya mulai terlihat pada masa remaja atau awal dewasa.

24. Phobia

Fobia adalah gangguan kecemasan yang menyebabkan seseorang mengalami rasa takut yang berlebihan terhadap suatu objek atau situasi. Dilansir laman Cedars Sinai, penyebab fobia bisa dipicu oleh  faktor genetik dan lingkungan.

Beberapa gejala gangguan mental ini yaitu peningkatan denyut jantung, gemetar, sesak napas, nyeri dada, dan takut kehilangan kendali.

25. Post-traumatic stress disorder (PTSD)

Dikutip laman CDC, anak yang mengalami stres berat, seperti akibat cedera, ancaman kematian anggota keluarga dekat atau teman, atau kekerasan, akan terpengaruh dalam jangka panjang. Kondisi ini disebut dengan post-traumatic stress disorder atau gangguan stres pasca trauma.

Gejala yang dialami oleh anak dengan PSTD di antaranya berusaha menghidupkan kembali peristiwa tersebut berulang-ulang dalam pikiran, gangguan tidur, ketakutan, mudah marah, dan larut dalam kesedihan atau ketakutan.

26. Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)

Kondisi mental yang satu ini dialami oleh remaja perempuan. Premenstrual dysphoric disorder adalah sekumpulan gejala fisik dan emosional yang dirasakan sebelum menstruasi.

Melansir laman Child Mind Institute, gejala premenstrual dysphoric disorder yakni suasana hati yang berubah-ubah, menangis tanpa alasan, dan ketidaknyamanan fisik.

27. Psikosis

Dikutip laman Nationwide Children’s, psikosis mengacu pada kumpulan gejala yang signifikan seperti mendengar, melihat, mencium, atau merasakan hal-hal yang tidak nyata, memiliki pikiran yang sangat aneh atau tidak biasa. Serta, mengalami pemikiran dan/atau perilaku yang tidak teratur.

Psikotik bisa menjadi indikasi depresi. gangguan bipolar, atau bagian dari gangguan spektrum skizofrenia. Beberapa gejala psikosis yaitu delusi, halusinasi, dan pemikiran yang tidak teratur.

28. Gangguan skizoafektif 

Mengutip laman Mindyra, gangguan skizoafektif adalah gangguan neuropsikiatri yang mencakup ciri-ciri yang terdapat pada gangguan suasana hati dan skizofrenia. Gangguan ini ditandai dengan delusi, halusinasi, gangguan pikiran, atau gejala negatif yang muncul bersamaan dengan gejala depresi dan/atau manik.

29. Skizofrenia 

Dikutip laman Cleveland Clinic, skizofrenia merupakan kondisi kejiwaan memengaruhi kesehatan mental seseorang dan cara mereka memandang dunia di sekitar mereka. Skizofrenia pada anak mengganggu hal-hal seperti pikiran, ingatan, indra, dan perilaku.

Gangguan kesehatan mental ini adalah kondisi kejiwaan yang sangat langka dan parah yang dimulai sebelum anak berusia 13 tahun. Tanda skizofrenia pada anak yakni keterlambatan dalam keterampilan motorik, kontak mata buruk, kurangnya pengendalian impuls, dan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

30. Seasonal Affective Disorder (SAD)

Seasonal Affective Disorder adalah jenis depresi yang dialami selama musim atau waktu tertentu dalam setahun. SAD jarang terjadi pada anak-anak, tetapi dapat memengaruhi sejumlah besar anak remaja.

Mengutip laman Mable Therapy, gejala yang dialami oleh anak dengan SAD adalah kelelahan, kecemasan, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung. 

31. Self-esteem

Orang tua berperan penting dalam meningkatkan self-esteem anak. Melansir laman detikcom, self-esteem dimaknai sebagai perasaan, pemikiran, dan pandangan terhadap diri sendiri yang berpengaruh ke dalam perilaku dan tindakan seseorang di dalam lingkungan hidup.

Mencintai, mendukung, dan menghargai setiap pencapaian anak dapat membantunya agar ia memiliki self-esteem yang tinggi.

32. Self-harm

Mengutip laman Healty Children, self-harm didefinisikan sebagai tindakan melukai diri sendiri, dan bentuk-bentuk lain dari perilaku menyakiti diri sendiri tanpa bunuh diri. Self-harm dapat berupa luka sayat pada kulit di bagian tangan, pergelangan tangan, perut, kaki, atau area tubuh lainnya pada anak.

Tidak ada penyebab pasti mengapa anak remaja melakukan hal ini, tetapi sakit emosional yang luar biasa, kesepian, tidak berharga, atau hampa dapat memicu tindakan ini.

33. Gangguan tidur atau sleep disorder

Melansir laman American Family Physician, sebagian anak-anak mengalami gangguan tidur. Hal ini berpotensi menyebabkan kantuk di siang hari, mudah tersinggung, masalah perilaku, kesulitan belajar, kecelakaan kendaraan bermotor pada remaja, dan kinerja akademis yang buruk.

Dikutip laman Sleep Foundation, gangguan tidur dapat disebabkan oleh gangguan pernapasan, masalah medis tertentu, dan gangguan kecemasan.

Apa yang harus orang tua lakukan jika khawatir dengan kondisi kesehatan mental anak?

Mengutip laman Mayo Clinic, apabila Bunda khawatir tentang kesehatan mental Si Kecil, akan lebih baik jika dikonsultasikan dengan dokter. Orang tua bisa menjelaskan perilaku anak yang mengkhawatirkan. 

Selain itu, Bunda juga bisa bertanya kepada orang terdekat, seperti guru, sahabat anak, saudara atau pengasuh, untuk memastikan apakah ada perubahan perilaku. Informasi tersebut juga bisa disampaikan kepada dokter. 

Cara mendiagnosis gangguan kesehatan mental anak

Melansir laman Mayo Clinic, untuk melakukan diagnosis, perlu adanya bantuan dari pihak profesional kesehatan anak dan juga dokter spesialis. Dokter spesialis ini bisa berupa psikiater, psikolog, pekerja sosial klinis, praktisi perawat psikiatri, atau profesional perawatan kesehatan mental lainnya. 

Dokter spesialis akan melakukan berbagai pemeriksaan, beberapa di antaranya yaitu pemeriksaan medis lengkap, riwayat kesehatan, riwayat trauma fisik atau emosional dan masih banyak lagi.

Cara mengatasi gangguan kesehatan mental pada anak

Cara mengatasi gangguan mental pada anak yakni memelajari gangguan mental yang dialami Si Kecil, pertimbangkan untuk mengadakan konseling, berkonsultasi dengan ahli, mencari cara untuk mengelola stres, meluangkan waktu untuk anak, serta ikut program latihan kesehatan mental bagi orang tua dan anak. 

Demikian penjelasan mengenai gangguan mental dan psikologis pada anak. Bunda bisa waspada dengan tanda-tanda yang ada dan pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan dokter, jika terjadi indikasi gangguan mental pada anak agar bisa segera ditangani dengan tepat.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda