Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

7 Kesalahan Orang Tua yang Menyebabkan Anak Keras Kepala

Nadhifa Fitrina   |   HaiBunda

Kamis, 17 Jul 2025 14:06 WIB

7 Kesalahan Orang Tua yang Menyebabkan Anak Keras Kepala
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Shutthiphong Chandaeng
Daftar Isi
Jakarta -

Anak yang keras kepala sering kali membuat orang tua merasa frustasi. Tak jarang juga, permintaan anak pun berakhir jadi drama panjang yang menguras energi.

Meski sikap keras kepala bisa muncul karena faktor bawaan atau lingkungan, pola asuh Bunda juga sangat berpengaruh. Beberapa kebiasaan kecil yang tampak sepele ternyata bisa memperbesar kemungkinan anak sulit diatur.

Menurut Psikolog Klinis di Amerika Serikat, Rachelle Theise, Psy.D., beberapa kebiasaan orang tua bisa memperparah konflik dengan anak. Kebiasaan tersebut dapat memicu pertarungan yang terjadi di rumah.

"Pada akhirnya, kita ingin anak belajar bahwa dalam kebanyakan situasi hidup, selalu ada area abu-abu-dan tidak semua hal itu hitam atau putih," ujar Rachelle dikutip dari laman Fatherly.

Itulah sebabnya, penting bagi Bunda untuk tidak hanya fokus pada disiplin semata. Namun juga mengajarkan anak tentang empati, fleksibilitas, dan cara bernegosiasi dengan sehat.

Saat anak susah diatur, mungkin ini yang perlu Bunda pahami

Menghadapi anak yang keras kepala memang bisa bikin Bunda kewalahan. Ketika anak bersikukuh pada hal-hal sepele, wajar jika Bunda merasa bingung dan frustrasi.

Namun, penting untuk dipahami bahwa sebagian besar anak memang secara alami memiliki kecenderungan untuk keras kepala. Karakter ini merupakan bagian dari proses mereka dalam membentuk identitas dan belajar mengambil keputusan sendiri.

"Seiring mereka bertambah usia, tujuan kita adalah membantu mereka mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan kesadaran sosial agar mampu menghadapi situasi yang semakin kompleks," kata Rachelle Theise.

Jangan kaget, ternyata ini yang bikin anak jadi keras kepala

Bunda mungkin sering merasa kesal saat menghadapi anak yang sulit diatur. Namun tanpa disadari, beberapa kebiasaan dari orang tua bisa memperkuat sikap keras kepala mereka.

Meskipun ada hal-hal yang memang berada di luar kendali, pola asuh yang keliru bisa memperburuk situasi. Rachelle Theise menjelaskan kebiasaan tertentu dapat memicu konflik yang lebih intens antara orang tua dan anak.

Oleh karena itu, Bunda perlu tahu kesalahan apa saja yang sering dilakukan orang tua tanpa sadar. Dari situlah, Bunda dan Ayah sebagai orang tua bisa mulai memperbaiki cara mendidik anak supaya lebih efektif.

Kesalahan orang tua yang menyebabkan anak keras kepala

Sikap keras kepala anak sering kali bukan semata-mata karena watak bawaan. Sebelum menyalahkan anak sepenuhnya, ada baiknya mencermati lebih dulu hal-hal yang mungkin terjadi tanpa disadari.

Berikut beberapa kesalahan orang tua yang menyebabkan anak keras kepala dikutip dari berbagai sumber:

1. Mengabaikan Anak

Dikutip dari Times of India, salah satu hal yang paling diinginkan anak adalah didengarkan dan dipahami. Namun, dalam kesibukan harian, banyak orang tua tanpa sadar mengabaikan usaha anak untuk berkomunikasi.

Hal ini bisa terjadi karena orang tua terlalu fokus pada pekerjaan, gawai, atau hal lain yang dianggap lebih penting. Padahal, rasa diabaikan bisa membuat anak merasa tidak berarti dan mulai menunjukkan sikap keras kepala.

Ketika anak merasa tidak didengarkan, mereka akan mencoba mendapatkan perhatian dengan cara apa pun, termasuk bersikap menantang. Oleh karena itu, penting bagi Bunda untuk hadir secara emosional saat anak sedang berusaha menyampaikan perasaan atau pikirannya.

2. Inkonsistensi dalam disiplin

Disiplin yang tidak konsisten sering kali menimbulkan kebingungan bagi Si Kecil. Jika aturan berubah-ubah atau tidak ditegakkan dengan tegas, anak cenderung bingung siapa yang memegang kendali.

Hal ini bisa menciptakan ruang konflik karena anak akan menguji batas dan menolak mengikuti aturan. Jika orang tua merespons dengan kemarahan atau hukuman berlebihan, justru akan memperburuk sikap keras kepala anak.

Dilansir dari Fatherly, bahwa pendekatan yang konsisten sangat penting agar anak tahu konsekuensi dari tindakannya. Reaksi yang terlalu keras hanya akan membuat anak defensif dan semakin menolak untuk bekerja sama.

3. Mengalahkan anak secara fisik

Mendisiplinkan anak memang menantang, tetapi menggunakan hukuman fisik bukanlah solusi. Studi menunjukkan bahwa memukul anak dapat merusak hubungan dan kepercayaan antara anak dan orang tua.

Meskipun terlihat efektif dalam jangka pendek, hukuman fisik dapat menyebabkan dampak jangka panjang yang serius. Si Kecil bisa tumbuh dengan rasa takut, tidak percaya diri, dan sikap keras kepala yang semakin menjadi.

"Hukuman fisik merusak kepercayaan anak dan membuat mereka belajar bahwa kekerasan adalah cara menyelesaikan masalah," tulis laporan dari Child Psychology Review.

4. Memberikan hiburan berlebihan

Di era digital ini, banyak orang tua merasa harus terus menghibur anak agar mereka bahagia. TV, game, dan aktivitas terjadwal terus-menerus diberikan tanpa memberi ruang untuk kebosanan.

Padahal, waktu luang yang tenang sangat penting untuk menumbuhkan kreativitas dan kemandirian anak. Anak perlu kesempatan untuk merasa bosan agar mereka bisa belajar mencari hiburan sendiri dan mengembangkan daya pikirnya.

Dikutip dari Psychology Today, bahwa anak-anak yang selalu dihibur akan sulit mengelola waktunya sendiri dan cenderung kurang sabar. Jadi, beri anak waktu agar mereka tumbuh lebih seimbang ya, Bunda.

5. Selalu mengatakan "Ya"

Terlalu sering mengatakan "Ya" bisa membuat anak merasa semua keinginannya harus dituruti. Hal ini bisa menumbuhkan rasa berhak dan membuat mereka tidak siap menerima penolakan.

Dikutip dari Science Daily, anak yang terlalu dimanjakan cenderung egois dan sulit berempati. Ketika akhirnya orang tua berkata "tidak", anak bisa menjadi keras kepala karena tidak terbiasa dibatasi.

"Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif merasa aturan tidak berlaku bagi mereka," jelas laporan tersebut.

6. Tidak bersikap empati

Menjadi otoritatif tidak berarti harus dingin dan tak peduli perasaan anak. Justru, pengakuan terhadap emosi anak bisa membantu mereka lebih mudah menerima keputusan orang tua.

"Saya mengerti kamu marah, tapi kita tidak punya pilihan. Kita harus pergi sekarang atau akan terlambat. Jadi pagi ini kamu harus mengikuti keputusan saya, tapi besok kita akan coba rencanakan lebih baik supaya kamu bisa memilih sendiri," ujar Rachelle Theise.

Theise juga menekankan pentingnya memberi ruang agar anak bisa mengambil keputusan. Dengan begitu, anak memiliki kesempatan untuk belajar mengambil keputusan sendiri.

"Ingatkan anak bahwa mereka punya pilihan dalam menghadapi situasi dan berteriak bukanlah pilihan terbaik," katanya.

7. Mencontohkan sikap tidak fleksibel

Anak belajar dari apa yang mereka lihat, termasuk dari cara orang tua menghadapi perubahan atau kekecewaan. Jika Bunda bersikap kaku dan reaktif, anak akan meniru sikap tersebut.

"Kami ingin mengajarkan anak menjadi pembelajar dan pemikir mandiri, salah satu caranya adalah mencontohkan pengambilan keputusan yang fleksibel," kata Theise.

"Anak perlu belajar bahwa perubahan itu terjadi dan perubahan tak terduga bisa jadi hal baik karena membuka peluang baru," imbuhnya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/fir)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda