
parenting
5 Panduan Merawat Bayi yang Terus Diperbarui Menurut Pakar, Catat Bun!
HaiBunda
Senin, 06 Oct 2025 09:00 WIB

Daftar Isi
Panduan untuk merawat bayi, terutama bayi baru lahir, akan terus berkembang sesuai dengan hasil studi-studi terbaru. Oleh sebab itu, sebisa mungkin orang tua perlu belajar tentang perbaruan ini, ya.Â
Jika perlu, Bunda juga bisa secara rutin berkonsultasi dengan dokter anak untuk mendapatkan informasi baru. Dengan begitu, pengasuhan dan praktik perawatan yang dilakukan untuk bayi bisa lebih tepat.
Panduan terbaru merawat bayi
Dokter spesialis anak di Amerika Serikat, David Hill juga menekankan pentingnya membangun hubungan yang kuat antara orang tua dan dokter anak.
Berikut beberapa perkembangan panduan merawat bayi yang perlu diketahui oleh orang tua:
1. Tidur yang aman untuk bayi
Sejak tahun 1994, terjadi perubahan pada pedoman tidur bayi. Waktu itu, National Institute of Child Health and Human Development meluncurkan kampanye 'Back to Sleep' untuk kali pertama.
Baca Juga : Mengapa Bayi Baru Lahir Berat Badannya Turun?
|
Pada panduan tersebut, orang tua diimbau untuk menidurkan bayi dengan posisi telentang. Sebelumnya, bayi justru dianjurkan untuk tidur dalam posisi tengkurap untuk mencegah tersedak.
Dikutip dari CNN Health, US Consumer Product Safety Commission juga melarang penggunaan  boks bayi dengan pintu samping geser di pasaran pada tahun 2011. Selanjutnya di tahun 2019, orang tua dianjurkan untuk tidak lagi menggunakan inclined sleepers.
Kemudian, Safe Sleep for Babies Act yang ditandatangani menjadi undang-undang federal pada tahun 2022 secara tegas melarang penjualan boks bayi dengan pintu samping geser dan crib bumpers yang berisiko membuat bayi sesak napas.
"Meski sebagian kematian disebabkan oleh hal misterius atau yang tidak bisa dihindari, tapi kasus-kasus tertentu bisa dicegah dengan mengikuti pedoman tidur aman. Termasuk selalu menidurkan bayi telentang dan menghindari penggunaan alas tidur empuk," pesan Hill.
2. Mencegah alergi makanan
Di tahun 2015, orang tua masih dianjurkan untuk tidak memberi makanan yang mengandung kacang tanah atau telur hingga anak berusia minimal 2 tahun, bahkan 3 tahun jika ada riwayat eksim atau alergi dalam keluarga.
Namun kini, orang tua justru dianjurkan memperkenalkan makanan yang mengandung kacang dan telur bersamaan dengan makanan padat lain pada tahun pertama kehidupan, biasanya sekitar usia 6 bulan ketika bayi sudah siap makan padat.
Menghindarkan bayi dari paparan alergen disebut-sebut berpotensi membuat sistem kekebalan mereka menjadi terlalu sensitif saat pertama kali terpapar di kemudian hari.
Walau demikian, untuk bayi dengan riwayat alergi berat, konsultasi dengan ahli alergi atau dokter anak sangat dianjurkan sebelum memperkenalkan makanan alergen ya, Bunda.
3. Perawatan tali pusat
Hill menuturkan bahwa dulu tali pusat bayi sering diberi cairan ungu 'triple dye', yang merupakan antiseptik untuk mencegah infeksi bakteri. Sesuai perkembangannya, saat ini yang ada adalah membiarkan tali pusat mengering secara alami, sambil tetap mengamatinya.Â
Pastikan tidak ada kotoran yang terjebak di dalam popok basah, serta pastikan popok tidak kotor terlalu lama. Praktik inilah yang kemudian masih berlaku sampai saat ini.
"Jika kulit di sekitar pusar tampak merah atau muncul cairan berbau tidak sedap, segera periksakan bayi ke dokter," sarannya.
Beberapa faktor risiko infeksi tali pusat yang perlu diwaspadai termasuk:
- Berat lahir rendah
- Pecah ketuban lama
- Persalinan lama
- Praktik perawatan tali pusat yang tidak tepat
4. Perkembangan vaksin baru
Seperti diketahui, jadwal vaksinasi bayi dan anak terus diperbarui seiring hadirnya vaksin baru. Tujuannya untuk memberikan perlindungan lebih baik terhadap penyakit berbahaya pada masa kanak-kanak.
Sebagai contoh, ketika vaksin pneumokokus (PCV) pertama untuk anak keluar, sejak itu vaksin terus dikembangkan. Dari yang awalnya hanya mampu melindungi dari 7 subtipe pneumokokus, kini menjadi hingga 23 subtipe.
5. Kesehatan mental dan trauma masa kecil
Menurut Hill, perubahan lain yang signifikan adalah pergeseran paradigma dalam cara dokter anak memandang kesehatan dan kesejahteraan.
Termasuk di antaranya tentang kesehatan mental dan trauma masa kecil, seperti kekerasan fisik, emosional, atau seksual; kehilangan orang tua; gangguan mental; hingga kekerasan dalam rumah.Â
Semua itu dapat menciptakan stres toksik pada anak, yang memengaruhi perkembangan otak serta berdampak pada kesehatan mental, fisik, dan emosional di masa depan.
Laporan American Academy of Pediatrics tahun 2021 menegaskan pentingnya pendekatan trauma-informed care dalam perawatan anak, yaitu cara komunikasi dan tindakan medis yang menyadari kemungkinan trauma masa lalu dan membangun dukungan emosi dalam keluarga.
"Setiap anak pasti pernah menghadapi peristiwa penuh stres, beberapa cukup parah hingga memengaruhi kesehatan mereka. Namun hubungan keluarga yang aman, stabil, dan penuh kasih dapat menjadi pelindung," pesan Hill.
Jangan ragu untuk konsultasi ke dokter demi kesehatan Si Kecil ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fir/fir)ARTIKEL TERKAIT

Parenting
7 Cara Mengatasi Napas Bayi Berbunyi Grok-Grok, Kapan Perlu Diperiksa ke Dokter?

Parenting
Tips Memilih Mainan Bayi Sesuai Usia dan Kebutuhan Tumbuh Kembangnya

Parenting
Serba-serbi Lingkar Kepala Bayi, Apa Saja yang Perlu Dipahami?

Parenting
10 Masalah Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir, Kejang hingga Diare

Parenting
6 Perlengkapan Bayi Baru Lahir yang Wajib Ada di Rumah Saat Cuaca Dingin


7 Foto
Parenting
7 Potret Ayah Artis Bantu Mandikan Bayi Baru Lahir hingga Ganti Popok
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda