Jakarta -
Selama ini kita membanjiri anak dengan kasih sayang. Harapannya
anak akan tumbuh menjadi anak yang baik, menghormati orang tuanya, dan punya karakter yang baik. Tapi saat suatu kali kita mendapati anak tidak berkata yang sebenarnya alias berbohong pada kita, seperti ada belati tajam yang menancap di dada.
Seorang teman bercerita, anaknya yang masih kelas lima SD ketahuan berbohong. Dia pamit pergi les, ternyata malah main game di rumah temannya. Bukan cuma sekali, hal itu dilakukan berkali-kali. Nggak cuma itu, uang untuk membayar les malah digunakan untuk membeli mainan dan mentraktir teman-temannya.
Di depan kita,
anak bersikap sopan, baik, dan santun. Kita masih sering tertawa melihat kepolosan dan keluguannya. Tapi terkadang kita salah melihat. Rasanya sakit, kecewa, dan marah banget saat mendapati anak berbohong, meski itu kecil. Rasanya gagal jadi orang tua.
"Padahal kalau dia ingin sesekali main game sama temannya juga pasti saya izinkan. Kalau dia bilang mau beli mainan dan mentraktir teman, asal nggak sering-sering juga pasti saya kasih. Tapi dia tega membohongi saya. Kesal, sedih, marah," ujar teman saya.
Hmm, kenapa sih anak berbohong ya? Dikutip dari Raising Children, anak biasanya berbohong karena beberapa sebab nih:
1. Menutupi sesuatu agar mereka tidak mendapatkan masalah.
2. Melihat respons kita saat mendengar mereka berbohong.
3. Membuat sebuah cerita terdengar lebih menarik atau membuat mereka terlihat hebat.
4. Mendapat perhatian, meskipun mereka tahu kita tahu cerita sebenarnya.
5. Mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan.
 Nak, Kenapa Sih Kamu Bohong?/ Foto: Ilustrasi/thinkstock |
Saat mendapati anak berbohong, sebaiknya jangan lantas memarahi anak secara membabi buta, Bun. Tapi kita perlu memberi penekanan bahwa kita tidak suka dengan perilaku bohong yang dilakukan anak. Tentu harapannya anak tidak akan kembali melakukan hal yang sama.
Parenting couch, Miriam Mason Martineau, menuturkan pada anak usia 6-7 tahun, mereka perlu paham bahwa kebebasan yang didapat beriring dengan tanggung jawab.
"Biarkan anak-anak yang sedang tumbuh tahu bahwa ketika mereka, misalnya, menyalahgunakan kebebasan berbicara mereka, misalnya dengan menyesatkan atau menyakiti orang lain, ada konsekuensi alami di mana mereka menjadi kurang dapat dipercaya. Di masa depan situasi ini benar-benar bisa berdampak pada mereka," papar Miriam dikutip dari Huffington Post.
Perlu juga nih kita mendiskusikan dengan anak bagaimana sih agar menjadi anak yang baik. Terutama lagi, bagaimana agar mereka bisa mendapatkan kembali kepercayaan dari kita.
Ajarkan Terus Nilai KebenaranKita sebagai orang tua tentu menanamkan nilai yang baik pada anak. Nilai tentang kebenaran pun pasti kita terapkan. Tapi anak juga manusia biasa ya, Bun, ada kalanya dirinya khilaf.
Meski kita mendapati anak berbohong dan kemudian mereka mengakuinya, kita perlu terus menanamkan nilai kebenaran ini. Kata-kata yang kita ucapkan itu berarti bagi orang lain. Dari kata-kata kitalah orang akan percaya atau memutuskan tidak lagi percaya. Nah, anak perlu paham hal ini.
 Nak, Kenapa Sih Kamu Bohong?/ Foto: Ilustrasi/thinkstock |
Miriam juga menganjurkan kita untuk memberi tahu anak bahwa kita mengandalkan mereka untuk selalu mengatakan yang sebenarnya alias berkata jujur. Membangun kepercayaan itu sulit, tapi begitu tahu dikhianati dengan kebohongan, telanjur ada hal yang begitu sakit dan rasanya sulit untuk 100 persen percaya lagi.
"Membangun kepercayaan di antara orang tua dan anak itu butuh dua belah pihak. Minta maaflah setiap kali melenceng dari integritas untuk memberikan contoh," imbuh Miriam.
(Nurvita Indarini)