Jakarta -
Memasuki
usia dua tahun, banyak orang tua berharap anaknya terlihat menggemaskan. Namun kenyataannya, anak-anak kadang bertingkah tidak sesuai harapan. Mereka jadi mudah
tantrum dalam berbagai kondisi.
Salah sedikit bisa membuat mereka nangis hingga berteriak. Kadang, sampai bikin kewalahan kalau di tempat umum mereka gulung-gulung di lantai.
Hmm, memang tidak mudah ya, Bun, menghadapi situasi tersebut. Harus sabar menghadapi emosional anak yang naik-turun seperti itu.
Perubahan suasana hati, merupakan hal normal dialami anak usia dua tahun. Melansir
Healthychildren, disebutkan bahwa pada usia dua tahun, anak-anak ingin mengeksplorasi berbagai hal dan bertualang, Bun. Mereka akan cenderung menghabiskan sebagian besar waktunya, untuk mencoba berbagai hal di sekitarnya.
Sayangnya, dalam usia tersebut memang anak masih belum bisa melakukan semuanya sendiri. Termasuk keterbatasan bahasa, untuk mengekspresikan keinginan mereka yang sebenarnya. Sebab itu, anak membutuhkan kehadiran Bunda untuk melindunginya.
Coba ingat-ingat deh, Bun, misalnya saja ketika si anak sedang asyik main puzzle tapi mereka enggak sukses menyelesaikannya, biasanya anak akan cenderung marah dan menangis kan? Tak jarang, anak juga kerap memukul, menggigit, atau menendang orang di sekitarnya.
Bunda, nggak perlu terkejut ya. Pada saat anak berusia dua tahun, belum memiliki banyak kendali atas emosinya. Sehingga kemarahan cenderung meledak tiba-tiba dalam bentuk menangis, memukul, atau menjerit. Hal itu merupakan satu-satunya cara si kecil dalam menghadapi realita yang sulit diterimanya.
"Pada saat anak berusia 2 tahun, dia mengalami berbagai macam emosi,"kata Robert Marvin PhD, seorang profesor psikiatri anak di University of Virginia, di Charlottesville.
Kematangan emosional anak dua tahun memang tidak seperti anak-anak yang lebih besar. Pasalnya, anak dua tahun baru saja mulai mengembangkan keterampilan kognitif untuk memahami perasaannya, dan berusaha mengendalikannya.
 Ilustrasi anak tantrum/ Foto: iStock |
Pada usia ini, seorang anak mengambil langkah pertamanya menuju kemandirian. Prestasinya sendiri menjadi sumber kebahagiaannya yang begitu besar. Tak mengherankan, ketika mereka sukses menyelesaikan aktivitas baru seperti menggambar dengan krayon, akan menimbulkan rasa bangga pada dirinya. Sebaliknya, ketika aktivitas tersebut tidak dilewati dengan mulus, anak cenderung menampilkan ketidakpuasannya. Misalnya dengan kemarahan atau menangis sejadi-jadinya.
Ini merupakan tantangan yang tidak mudah, membantu mereka mencapai kemandirian sambil serta mengelola emosinya, terutama yang negatif.
"Karena perasaan anak berusia dua tahun datang dan pergi begitu cepat, orangtua terkadang meremehkan kekuatan mereka,"kata Susanne Denham, PhD, seorang psikolog di George Mason University, di Fairfax, Virginia, seperti dikutip dari laman
Parents.
Untuk menghadapi situasi tersebut, Bunda dapat melakukan beberapa cara sederhana. Salah satunya, membicarakan tentang perasaan si kecil. Ini akan menjadi pengalihan yang efektif, untuk mencegah
ledakan emosi anak terjadi.
Meski kosa katanya masih terbatas, Bunda dapat mengajarinya untuk meluapkan perasaannya dengan kalimat tertentu. Misalnya dengan mengatakan, "Itu pasti akan membuat kamu marah" atau "Kamu terlihat sedih sekarang". Walau terbilang sederhana, hal ini dapat membantu anak menyadari bahwa ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan isi pikiran mereka. Pada akhirnya, Bun, ini akan membuatnya mengerti bahwa perasaan seperti itu sangat normal.
"Jika setiap kali balita melempar potongan puzzle dengan kemarahan, orangtua dapat berkata, 'Wow, kamu benar-benar marah'. Seiring waktu, anak akan belajar mengasosiasikan perasaan itu dengan sebuah kata,"kata Claire Lerner, L.C.S.W,
development specialist di Zero to Three, The National Center for Infants, Toddlers & Parents, di Washington D.C.
Bagaimana Bun, sudah terbayang kan bagaimana mengatasi
kemarahan si kecil di rumah? Selamat mencoba ya!
(rap/rap)