Jakarta -
Tawakkul Karman merupakan wanita kelahiran Yaman, 7 Februari 1979. Mengikuti jejak sang ayah bekerja sebagai pengacara dan politisi, Tawakkul Karman memilih kuliah jurusan politik di Universitas Sana'a.
Setelah lulus, wanita berhijab ini menjadi seorang jurnalis sekaligus politikus. Ia aktif memimpin perjuangan hak asasi manusia terutama bagi para perempuan, untuk demokrasi dan perdamaian di Yaman.
Dikutip dari situs resmi
Nobel Prize, Jumat (8/5/2020), pada tahun 2005, Tawakkul Karman ikut mendirikan kelompok Women Journalists Without Chains, yang bertujuan mempromosikan kebebasan berekspresi dan hak demokratis di Yaman.
Kemudian pada 2007 hingga 2010, wanita itu secara reguler memimpin demonstrasi di Tahrir Square, Sana's. Dia menjadi penentang rezim Yaman yang dipimpin oleh Presiden Ali Abdullah Saleh, di mana kala itu tengah terjadi pergolakan politik di Yaman.
Keterlibatan Tawakkul Karman dalam demonstrasi serta tindakan kritis terhadap pemerintah bahkan menyebabkan dirinya pernah ditahan. Walau begitu, ia tetap aktif terlibat dalam perjuangan HAM.
Tawakkul Karman/ Foto: Facebook/Tawakkol Karman |
Atas kegigihan Tawakkul Karman memperjuangkan hak-hak dan keselamatan perempuan, ia meraih penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2011.
Dialah
wanita Yaman pertama yang berhasil meraih penghargaan bergengsi tersebut. Usianya masih 32 tahun ketika menerima Nobel Perdamaian.
Seperti diberitakan
CNN, pemenang
Nobel Perdamaian umumnya mendapatkan hadiah uang. Begitu pula dengan Tawakkul Karman.
Dia memutuskan menyumbangkan hadiah uang sebesar US$ 500 ribu (Rp 7,5 miliar) itu untuk warga terluka dan keluarga yang terbunuh dalam pemberontakan yang terkait dengan Arab Spring.
Tawakkul Karman yang sudah menikah dan mempunyai 3 anak itu kemudian masih terus memperjuangkan hak asasi dan hak demokratis hingga level internasional, termasuk di PBB.
Simak juga video dr. Sumy Hastry, ahli forensik wanita pertama yang jadi inspirasi dunia kedokteran:
(kuy/som)